Perceraian Tinggi, Potret Rapuhnya Pondasi Pernikahan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Perceraian Tinggi, Potret Rapuhnya Pondasi Pernikahan

Oleh Erni Herlina

Kontributor Suara Inqilabi

Perceraian adalah putusnya ikatan sehingga kedua pihak tidak lagi berstatus sebagai pasangan dan tidak lagi menjalani kehidupan bersama. Di Kabupaten Karawang, sebanyak 2.356 istri menggugat cerai suaminya dalam kurun waktu Januari hingga Agustus 2023.

Dalam kurun waktu tersebut, tercatat 3.070 perkara perceraian, dengan 714 perkara cerai talak, dan 2.356 perkara cerai gugat. Perselisihan dan pertengkaran menjadi penyebab utama perceraian, sehingga total perkara perceraian terdiri dari 1.533 perkara perselisihan, 1.017 perkara faktor ekonomi, dan 73 perkara salah satu pihak meninggalkan pasangan atau perselingkuhan.

Ada banyak dampaknya yang terjadi dalam perceraian. Dampak emosional, terutama pada pasangan yang bercerai, mungkin merasa kehilangan, depresi, dan cemas, terutama jika ada anak-anak. Dampak sosial, bisa memengaruhi hubungan sosial dalam keluarga besar dan lingkungan, dengan individu merasa terasing atau kesulitan beradaptasi. Dampak finansial, seringkali melibatkan pembagian aset dan sumber daya keuangan, memengaruhi stabilitas finansial kedua pihak. Dampak pada anak, anak akan mengalami kesulitan menyesuaikan diri, perasaan cemas, atau masalah perilaku lainnya.

Perceraian adalah solusi terakhir sebagai pintu darurat yang dapat ditempuh jika rumah tangga tidak dapat lagi dipertahankan keutuhannya. Islam menunjukkan bahwa sebelum mencapai tahap ini, usaha perdamaian antara kedua pihak harus diutamakan, baik melalui “Hukum” maupun tindakan-tindakan yang bersifat pengajaran.

Tingginya angka perceraian mencerminkan rapuhnya bangunan keluarga, yang dapat disebabkan oleh kurangnya visi keluarga yang berorientasi pada nilai-nilai duniawi serta lemahnya peran negara dalam melindungi anak-anak.

Keluarga Muslim seharusnya memiliki visi dan misi yang berlandaskan pada ajaran Islam. Negara yang memiliki mekanisme untuk menciptakan lingkungan aman dan nyaman juga dapat mendukung terwujudnya keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah.

Wallahu’alam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *