Akibat Kecantol Kapitalisme, Penguasa Getol Naikkan Tarif Tol

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Akibat Kecantol Kapitalisme, Penguasa Getol Naikkan Tarif Tol

Emmy Harti Haryuni

Kontributor Suara Inqilabi

 

Lebaran sebentar lagi. Bagi mayoritas muslim tentu adalah momen yang sangat membahagiakan. Tapi bagi sebagian muslim justru merasa pilu karena trauma. Masih lekat dalam ingatan mereka saat tragedi macet di jalur tol Brexit pada lebaran 2016 lalu.

Tol Brexit atau Brebes Exit Toll Timur atau dengan kata lain Gerbang Tol Brebes Timur yang diresmikan Presiden Jokowi pada bulan Ramadhan 2016. Mengenaskan, tol yang baru saja diresmikan saat itu ternyata memakan banyak korban pemudik saat lebaran.

Bayangkan mereka para korban tragedi tersebut tidak bisa melupakan kejadian menyeramkan hingga menyebutnya dengan peristiwa bagai di neraka. Dua hari macet total dalam keadaan berpuasa di lahan yang tidak ada pemukiman penduduk, warung makan, toilet. Bahkan ada yang tiga hari mengalaminya, tanpa air minum, makanan, air bersih untuk buang hajat, di tengah cuaca terik panas.

Di antaranya banyak yang bawa anak, balita, bayi, dan orang lanjut usia. Sekitar 17 orang tewas dalam dalam tragedi tersebut. Hingga ada yang kering air matanya di dalam angkutan berjam-jam memangku jenazah ibunya yang tidak bisa segera dimakamkan karena macet total.

Dari fakta miris tragedi tol brexit tersebut dan sejumlah kemacetan di beberapa ruas jalan tol, rambu lalu lintas yang kurang memadai, kualitas jalan yang tidak prima, ditambah lagi dengan minimnya sarana dan prasarana pendukung yang dibutuhkan dalam safar atau perjalanan. Sungguh tak layak jalan tol tersebut disebut jalan bebas hambatan. Apalagi telah merenggut korban rakyatnya sendiri.

Namun, kini kenyataan pahit harus kembali dirasakan rakyat karena sejak tanggal 4 Februari 2024 pukul 00.00 WIB kemarin tarif tol di beberapa ruas jalan harganya telah resmi mengalami kenaikan. Misalnya pada ruas jalan Surabaya-Gresik, dimana alasan pemerintah bahwa kenaikan tarif tol tersebut berlandaskan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 149/KPTS/M/2024 pada 19 Januari 2024. (kompas.com, 04 Februari 2024)

Tarif tol naik dalam kondisi dimana rakyat tengah menjerit karena harga beras yang terus meroket. Padahal Ramadhan telah di depan mata, lalu akan menyusul lebaran, musim arus mudik, dan terus beruntun saatnya tahun ajaran baru masuk sekolah. Momen-momen dimana kebutuhan keuangan untuk belanja rumah tangga meningkat. Sungguh tega, sampai hati tak bisa kah merasakan derita rakyatnya sendiri?

Bukankah naiknya harga BBM yang mengakibatkan naiknya ongkos transportasi dan sejumlah harga sembako sudah membebani rakyat. Apalagi lalu terjadi penurunan daya beli masyarakat karena harga yang tidak terjangkau walau sekedar hanya untuk membeli sesuap nasi. Hal demikian bisa memicu terjadinya inflasi yang semakin menambah penderitaan rakyat.

Kapitalisme Melahirkan Penguasa Acuh

Derita tak terperi rakyat yang hingga detik ini tak kunjung sirna adalah buah dari kebijakan kapitalisme yang diambil penguasa. Pembangunan infrastruktur negara dilihat dari hitung-hitungan untung rugi tak peduli rakyat harus menjadi tumbalnya.

Sejatinya pencabutan subsidi berarti membiarkan rakyatnya berjuang sendiri untuk mempertahankan hidupnya. Hingga terkadang saling sikut dan baku hantam, atau bahkan harus terjun ke lembah dosa karena melakukan transaksi-transaksi bathil.

Di pihak lain, para pengusaha investorlah yang mengeruk laba besar semakin untung sementara rakyat buntung. Sehingga makin gamblang menunjukkan bahwa kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah berpihak pada oligarki, dan zhalim terhadap rakyat. Pengusaha jalan tol Yusuf Hamka dalam sebuah wawancara seperti yang dimuat di merdeka.com Maret 2023 secara blak-blakan mengatakan bila perusahaannya mendapatkan keuntungan 6 Milyar per hari. Bayangkan!

Oleh karena itu selama negeri tercinta kita masih dalam cengkraman kapitalisme, maka tarif jalan tol akan terus mengalami kenaikan. Sehingga menikmati jalan yang aman, bagus, berkualitas, dan gratis hanyalah impian bagi rakyatnya.

Padahal dalam Islam, jalan raya adalah masuk ke dalam infrastruktur milik umum, yang harus digunakan demi untuk kemashlahatan umat. Apalagi jalan adalah urat nadi kehidupan sedemikian pentingnya bagi perekonomian dan kesejahteraan rakyat, sehingga tidak diperbolehkan dimiliki atau dikuasa oleh perorangan apalagi oleh asing dan aseng yang mengambil keuntungan dari kepemilikan umum.

Bukan hanya itu, sistem Islam juga akan menyediakan jalan yang berteknologi mutakhir untuk memenuhi segala kebutuhan rakyatnya. Mengingat jalan bukan hanya penghubung satu daerah ke daerah lain untuk mendistribusikan logistik, tapi juga untuk keperluan penyebaran dakwah Islam melalui futuhat atau penaklukan-penaklukan ke berbagai penjuru dunia.

Sejatinya keberhasilan sebuah negara membangun infrastruktur jalan yang gratis, aman, lancar, seperti yang dibutuhkan umat adalah sangat tergantung dengan sistem bernegaranya. Apakah demi kemuliaan Islam dan kaum muslimin? Seperti Firman Allah:

وَلِلَّهِ ٱلْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِۦ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَـٰكِنَّ ٱلْمُنَـٰفِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ

“Padahal kemuliaan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.”(TQS. al-Munaafiquun: 8)

Wallahu’alam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *