Akibat dari Kehidupan Individualis

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Akibat dari Kehidupan Individualis

Arista Yuristania

Aktivis Muslimah

 

Masyarakat digegerkan dengan pemberitaan ditemukan nya jasad seorang ibu berinisial GAH (68), serta anak laki-lakinya berinisial DAW (38) ditemukan telah membusuk di kediaman mereka Perumahan Bukit Cinere, Depok, Kamis 7/9/2003. (kompas.com. 8 September 2003). Warga sekitar menemukan bahwa kedua mayat ibu dan anak itu membusuk, dan sudah menjadi kerangka di dalam kamar mandi rumah. Saat ditemukan kedua mayat tersebut dalam kondisi berdampingan. (tirto.id)

Kasus ini berawal dari kecurigaan warga dan petugas keamanan melihat kondisi rumah korban selalu dalam keadaan gelap tanpa listrik sejak 1 bulan terakhir. Kasus ini sangat mirip dengan kejadian penemuan satu keluarga di Kalideres pada November 2022 lalu. Kejadian tersebut juga terjadi di perumahan mewah dengan kondisi jenazah sudah dalam keadaan rusak saat ditemukan.

Kriminolog Andreas Eliasta Sembiring Meliala sependapat dengan dugaan polisi yang menyebut ada kemiripan antara kasus penemuan jenazah di Cinere, Depok yang terjadi Kamis kemarin, dan kematian satu keluarga di Kalideres pada 10 November 2022 lalu. (metro tempo.co). Selain itu kata Andreas ada kemiripan antara gaya hidup para korban di Cinere dan Kalideres, yaitu tertutup terhadap lingkungan sekitar, menyendiri, dan tidak mau berinteraksi dengan tetangga. (metro.tempo.co)

Penemuan mayat dalam waktu cukup lama hingga tinggal kerangka di Kompleks Perumahan, mencerminkan masyarakat yang kurang peduli dengan lingkungan, dan juga menggambarkan buruknya hubungan pertetanggaan yang terbentuk. Padahal manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan kelemahan dan kealpaannya. Oleh karena itu manusia membutuhkan orang lain untuk berbagi interaksi sosial, manusia juga membutuhkan orang lain untuk berbagi kebaikan serta rasa saling menjaga dan memelihara.

Namun faktanya saat ini individualisme begitu menguat dalam kehidupan bermasyarakat. Bahkan individualisme ini telah menjadi karakteristik masyarakat dalam peradaban kapitalis sekuler. Mirisnya kepedulian dianggap sebagai campur tangan terhadap urusan orang lain. Harus diakui bahwa sistem sekuler kapitalis membajak interaksi sosial di masyarakat sekaligus menggerus hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Sistem ini telah nyata melawan fitrah manusia dan hingga kini masih mau bertahan dengan sistem rusak ini.

Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan telah menetapkan liberalisme atau kebebasan sebagai standar berperilaku masyarakat. Alhasil individu masyarakat bebas menentukan sikap yang diinginkan termasuk bersikap antisosial. Maka negara tidak akan mempermasalahkan individu atau keluarga yang seperti ini. Sebab dalam sistem sekuler kapitalis negara hadir untuk menjamin kebebasan individu.

Negara tidak boleh mengekang kebebasan rakyat, sebab hal tersebut dipandang melanggar hak asasi seseorang. Kehidupan sekuler kapitalis juga telah membangun hubungan antar individu masyarakat sebatas hubungan kepentingan dan materi semata. Sebab standar kebahagiaan yang ditanamkan di tengah masyarakat adalah standar materi berupa harta, kekuasaan, ketenaran. Mereka merasa tidak membutuhkan orang lain lagi, sehingga terbentuklah sikap acuh terhadap keadaan sekitarnya. Meski pada hakekatnya tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri atau tidak membutuhkan orang lain.

Hubungan dibangun atas landasan materi juga seringkali mengakibatkan konflik strata sosial. Inilah gambaran masyarakat dalam negara yang menerapkan sistem sekuler kapitalis. Tak heran penemuan mayat yang sudah membusuk kerap terjadi dalam sistem ini. Sistem kehidupan yang berkiblat pada barat dengan spirit sekuler liberalisme dan individualis menjadikan fungsi negara mandul dalam membentuk masyarakat yang ideal yakni masyarakat yang menghasilkan interaksi produktif sehingga saling tolong-menolong dalam membangun umat. Oleh karena itu selama Negeri Ini masih menggunakan asas sekulerisme di bawah ideologi kapitalisme maka terbentuknya masyarakat yang tidak saling peduli akan semakin meluas.

Berbeda dengan masyarakat yang terbentuk dalam kehidupan Islam, yakni kehidupan yang diatur oleh aturan Islam kaffah. Selain menjadikan kepedulian terhadap tetangga sebagai akhlak mulia bahkan satu keharusan atau kewajiban.

Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya”. (Mutafaq Alaih)

“Syaikh Abu Muhammad bin Abi Jamrah mengatakan. Dan terlaksananya wasiat berbuat baik kepada tetangga dengan menyampaikan beberapa bentuk perbuatan baik kepadanya sesuai dengan kemampuan. Seperti memberi hadiah, salam, wajah yang berseri-seri ketika bertemu memperhatikan keadaannya membantunya dalam hal yang ia butuhkan dan selainnya, serta menahan sesuatu yang bisa mengganggunya dengan berbagai cara, baik secara rahasia (terlihat) atau maknawi (tidak terlihat)”. (Fathul Baari: X/456)

Islam memiliki mekanisme untuk mewujudkan kepedulian dalam kehidupan masyarakat secara real. Aturan Islam mengembalikan manusia pada tatanan kehidupan dari Dzat yang menciptakan manusia sebagai makhluk sosial yaitu Allah SWT. Hal ini akan diwujudkan oleh sistem Islam secara kaffah sebagai pelaksana dan penegak hukum syariat. Islam memiliki pandangan khusus lagi shohih tentang bagaimana seharusnya keluarga, masyarakat dan negara terbentuk.

Islam memandang bahwa masyarakat adalah sekumpulan orang yang memiliki perasaan pemikiran dan peraturan yang sama dan di dalamnya terjadi interaksi sosial berdasarkan aturan IslaM. Dalam Islam interaksi ini tidak terbatas dengan sesama muslim saja tetapi juga kepada tetangga yang non muslim.

Sistem Islam yang diterapkan dalam negara secara kaffah baik pada ranah keluarga masyarakat maupun negara, harus dibangun dan ditegakkan dengan landasan akidah Islam. Bukan manfaat yang bersifat materi. Keluarga, masyarakat, maupun negara harus dibentuk untuk mewujudkan misi penciptaan manusia di dunia ini sebagai hamba Allah.

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat 56)

Allah telah mengabarkan kepada manusia bahwa standar kebahagiaan hakiki adalah ridho Allah. Kemuliaan manusia tidak diukur dari banyaknya kekayaan dan pencapaian duniawi yang diraih, tetapi dari ketakwaannya kepada Allah. Standar kebahagiaan dan kemuliaan inilah yang akan membentuk masyarakat dalam Islam kaffah menjadi masyarakat yang gemar beramar ma’ruf nahi mungkar. Jadi tidak akan ada masyarakat yang tidak saling peduli karena semua berlomba-lomba dalam beramal sholeh dan membangun kemaslahatan di tengah kehidupan. Masyarakat yang bertakwa akan selalu mengontrol agar individu tidak melakukan pelanggaran syariat. Dalam rangka kontrol sosial ini negara juga mengangkat Hakim yang bertugas mengawasi ketertiban umum. Demikianlah masyarakat yang saling peduli hanya akan terbentuk dalam sistem Islam kaffah.

Wallahua’lam Bishshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *