Kejahatan Meningkat di Bulan Ramadan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kejahatan Meningkat di Bulan Ramadan

Ummu Nasywa

Member AMK dan Pegiat Literasi

 

Ramadan adalah bulan penuh rahmat, maghfirah, kemuliaan dan ampunan. Di mana amal perbuatan baik akan mendapat pahala, begitupun dengan dosa akan dilipat gandakan juga oleh Allah Swt. Sebuah momentum yang seharusnya digunakan untuk memperbanyak menebar kebaikan dan menjauhi keburukan.

Namun sayang, kesucian telah ternodai dengan maraknya kezaliman yang terjadi di tengah umat. Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengungkapkan bahwa pada Ramadan kali ini, kasus kriminal atau gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) mengalami peningkatan signifikan. Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Erdi Ardimulan Chaniago dalam keterangan resminya menerangkan, bahwa pada 18 Maret 2024 terjadi kenaikan kasus sebanyak 1.145 kasus atau 112,14 persen. Ia mengatakan, terdapat 5 jenis pidana yang menjadi catatan tertinggi kepolisian, yaitu perampokan dengan pemberatan, narkotika, curanmor, judi dan perampasan dengan kekerasan.

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai bahwa meningkatnya tren kejahatan pada bulan Ramadan hingga menjelang lebaran disebabkan oleh adanya kenaikan sembako yang tinggi. Menurutnya, dengan adanya peningkatan harga-harga maka pengeluaran penduduk pasti akan meningkat, sementara di sisi lain penambahan penghasilan tidak ada (Mediaindonesia.com, 27/03/2024)

Bambang juga sangat menyayangkan tindakan dari kepolisian untuk mengantisipasi kriminal ini. Menurutnya, upaya yang dilakukan seperti operasi kamtibmas hanya sebatas seremonial dan rutinitas tahunan saja tanpa ada evaluasi secara substansif. Padahal, siklus pidana di Bulan Ramadan dan menjelang lebaran itu terjadi setiap tahun, seharusnya mereka bisa mengantisipasi kejahatan-kejahatan tersebut dengan cara yang tepat.

Maraknya kejahatan di Bulan Ramadan memang tidak bisa dilepaskan dari berbagai faktor, baik intern yang dipengaruhi oleh keimanan muslim mayoritas yang masih lemah sehingga mudah melakukan kemaksiatan. Juga faktor ekstern yakni penerapan metode kehidupan kapitalisme-sekularisme. Paham sekular menolak peraturan agama dalam ranah publik kini menjadi landasan bagi segala aspek, mulai dari edukasi, ekonomi, pergaulan, dan sebagainya. Di mana pendidikan sekular akan melahirkan individu-individu liberal atau berperilaku serba bebas dan menstandarkan kebahagian pada nilai materi atau kesenangan jasadiyah. Hal inilah yang menjadikan umat dengan mudah melakukan kejahatan atau kriminalitas. Materi pengajaran syariat dalam paham ini sangat minim bahkan sudah ditemukan upaya penyelewengan terhadap ajaran yang disesuaikan dengan pemikiran-pemikiran liberal atau dikenal dengan istilah moderasi agama.

Sekularisme juga telah dijadikan sebagai landasan ekonomi di negeri ini, yang mana tidak melibatkan agama di dalamnya. Tujuan yang dicari hanya memperkaya diri atau memperbanyak materi semata dan semua dikendalikan oleh pihak swasta, metode ini disebut dengan ekonomi kapitalis. Mekanisme ini sejatinya yang menjadi penyebab utama lahirnya kemiskinan secara struktural di tengah umat. Liberalisasi kepemilikan publik dan leluasanya pihak swasta dalam mengendalikan hajat hidup rakyat telah nyata menjauhkan penduduk dari kesejahteraan. Tidak heran kebutuhan meningkat di tengah pendapatan yang hanya distandarkan pada upah minimum provinsi/kabupaten/kota. Di sisi lain ketidakpastian perniagaan mutlak dalam metode perdagangan kapitalisme telah memasifkan PHK dan meningkatkan jumlah pengangguran.

Rakyat yang seharusnya mudah menikmati akses kebutuhan pokoknya seperti air, listrik, migas, jalan, pendidikan, dan kesehatan, menjadi sulit dalam mendapatkannya dan berbiaya mahal. Kebijakan yang ditetapkan dianggap telah gagal mengantisipasi lonjakan harga bahan pangan di hari-hari raya besar. Tingginya angka kriminalitas diperburuk dengan sanksi hukuman yang tidak menjerakan.

Sungguh, persoalan kejahatan di negeri ini hanya akan tuntas melalui penerapan syariat di bawah naungan kepemimpinan Islam di mana penguasa yang berperan sebagai raa’in atau pengurus berkewajiban menjamin kesejahteraan rakyat juga keamanannya. Sejarah kegemilangan penerapan syariat telah terbukti dapat membangun kehidupan yang aman dan tenteram. Dengan kekuatan tiga pilar yaitu ketakwaan individu, masyarakat yang peduli dan negeri yang menerapkan aturan syariat secara sempurna.

Pada tatanan individu, pemimpin Islam membina kepribadian individu rakyat sehingga menjadi sosok yang bertakwa. Negara juga akan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam juga mengutus para pendakwah ke berbagai penjuru negeri untuk mengajarkan akidah dan syariat Islam di tengah umat. Ketakwaan inilah yang akan menjadi pencegah manusia melakukan berbagai tindakan kejahatan yang dilarang syariat.

Pada tatanan masyarakat, akan muncul budaya amar ma’ruf nahi munkar dan sikap saling peduli, sehingga terbentuk ghirah saling bersaing dalam beramal shalih di tengah masyarakat bukan hanya mengejar duniawi. Demikian juga saling membantu jika ada yang kesusahan secara materi. Pada tatanan negara, pemimpin negara bertanggungjawab menyejahterakan penduduknya dengan memenuhi kebutuhan dasar (asasiyah) yang berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Hal ini juga bisa mencegah seseorang berbuat kriminal.

Tiga hal tersebut adalah solusi dalam menyelesaikan kriminal pada aspek preventif. Adapun pada aspek kuratif, negara menerapkan hukum yang tegas dan adil. Hukuman dalam sistem Islam berfungsi sebagai jawabir atau penebus dosa pelaku dan zawajir atau pencegah orang lain berbuat hal yang serupa. Hal ini disandarkan pada dalil syariat bahwa seorang pencuri wajib mendapat hukuman potong tangan tidak boleh diganti dengan yang lainnya. Demikianlah, hanya dengan penerapan sistem Islam yang mampu menjamin kesejahteraan seluruh rakyatnya dan menjamin terwujudnya rasa aman dan tenteram dalam hidup.

Allah Swt. berfirman:

“Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi.” (TQS. Al-Maidah [5]:32)

Wallahu a’lam bi ash-Shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *