Wacana KUA Tempat Nikah Semua Agama Bikin Gaduh

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Wacana KUA Tempat Nikah Semua Agama Bikin Gaduh

Yani Riyani

(Ibu Rumah Tangga)

 

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas telah menyampaikan wacana Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai pusat layanan keagamaan, termasuk didalamnya tempat pencatatan nikah dari semua agama. Hal ini disampaikan Cholil Qoumas dalam Rapat Kerja Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kementrian Agama (TEMPO.CO.Jakarta).

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten bandung tidak keberatan jika Kantor Urusan Agama (KUA) mencatatkan pernikahan warga non muslim, dan aulanya digunakan sementara untuk peribadatan mereka, karena memang sudah seharusnya KUA itu melayani semua warga negara tak hanya umat Islam saja. “Secara formal memang KUA itu untuk melayani semua agama yang ada di Indonesia dan mereka juga mempunyai hak yang sama sebagai warga negara. Jadi tidak masalah kalau pernikahan warga non muslim dicatatkan di KUA.” kata Ketua Bidang Informasi dan Komukasi MUI Kabupaten Bandung Aam Muamar (Inilahkoran.com, Soreang, 28/02/2024).

Faktor sejarah terkait pembagian pencatatan pernikahan itu harusnya dirujuk agar niat baik Menag tidak malah Offside atau melampau batas. Apalagi menjadikan KUA sebagai tempat pencatatan nikah bagi semua agama yang berdampak luas dan melibatkan semua umat beragama belum pernah dibahas dengan Komisi VIII DPR RI. Sementara banyak warga yang merasa resah dan sebagian menolak rencana program yang diwacanakan menag tersebut.

Pernikahan dalam Islam adalah ibadah yang sakral, dengan akad nikah dua insan dihalalkan dirinya untuk berhubungan. Oleh karena itu, syarat dan tatacaranya diatur sedemikian rupa. Hal itu dianggap senapas dengan amanat UU Perkawinan No 1 tahun 1974 yang menegaskan bahwa pernikahan dinyatakan sah jika dilaksanakan menurut ajaran agama. Sehingga wacana yang dilontarkan oleh Kemenag tersebut perlu dilakukan kajian lapangan. Dialog dengan berbagai pihak lintas agama juga penting dilakukan untuk mengetahui tentang wacana itu. Hal itu penting agar tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Sumber daya di KUA sendiri serta regulasi dan pembiayaannya juga perlu dibuat terlebih dahulu untuk menghindari kebingungan pada pelaksanaanya. Apalagi wacana tersebut belum tentu dibutuhkan umat di luar Islam karena selama ini proses pernikahan berjalan lancar sesuai agamanya masing-masing. Semestinya ide ini tidak dilontarkan begitu saja sebelum dirembukkan hanya untuk melayani minoritas. Yang dikhawatirkan non muslim justru belum membutuhkan hal ini, mengingat pelaksanaan pernikahan mereka selama ini juga berjalan baik dan khidmat dengan tatacara agamanya masing- masing.

Untuk diketahui, selama ini KUA berfungsi sebagai tempat pencatatan pernikahan umat Islam. Sedangkan pencatatan nikah agama di luar Islam dilakukan di Kantor Pencatatan Sipil. Rencana perubahan KUA untuk melakukan pencatatan nikah semua agama, ini tidak sesuai dengan filosofi sejarah KUA di Indonesia. “Pengaturan pembagian pencatatan nikah yang berlaku sejak Indonesia merdeka yakni muslim di KUA dan non-muslim di pencatatan sipil. Selain mempertimbangkan toleransi juga sudah berjalan baik, tanpa masalah dan penolakan yang berarti. Maka usulan dari menag itu jadi ahistoris dan bisa memicu disharmonisasi ketika pihak calon pengantin non muslim diharuskan pencatatan nikahnya di KUA yang indentik dengan Islam.

Menurut aturan yang berlaku dalam UUD NRI 1945, perubahan layanan KUA ini justru dapat memunculkan masalah sosial dan psikologis di kalangan non muslim, tak hanya itu perubahan ini juga menimbulkan inefisiensi prosedural. Hingga saat ini belum ada kesamaan pandangan antara pemuka agama terkait rencana menteri agama tersebut. Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian di Persatuan Gereja-gereja Indonesia Pdt Henrek Lokra meminta agar gagasan itu dipertimbangkan matang-matang, ia menjelaskan ajaran kristen memyebutkan perkawinan dianggap sah jika pemberkatannya dilakukan di gereja dan diberkati oleh pendeta. Adapun legalitasnya berupa pencatatan pernikahan dilakukan di Kantor Catatan Sipil. Kalau di kemudian hari pemberkatan dan pencatatan pernikahan dilakukan di KUA, maka itu manyalahi dua peraturan sekaligus : UU Perkawinan dan UU Adminduk.

Untuk diketahui Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan menyatakan, perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. Perundang-undangan yang dimaksudkan itu merujuk pada pasal 3 angka 17 UU Administrasi Kependudukan yang menyebutkan bahwa setiap penduduk wajib melaporkan perkawinan kepada instansi pelaksana dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan. Artinya, perkawinan bagi umat muslim wajib dicatatkan di kantor urusan Agama (KUA) dan untuk pasangan Non-Muslim di kantor catatan sipil.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas juga meminta Kemenag mengkaji idenya agar tidak menimbulkan kegaduhan di tengah umat dan masyarakat. Bersandar pada aturan yang ada hingga saat ini KUA masih berada dibawah Dirjen Bimas Islam yang mana direktorat yang mengurus bagian persoalan islam. Dan jika aturan tidak diubah, maka pelaksanaanya nanti yang menikahkan pasangan Kristen, Buddha, Hindu adalalah penghulu. “Yang namanya KUA bukan dibawah Dirjen Agama Katolik, Kristen, Hindu atau Buddha.” Selain itu juga banyak kantor KUA memakai tanah wakaf yang peruntukkannya sudah jelas untuk masalah-masalah yang terkait dengan umat Islam.

Dari semua yang tengah terjadi menjadi kegaduhan di berbagai kalangan pemerintahan yang terkait terlebih lagi pada umat dan masyarakat saat ini, jelas tergambar pluralisme rezim yang masih mengusung sistem sekuler kapitalis mau siapapun penguasanya yang baru dan jajarannya tidak akan mengubah tatanan perubahan kepemimpinan sebelum pemikiran, pemahamannya kembali ke sistem Islam yang semua aturannya sudah ditata secara hakiki oleh Allah SWT yang mana ketetapannya seorang pemimpin harus betul-betul menerapkan aturan-aturan-Nya.

Kita sangat menginginkan kehadiran kembali seorang Khalifah sebagai perisai umat disegala lini kehidupan terutama yang menyangkut instansi pernikahan setiap umat sesuai dengan kepercayaannya masing-masing di tempat-tempat peribadatannya. Hanya dengan sistem Islamlah semua akan terwujud yang tidak akan terjadi kegaduhan umat dan di masyarakat pada umumnya dan sebaliknya akan memberikan ketenangan dan kedamaian didalam sebuah Daulah Khilafah Islamiyah.

Allah berfirman:

Yang artinya: “Diantara tanda-tanda ( kebesaran-Nya) ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tentram kepadanya. Dia menjadikan diantaramu rasa cinta dan kasih sayang sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (TQS Ar-Rum (30 )ayat 21).

Wallahu’alam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *