Ada Apa di Balik Tuntutan Pembubaran MUI?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Eviyanti (Pendidik Generasi dan Member AMK)

 

Densus 88 Antiteror telah menangkap tiga orang yang diduga terlibat aksi teroris di Bekasi, Jawa Barat. Salah satu dari mereka adalah Ahmad Zain An-Najah, anggota pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Pasca penangkapan terduga aksi teroris oleh Densus 88 kali ini membuat MUI menjadi sorotan. Tagar tandingan seperti #dukungMUI juga turut memuncaki topik di ruang publik sebagai bentuk dukungan masyarakat pada MUI.
Ketua Umum Keluarga Besar Pelajar Isam Indonesia (KB PII), Nasrullah Larada, menegaskan merupakan ide dan gagasan konyol jika muncul keinginan untuk membubarkan MUI. Bahkan, kemunuculan ide ini sangat terkesan berasal dari kelompok yang tidak senang kepada umat Muslim karena dendam masa lalu. Seperti yang dikutip oleh republika.co.id, Ahad (21/11), ”Imbasnya akan lebih tragis lagi, nanti akan muncul kegelisahan bagi sebagian kelompok umat Islam atas peran mereka melalui MUI di dalam ikut berperan aktif membangun persatuan bangsa,” kata Nasrullah, di Jakarta, Ahad (21/11).

Menurut Nasrullah, bila dilihat dalam sejarah perjuangan hadirnya NKRI, umat Islam bersama TNI selalu bersatu padu dalam mewujudkan kesatuan dan persatuan negara Indonesia. Maka menjadi sangat naif jika tiba-tiba ada ide konyol yang mencoba memecah belah persatuan bangsa.

Pada sisi lain, lanjut Nasrullah, ghiroh atau semangat kebangkitan umat Islam Indonesia sekarang ini justru akan semakin membara bahkan semakin mengkristal ketika muncul gagasan membubarkan MUI tersebut. Oleh karena itu TNI dan Polri perlu mencurigai muncul provokasi yang memecah persatuan bangsa dengan mengambil isu agama.

“Gagasan pembubaran MUI inilah yang perlu diwaspadai sebagai bentuk radikalisme pemecah NKRI. Kelompok itulah yang sebenarnya tengah merusak jalinan persatuan bangsa. Umat Islam jelas sangat paham dan memperhatikan segala kecenderungan itu. Jangan dianggap kami diam saja,” kata Nasrullah menegaskan.

Bahkan, kata Nasrullah, bila benar-benar MUI sampai dibubarkan maka kondisi bangsa akan sangat terancam. ”Pelajaran ini sudah terjadi di Aceh. Dahulu ketika konflik Aceh di masa organisasi ulama di sana dibubarkan keadaan masih bisa dikendalikan karena masih ada ulama yang menjadi penengah. Tapi setelah dibubarkan, maka kini rakyat kemudian berhadap-hadapan langsung dengan aparat keamanan. Maka konflik Aceh makin berdarah dan berlarut. Apakah kita akan seperti itu bila MUI dibubarkan? Jelas kami tidak tahu karena tahu apa risiko terbesarnya bila nanti ada masalah. Maka kami tidak mungkin akan berdiam diri kalau MUI sampai dibubarkan.”

Penolakan serupa juga datang dari Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas. Ia menentang keras segala upaya yang mengganggu eksistensi MUI. Sebab, ia meyakini MUI merupakan bagian yang tidak bisa lepas dari Indonesia. Menurutnya, tidak tepat kalau meminta MUI bubar hanya lantaran satu orang terduga terlibat terorisme. Ia mengibaratkan andaikan satu WNI terlibat terorisme, tidak lantas menuntut Indonesia bubar juga. (Republika, 20/11/2021).

Isu terorisme seolah selalu diangkat dan selalu ada pihak yang memanfaatkan situasi untuk kembali memojokkan umat Islam. Isu ini seolah menjadi pembenaran dalam menyuarakan pembubaran MUI. Para pembenci Islam melihat kesempatan ini sebagai peluang untuk membungkam ulama kritis dan lurus. Entah kebetulan atau tidak, pasca ijtimak ulama MUI yang menyatakan jihad dan khilafah adalah ajaran Islam, terorisme kembali menggoyahkan umat. Sebagaimana kita ketahui, jihad dan khilafah selalu terstigma sebagai ajaran radikal yang memicu terorisme.

Kriminalisasi terhadap ulama yang tegas menyuarakan kebenaran berulang terjadi. Selama rezim ini berkuasa, banyak penangkapan terhadap ulama dan aktivis Islam yang kerap berseberangan pendapat dengan penguasa. Mereka yang lantang melawan kezaliman buru-buru mendapat cap radikal atau pemecah belah bangsa.

Oleh karena itu, umat mestinya cermat menyikapi peristiwa ini. Jangan sampai kita terjebak dengan narasi radikalisme-terorisme yang sengaja dihembuskan untuk mencitraburukkan Islam dan kaum muslim.

Tuntutan pembubaran MUI menunjukkan adanya pihak-pihak yang selalu mencari kesempatan untuk memberangus suara kritis ulama, apalagi bila Lembaga ulama (MUI) mulai kritis membela ajaran Islam dan mengoreksi kebijakan pemerintah
Peran MUI sebagai lembaga yang membimbing, mengayomi, dan membina kaum muslimin di Indonesia sangat penting. Sebagai lembaga yang mewadahi para ulama, cendekiawan, dan zu’amah, kehadiran MUI penting dalam merealisasikan amar makruf nahi mungkar. Sebab, tugas ulama ialah memandu umat agar memahami Islam secara kafah, benar sesuai syariat, dan melawan kebatilan. Untuk itulah ulama disebut sebagai pewaris Nabi.

Semestinya umat menyadari bahwa MUI justru harus melawan isu pembubaran, makin menyuarakan kepentingan Islam dan tidak boleh mencukupkan diri menjadi Lembaga fatwa untuk isu-isu yang mengokohkan program rezim.

Jelas sudah, tuntutan pembubaran MUI harus dilawan bersama oleh umat dan para ulama. Hal ini karena ulama adalah pelita umat yang akan mengantarkan mereka ke jalan kebenaran Islam.
Wallahu a’lam bishshwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *