Ancaman Liberalisasi Dibalik RUU Kesehatan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Ancaman Liberalisasi Dibalik RUU Kesehatan

Oleh Asha Tridayana, S.T.

Kontributor Suara Inqilabi 

 

Telah menjadi rahasia umum bahwa kesehatan di negara ini belum bisa dikatakan memadai. Terlihat dari pelayanan dan fasilitas yang diberikan kepada masyarakat masih tidak merata, terbatas pada golongan menengah ke atas. Apalagi jika tinggal di wilayah pelosok dan jauh dari pusat kota, masyarakat sering kali harus dirujuk ke rumah sakit besar sementara hal ini memerlukan biaya besar dan waktu lebih lama. Padahal kondisi pasien harus segera mendapatkan penanganan medis. Sehingga tidak mengherankan, telah banyak masyarakat yang mesti meregang nyawa selama proses perawatan.

Kondisi yang memprihatinkan tersebut, tidak lantas menjadikan pemerintah berupaya memperbaiki sistem kesehatan sekarang. Namun, justru ingin mendatangkan dokter asing dan dokter diaspora agar beroperasi di negara ini. Padahal pelayanan dan fasilitas kesehatan yang memadai sangat dibutuhkan oleh masyarakat kelas bawah. Sementara dokter asing dan dokter diaspora akan berada di rumah sakit besar di pusat kota dan biayanya pun mahal. Lagi-lagi, golongan menengah ke atas yang mendapatkan kemudahan.

Rencana pemerintah tersebut telah tertuang dalam Draf Revisi Undang-Undang No. 36-2009 tentang Kesehatan. Di dalamnya, pada Pasal 233 dikatakan bahwa dokter lulusan luar negeri harus lolos evaluasi kompetensi yakni kelengkapan administratif dan penilaian kemampuan praktik. Kemudian, wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sementara dan Surat Izin Praktek (SIP). Pada Pasal 234 berisi dokter asing maupun dokter diaspora harus beradaptasi di pelayanan kesehatan, memiliki STR sementara, dan SIP, kecuali bagi dokter asing spesialis maupun dokter diaspora spesialis yang telah praktik paling sedikit 5 tahun di luar negeri.

Hal ini dilakukan dengan tujuan saling bertukar teknologi maupun ilmu pengetahuan. Sehingga dokter asing maupun dokter diaspora mendapatkan kemudahan praktik di dalam negeri selama 3 tahun dan dapat diperpanjang 1 tahun. Kemudian dokter asing juga akan dibebaskan dari kewajiban kepemilikan STR sementara. Setelah dokter asing memberikan pendidikan dan pelatihan di dalam negeri dan mendapatkan persetujuan dari Menteri Kesehatan. (https://katadata.co.id 19/04/23)

Tidak hanya masyarakat pada umumnya yang merasa terjadi kejanggalan karena tidak mendapatkan pengaruh baik dari sistem kesehatan saat ini. Ternyata dokter dalam negeri pun merasa khawatir dengan adanya RUU kesehatan tersebut. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Moh Adib Khumaidi melalui siaran pers, meminta agar pembahasan RUU Kesehatan dihentikan dan berharap pemerintah memperhatikan dengan serius penolakan ini. Menurutnya, seorang dokter yang telah memberikan pelayanan kesehatan termasuk menyelamatkan nyawa harus memiliki hak imunitas yang dilindungi Undang-undang melalui organisasi profesi. Sementara hal tersebut dihilangkan dalam RUU Kesehatan. Terlihat dari salah satu poin yang dinilai belum menjamin perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan dan tenaga medis. (https://www.kompas.id 11/04/23)

Di Indonesia, persoalan kesehatan semakin kompleks dan menambah daftar panjang deretan persoalan yang perlu segera diselesaikan. Namun, pemerintah justru membahas RUU Kesehatan yang faktanya tidak menawarkan solusi yang komprehensif dalam mewujudkan pelayanan dan fasilitas kesehatan yang berkualitas termasuk kemudahan akses bagi masyarakat. Adanya RUU Kesehatan ini malah merugikan kepentingan masyarakat dan tenaga medis pun turut terdampak.

Semestinya, pemerintah lebih memperhatikan kebutuhan masyarakat semua kalangan, lebih-lebih yang tidak mampu. Bukan hanya melihat manfaat bagi segelintir orang apalagi sampai merugikan masyarakat kebanyakan. Pada akhirnya, setiap pemerintah mengeluarkan RUU sering kali justru timbul permasalahan baru padahal keberadaan pemerintah seharusnya mampu mengurusi dan menuntaskan persoalan masyarakat. Hal ini terjadi karena peran negara bukan sebagai periayah umat tetapi hanya sebagai regulator dan fasilitator kepentingan orang-orang tertentu. Tidak lain para penguasa dan pengusaha yang hanya mencari keuntungan di setiap kesempatan melalui dukungan kebijakan pemerintah.

Tidak mengherankan, kerjasama yang saling menguntungkan tersebut dapat terjalin karena diterapkannya sistem kapitalisme di negara ini dan seluruh negara di dunia. Sistem yang berasaskan kebebasan (liberal) sehingga segala sesuatu akan dengan mudah diliberalisasi termasuk bidang kesehatan. Hal ini tentu saja mengancam peran negara dalam menjamin kesehatan bagi seluruh masyarakat. Maka, tidak cukup dengan memperbaiki salah satu aspek saja. Namun, perlu perubahan mendasar yang mampu mengembalikan tatanan kehidupan sesuai hukum Allah swt Al Khalik dan Al Muddabir, Maha Pencipta dan Maha Pengatur seluruh alam semesta termasuk seluruh makhluk-Nya.

Yakni melalui penerapan sistem Islam, satu-satunya sistem yang mampu memperbaiki dan menuntaskan segala persoalan termasuk kesehatan. Di dalam Islam, kesehatan merupakan tanggung jawab negara dan menjadi hak dasar setiap individu yang dipenuhi oleh negara. Terselenggaranya pelayanan kesehatan yang berkualitas akan senantiasa diupayakan, sebagai bentuk penerapan sistem Islam dalam negara. Disamping itu, kemudahan akses dan biaya yang terjangkau bahkan gratis juga menjadi jaminan sistem kesehatan dalam Islam.

Sistem Islam juga menjamin keberlangsungan sumber daya manusianya, tidak lain para tenaga medis agar mereka mampu bekerja dengan baik melayani kebutuhan kesehatan masyarakat. Negara juga mendukung dengan adanya fasilitas sarana prasarana yang memadai dan hal terkaitnya. Sehingga seluruh masyarakat dapat merasakan besarnya tanggung jawab negara dalam mengurusi masalah kesehatan umat baik selama proses perawatan maupun pengobatan. Rasulullah saw bersabda,

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

 

Wallahu’alam bishowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *