Peran Keluarga Tak Cukup Mencegah Terjadinya Kekerasan Seksual

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Peran Keluarga Tak Cukup Mencegah Terjadinya Kekerasan Seksual

Oleh Watini Aatifah

Kontributor Suara Inqilabi 

Sering kita jumpai pelecah seksual di jalan, ketika naik kendaran umum, di sekolah, di kampus di mall, bentuk pelecehan seksualnya pun bermacam-macam ada cat calling atau pelecehan seksual verbal, komentar seksual tentang tubuh, lelucon kotor seksual ajakan seksual, hingga sentuhan fisik dan pemaksaan.

Setiap tahun kasus pelecehan seksual di negeri ini terus terjadi. Predator- predator kini tak hannya mengintai di jalanan seringkali kita jumpai candaan-candaan bernada seksual lewat medsos. Pesan-pesan tak senonoh hingga mengirim photo atau video porno kepada sesama rekan atau lawan jenis yang menjadi incaran. Pelecehan tidak hanya menimpa wanita namun bisa juga menimpa pria dan juga anak-anak.

Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Indra Gunawan mengatakan, banyak anak enggan melapor saat jadi korban kekerasan seksual di rumah. Korban berpikir hal itu adalah aib atau mencoreng nama baik. Dia menghimbau agar orang tua juga menciptakan ruang aman dan nyaman bagi anak untuk berkomunikasi.

“Mencegah terjadinya kekerasan seksual dapat dimulai dari keluarga, sebab keluarga sebagai lembaga terkecil yang aman bagi setiap anggota bisa melindungi anak-anak mereka dari kekerasan seksual. Peran keluarga dalam pencegahan dapat dimulai dari memberikan edukasi kepada seluruh anggota keluarga terutama anak-anak serta membangun komunikasi yang berkualitas bagi anggota keluarga,”

kata Indra dalam kegiatan Media Talk di kantor KemenPPPA, Jakarta, Jum’at (25/8/2023)

Keluarga memang memiliki andil dalam masalah ini, hanya saja kasusus kekerasan seksual bukan hanya disebabkan rapuhnya keimanan seseoarang saja. Atau minimnya pengetahuan tentang hal itu. Kekerasan seksual yang terus terjadi di negeri ini adalah akibat diterapkannya sistem sekulerisme kapitalisme. Sistem ini menjauhkan manusia dari agama, memisahkan agama dari kehidupan sehingga tujuan hidup hanya sekedar meraih kesenangan dan kepuasan semata.

Buktinya lemahnya pendidikan agama dari orang tua kepada anak-anaknya tersebab mereka bekerja demi memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Media sosial yang berbau pornografi juga mercuni pemikiran-pemikiran mereka. Pergaulan bebas yang terjadi seperti pacaran menjadi hal yang lumrah di tengah-tengah masyarakat. Sejatinya tak cukup hanya mengandalkan keluarga, namun butuh peran nyata negara dan masyarakat. Apalagi persoalan mendasar adanya sistem yang rusak yang membuka peluang terjadinya kekerasan seksual pada anak.

Sistem sanki yang diterapkan negara saat ini tidak tegas sehingga korban kekerasan seksual tidak mendapat keadilan yang sesuai harapan. Jadi akar permasalahan kasus ini bukan terletak dari minimnya peran keluarga terutama orang tua namun karena penerapan sistem sekulerisme kapitalisme.

Lantas bagaimana Islam menangani masalah ini? Islam sebagai ideologi, Islam memiliki seperangkat aturan baku yang sangat terperinci dan sempurna mencakup seluruh aspek kehidupan. Untuk menyelesaikan kasus kekerasan seksual Islam mampu menyelesaikannya dengan peneran beberapa sitem. Seperti sistem pergaulan, sistem ekonomi dan permediaan dan sanksi.

Tak hanya itu Islam juga mewajibkan tiga pilar yakni orang tua, masyarakat, dan negara menjalankan perannya masing-masing untuk mencegah kekerasan seksual. Adapun peran orang tua adalah mendidik anak mereka dengan menerapkan syariat Islam. Orang tua wajib menanamkan akidah kepada anak-anaknya hingga terbentuk kesadaran diri anak bahwa dia adalah hamba Allah SWT yang wajib mentaati perintahnya dan menjauhi larangannya.

Orang tua juga harus mengajari syariat Islam kepada anak-anaknya seperti memisahkan tempat tidur anak-anak sejak usia tujuh tahun, membiasakan menutup aurat dan tidak berkhalwat, mengetahui siapa saja mahramnya. Aturan ini akan membetengi anak-anak dari kemaksiatan.

Sedangkan masyarakat memiliki peran yang menciptakan kehidupan yang berasaskan Islam yaitu sebagai wadah terwujudnya amal ma’ruf nahi munkar dan saling tolong menolong dalam kebaikan. Masyarakat seperti ini akan terbentuk jika Islam diterapkan seutuhnya. Ketika masyarakat dalam kondisi baik mereka tidak akan membiarkan kemaksiatan terjadi termasuk kekerasan seksual.

Dari sisi negara, Islam mewajibkan penguasa sebagai penerap hukum Islam dan penjamin keamanan rakyat. Kasus kejahatan bermula karena kebutuhan dasar masyarakat tidak terpenuhi.

Oleh karena itu penguasa Islam menjamin kebutuhan-kebutuhan tersebut terpenuhi. Penguasa Islam akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang menjamin setiap laki-laki mendapat pekerjaan dengan bekerja mereka akan bisa menafkahi keluarganya dengan cara yang baik.

Jaminan ini akan menjadikan tugas ayah dan ibu dalam mendidik anak tidak tumpeng tindih. Sistem pergaulan Islam yang diterapkan membuat mereka menjadi sosok -sosok yang menjaga diri dari perbuatan haram seperti ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan tanpa hajat syari) berkhalwat atau berdua-duaan, bertabaruj, dan zina.

Sehingga masyarakat akan menjadi bersih jiwa dan akalnya karena semua itu yang memicu bangkitnya syahwat akan ditutup. Apalagi media dalam sistem Islam sebagai sarana edukasi kepada masyarakat terkait hukum-hukum syariat. Sarana meningkatkan taraf berfikir mereka dengan informasi politik dan IPTEK. Penerapan sistem seperti ini akan menjadikan masyarakat akan tersuasanakan dalam kebaikan.

Kesuksesan dalam mendidik anak tidak hanya diukur dari kemampuan memberikan materi yang dibutuhkannya, tetapi lebih jauh adalah membimbing mereka untuk mempersiapkan segala hal menuju dewasa, menjadi pribadi yang baik dan berkarakter Islam sehingga terhindar dari keinginan untuk melakukan kekerasan seksual dan menjadi korban kekerasan seksual.

Wallahu’alam bishshawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *