KONFLIK AGRARIA,NEGARA MEMBELA SIAPA

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

KONFLIK AGRARIA,NEGARA MEMBELA SIAPA

Oleh Anna Franicasari

Aktivis Dakwah 

 

Betapa pentingnya persoalan agraria dalam Islam, tercermin dari kerasnya nada Nabi Muhammad SAW saat menyoroti orang-orang yang melakukan perampasan lahan secara aniaya terhadap tanah orang lain dengan cara yang bathil. Ketegasannya ini tercermin dalam sebuah hadist: “Barangsiapa mengambil satu jengkal tanah yang bukan haknya, ia akan dikalungi tanah seberat tujuh lapis bumi di hari kiamat” (HR Muslim).

Hadits tersebut diriwayatkan oleh sahabat Sa’id bin Zaid setelah mengalami sengketa tanah dengan seorang perempuan bernama Arwa binti Uways.

Pentingnya persoalan agraria ini, hingga umat Islam di Indonesia maupun di dunia, tidak kunjung menemukan format pemikiran yang komprehensif, integral, dan solutif, serta berwawasan jangka panjang tentang suatu “konsepsi agraria yang Islami”? Bahkan, dalam satu kasus konflik agraria kerap melibatkan berbagai sektor, mulai dari sosial, politik, hukum, hingga keamanan.

Hal ini secara resmi pada UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang mengatur mengenai tentang hak-hak atas tanah, air, dan udara.

KPA mencatat sepanjang tahun 2015 sampai dengan 2023, telah terjadi 73 letusan konflik agraria akibat proyek-proyek strategis nasional, yang terjadi di seluruh sektor pembangunan, infrastruktur, pembangunan properti, pertanian, agribisnis, pesisir, dan tambang. Sebanyak 212 konflik agraria terjadi dan 497 kasus kriminalisasi dialami oleh pejuang hak atas tanah di berbagai wilayah.Dan Sumatera Utara menjadi wilayah dengan konflik agraria terluas mencapai 215.404 hektar.

konflik lahan tersebut antara lain: 1.pembangunan sirkuit Mandalika 2.Nusa Tenggara Barat (NTB),

3.Bendungan Bulango Ulu Gorontalo, 4.pembangunan tol Padang – Pekanbaru

5.proyek kawasan ekonomi khusus di Gresik,

6.pembangunan PLTA di Pinrang.

7.penambangan Wadas untuk Bendungan Bener,

8.proyek Movieland MNC Lido City Sukabumi,

9.proyek lumbung pangan atau food estate di Sumatera Utara, 10.pembangunan Bolaang Mongondow di Sulawesi Utara.

11.pulau Rempang

Terjadinya kesewenang-wenangan kekuasaan dan korupsi agraria karena mengantongi begitu banyak kewenangan dan aset negara.

Inilah praktik domein verklaring tanah hutan terhadap tanah serta perkampungan warga yang berujung pada penggusuran dan pematokan tanah secara paksa oleh pemerintah. Hal ini berdampak pada 5,8 juta hektar tanah dan korban mencapai 1,7 juta keluarga di seluruh wilayah Indonesia.

Administrasi pertanahan dapat menjadi salah satu upaya dalam mencegah dan menyelesaikan konflik agraria. Dalam perselisihan timbul karena pelanggaran hak kepemilikan atas tanah atau sumber daya alam oleh dua pihak atau lebih.

Penyelesaian sengketa tanah tidak hanya dapat diselesaikan melalui jalur litigasi saja, melainkan juga melalui jalur non litigasi, seperti arbitrase, mediasi, juga konsiliasi. Karena masalah perampasan tanah ini menjadi sebab terjadinya krisis pangan, holangnya kedaulatan pangan petani sehingga banyak rakyat yang terlempar dari tanahnya sendiri dan terpaksa menjadi tenaga kerja upah murah ataupun pekerja non-formal yang bermigrasi ke kota hingga luar negeri.

Permasalahan lahan umumnya bermula dari kebijakan monopoli kepemilikan lahan oleh negara. Selanjutnya negara mengkomersialisasikan lahan tersebut untuk mendapatkan keuntungan. Ketimpangan akses masyarakat terhadap sumberdaya agraria khususnya lahan yang menyangkut masalah penguasaan, kepemilikan, dan pengusahaan lahan. Faktor-faktor dominan yang menimbulkan permasalahan lahan di Indonesia sebagai berikut.

1.Peraturan yang belum lengkap

2.Ketidaksesuaian peraturan

3.Pejabat pertanahan yang kurang tanggap terhadap kebutuhan dan jumlah tanah yang tersedia

4.Data yang kurang akurat dan kurang lengkap

5.Data tanah yang keliru

6.Keterbatasan sumber daya manusia yang bertugas menyelesaikan sengketa tanah

7.Transaksi tanah yang keliru

8.Ulah pemohon hak

9.Adanya penyelesaian dari instansi lain, sehingga terjadi tumpang tindih kewenangan

Islam memperbolehkan memiliki lahan dan kegunaannya. Namun hal tersebut patut didasarkan pada prinsip:

(1) bahwa apa yang dimiliki seseorang terdapat milik orang lain

(2) telah dengan tegas dikatakan “supaya harta itu jangan sampai beredar diantara orang-orang kaya diantara kamu (QS. 59:7

Islam menentang adanya akumulasi, dominasi dan konsentrasi. Seperti juga dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Ubaid, Rasullulah Saw pernah mengatakan, “Seluruh umat manusia mendapatkan hak yang sama di dalam air, padang rumput, dan api” .kepemilikan kebutuhan dasar manusia yang dapat dinikmati oleh umat secara luas.

Reforma agraria adalah untuk menegakkan keadilan dan memberantasg kemiskinan,sehingga tercipta suatu kehidupan yang lebih baik dan bermakna.Upaya reforma agraria tidak bisa bersifat eksklusif, melainkan perlu memasuki dimensi yang lebih luas, termasuk mendorong pembaruan dalam corak produksi dan terbangunnya suatu tatanan baru — dengan nilai-nilai yang baru. Dengan demikian dibutuhkan politik agraria baru, yang tidak berdasarkan pada corak produksi kapitalisme, melainkan corak produksi yang berpihak pada mereka yang tuna kisma (petani miskin, petani gurem, buruh tani—dan mereka yang berada di lapis bawah struktur sosial)

وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَالْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاۤءِ وَالْوِلْدَانِ الَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَآ اَخْرِجْنَا مِنْ هٰذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ اَهْلُهَاۚ وَاجْعَلْ لَّنَا مِنْ لَّدُنْكَ وَلِيًّاۚ وَاجْعَلْ لَّنَا مِنْ لَّدُنْكَ نَصِيْرًا

_dan mengapa kamu tidak berperang di jalan Allah dan membela orang-orang yang lemah”-QS.4:75

Dengan demikian, dapat dikatakan bawah Islam pada dasarnya mendukung terhadap agenda reforma agraria, Secara akidah, Islam memilki konsep tentang tanah.

Di masa Rasulullah, terlaksana pula kebijakan pembagian tanah dari tanah terlantar, dan penetapan tanah untuk kepentingan umum. Sebagaimana hadist yang disampaikan dari Asma’ binti Abu Bakar R>A bahwa Rasulullah SAW telah memberikan kapling tanah kepada Az-Zubair ra di Khaibar, yang di dalamnya terdapat pepohonan dan kebun kurma. Hak-hak atas tanah fikih membaginya ke dalam dua macam;

(1) Tanah yang dapat dimiliki oleh pribadi (haqqu al-tamlik),

(2) tanah-tanah yang diatur oleh pemerintah untuk kepentingan umum, yang disebut dengan al-Hima.

Rasulullah saw menetapkan hima atas air, padang rumput, dan api. Ketiganya itu merupakan sumber publik atau sumber penghidupan orang banyak.Rasulullah saw melarang melakukan privatisasi terhadap ketiganya, dengan alasan agar masyarakat banyak tidak terzalimi. Kebijakan pertanahan yang dilakukan oleh Rasulullah saw, dilanjutkan pula oleh para penerusnya, terutama para sahabat dan khalifah seperti; Abu Bakar ra, Umar bin Khattab ra, Utsman bin Affan ra, dan Ali bin Abi Thalib ra.

Ushul fiqh adalah metode penetapan hukum Islam, yang metode kerjanya dilakukan baik secara deduktif maupun induktif. Dengan metode ini akan ditemukan hubungan antara hukum atau aturan suatu kasus dengan dasar hukum yang menaunginya. Inilah Islam sebagai the way of life merupakan ajaran yang memberikan petunjuk pada arah kehidupan dan aturan-aturan (syariat) pada semua aspek kehidupan manusia guna memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat. Dan alangkah baiknya jika kita sebagai hamba memperbaiki hubungan dengan Allah SWT yang berlandaskan aqidahnya dan murni syari’atnya. Serta menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup untuk manusia. Hal ini menunjukkan bahwa Islam yang bersumberkan Al-Qur’an dan al-Sunnah benar-benar ditujukan untuk manusia sehingga ajarannya disesuaikan dengna fitrah dan kemampuan manusia.

Wallahu A’lam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *