KEKERASAN RUMAH TANGGA YANG BERUJUNG KEMATIAN

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

KEKERASAN RUMAH TANGGA YANG BERUJUNG KEMATIAN

Oleh Selfiana Y.M Nur

Kontributor Suara Inqilabi

Fenomena KDRT kian marak di keluarga masyarakat Indonesia. KDRT yang kian menjamur ini menarget perempuan sebagai korban kekerasan. Tentu saja alasan dari KDRT itu dipicu dengan berbagai alasan. Dan bahkan KDRT itu sendiri berujung pada maut.

Menurut catatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) ada sebanyak 25.050 perempuan menjadi korban kekerasan di Indonesia sepanjang 2022. Jumlah tersebut meningkat 15,2 persen dari tahun sebelumnya sebanyak 21.753 kasus. (Kompas.com/23/8/23)

Menurut data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) sepanjang 2023 (terakhir dikutip 14 September 2023), total keseluruhan jumlah kasus kekerasan di Indonesia mencapai 18.466 kasus, dari angka tersebut korban terbanyak adalah perempuan yaitu mencapai 16.351 orang. Dari keseluruhan jumlah kasus, ada 11,324 kasus KDRT. Jumlah korban dalam kasus KDRT mencapai 12.158 atau tertinggi dibandingkan kategori lainnya.

Terdapat sejumlah kasus kekerasan rumah tangga (KDRT) yang berujung pada kematian. Seperti beberapa kasus yang terjadi belum lama ini yaitu; Seorang suami berinisial N tega membunuh istrinya pada Kamis, 7 September 2023. Pembunuhan ini bermula dengan kasus KDRT yang dilandasi motif sakit hati dan faktor ekonomi. Korban dianiaya hingga tewas di tangan suami dengan menggorok leher korban menggunakan pisau. Hal pilu ini disaksikan oleh dua anaknya yang baru berusia 3.5 tahun dan 18 bulan.

Kasus lain terjadi pada Senin, 5 Juni 2023. Seorang suami berinisial A menganiaya istrinya yang berinisial E kemudian mengikat lehernya menggunakan sarung hingga tewas. Kemudian, kasus pembunuhan lainnya karena KDRT terjadi pada ahad, 14 Mei 2023. Pelaku yang tidak lain adalah suami memukul istrinya hingga tidak sadarkan diri. Meski korban sempat dilarikan di rumah sakit, namun tetap saja nyawa korban tidak tertolong.

Keluarga yang seharusnya menjadi tempat teraman dan kebahagiaan justru menjadi sebuah ancaman dan penderitaan. Indonesia dengan mayoritas muslim telah jauh dari gambaran islam yang mengutamakan kesejahteraan dan keharmonisan keluarga muslim. Umat Islam yang seharusnya menjadi contoh kebahagiaan keluarga justru menunjukkan terpuruk sebuah keluarga dengan berbagai kekerasan sampai pembunuhan.

Ada dua faktor penyebab terpuruknya keluarga muslim saat ini. Yaitu; pertama, faktor internal umat Islam yakni lemahnya Aqidah Islam pada diri seorang muslim yang kurang memahami hakikatnya sebagai hamba Allah subahaana wa’ala. Mereka jauh dari syariat Islam yang mengatur fungsi keluarga serta aturan-aturan dalam keluarga. Rapuhnya Aqidah sehingga tidak memberikan kekuatan dan kesabaran seorang hamba dalam menghadapi kesulitan dan beratnya kehidupan, dan menjadikan kemaksiatan adalah hal yang biasa.

Kedua, faktor eksternal, yaitu berupa pemikiran dan budaya sekuler, memisahkan agama dari kehidupan. Faktor ini hal yang rusak dan perusak terutama paham liberalisme yaitu sebuah kebebasan yang menjauhkan keluarga muslim dari syariat Islam.

Kemudian sistem kapitalisme yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat menjadikan beratnya beban hidup keluarga muslim karena sulitnya ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Seorang muslim yang tidak dilandasi dengan Aqidah yang kokoh akan sulit menghadapi beratnya kehidupan dan tidak dapat mengendalikan emosi sehingga menyebabkan aksi kekerasan.

Islam mengatur baik dari Aqidah seseorang, ekonomi dan negara. Dalam sistem Islam, negara membantu rakyatnya agar hidup tenang aman dan damai dalam suasana keimanan. Kemudian, dengan memenuhi kebutuhan manusia dan menyejahterakannya melalui penerapan Islam Kaffah.

Wallahu’alam bish-shawwab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *