KDRT Mengakar, Kapitalisme :Potret Rusaknya Tatanan Keluarga 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

KDRT Mengakar, Kapitalisme :Potret Rusaknya Tatanan Keluarga 

Antika Rahmawati

(Aktivis Dakwah) 

 

Keluarga utuh menjadi dambaan setiap orang, di mana mereka memiliki rumah untuk hanya sekedar melepas lelah. Di tengah tuntutan pekerjaan atau kegiatan di luar, keluarga lah tempat yang tepat untuk berbagi cerita. Tetapi, Apa jadinya jika semua bayangan tentang keluarga ini sirna dengan adanya kekerasan di dalamnya? tentu semua bayangan indah tentang keluarga itu sirna seketika.

Tentunya di balik tirai keindahan dalam lingkup keluarga, tersimpan banyak konflik yang tidak pernah diduga oleh siapa pun. KDRT yang masih menjadi konflik mencolok dalam keluarga hari ini, menunjukkan bahwa tatanan keluarga sedang terancam parah. Seperti hal nya yang terjadi di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, yang melibatkan seorang suami sebagai pelaku tega membakar istrinya hidup-hidup.

Dengan alasan “cemburu buta,” polisi ungkap motif pelaku yang membakar istrinya setelah mengetahui sang istri tengah dekat dengan pria lain lewat pesan singkat elektronik. (kompas.com, 5-12-2023). Belum tuntas kasus suami bakar istri, kemudian muncul pula kasus ayah bunuh 4 anaknya.

Peristiwa yang terjadi di Jagakarsa, Jakarta Selatan berakhir kematian sang ayah dengan cara bunuh diri. Pelaku berinisial PD ini melakukan aksinya dengan motif rasa cemburu kepada sang istri, yang pada saat kejadian sedang melakukan rawat jalan di sebuah rumah sakit.(megapolitan.kompas.com, 9-12-2023).

Keluarga dalam Dekapan Kapitalisme

Kasus kekerasan dalam rumah tangga, yang dialami sebagian individu kini belum juga mereda. Maraknya motif kekerasan rumah tangga, menjadikan pondasi rumah tangga setiap individu menjadi lemah. Akibatnya, marak aksi pembunuhan yang pelakunya sendiri adalah orang terdekat. Pengaturan rumah tangga dalam bingkai kapitalisme, begitu banyak menuai konflik.

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terjadi setiap saat, sebab setiap anggota keluarga tidak berbekalkan ilmu sebelum menikah sebagai pegangan ke duanya dalam menyelesaikan problem rumah tangga. Permasalahan keluarga muslim saat ini berada dalam belenggu kapitalisme, di mana dalam menjalankan peran masing-masing masih minim literasi terutama pemahaman agama.

Dalam hal ini, setiap pasangan suami istri sebelum menikah harus mempersiapkan bekal yang cukup. Sebab tujuan menikah tentu bukan hanya soal “cinta”, namun juga persoalan yang lain terkait ekonomi, memahami hak dan kewajiban masing-masing, komunikasi masing-masing pasangan, ilmu parenting dan lain sebagainya. Sehingga dalam mengarungi rumah tangga setelah menikah, tidak terjadi kesalah pahaman dalam komunikasi serta mengetahui batasan-batasan interaksi terhadap yang bukan mahrom.

Dan hal tersebut sangat jarang diterapkan dalam sistem kapitalisme hari ini, akibatnya banyak manusia yang bertindak di luar kendali. Bahkan hari ini semakin hari semakin tinggi kasus kekerasan, terutama di lingkup rumah tangga. Mirisnya, anak-anak yang tidak bersalah pun turut menjadi sasaran kedua orang tuanya.

Nyawa manusia dalam belenggu kapitalisme hari ini nyaris tidak ada harganya, ini semua akibat asas sistem saat ini yang tidak berlandaskan akidah. Bahkan kasus KDRT ini kian masif, hukum yang berjalan tidak memberi efek jera bagi para pelaku KDRT itu sendiri. Kapitalisme tidak menjamin kesejahteraan dalam lingkup keluarga, sebab pemahaman yang jauh dari agama menjadi pemicu hadirnya kekerasan sebagai jalan penyelesaian masalah.

Tidak Adanya Visi dalam Rumah Tangga

Dalam menjalankan bahtera rumah tangga, setiap pasangan sudah mempunyai visi atau tujuan untuk berumah tangga. Namun, sistem kapitalisme menjadikan setiap individu hanya hidup dalam tuntutan materi. Sehingga mereka yang ingin menikah hanya memikirkan cara mengumpulkan harta untuk persiapan acara pernikahan, namun tidak memikirkan visi yang mereka punya untuk menikah.

Bahkan tidak jarang, individu kapitalis menikah dengan mengambil jalan yang keliru. Yakni bukan dengan tuntunan syariat, tetapi dengan trend perkenalan, jalan berdua-duaan tetapi mereka tidak memahami konflik rumah tangga dan sifat asli pasangannya setelah menikah. Yang akhirnya, semua berakhir sia-sia dengan melakukan tindak kriminal dan bukan hanya istri atau suami yang menjadi sasaran anak-anak pun turut menjadi korbannya.

Miris, anak yang tidak mengerti apa yang terjadi pada kedua orang tuanya itu harus ikut terkena imbasnya. Hilangnya peran orang tua serta pemahaman solusi untuk menyelesaikan masalah, bakhirnya memilih kekerasan yang juga menyasar pada anaknya sendiri. Padahal mereka hanyalah anak-anak yang tidak mengetahui apa pun, namun karena lemahnya iman nyawa anak sendiri pun melayang.

Perlunya memupuk visi sebelum menikah, menjadi hal yang harus diterapkan sebab visi ini yang akan mengokohkan pondasi rumah tangga. Ini merupakan tugas negara yang harus memberi pemahaman terhadap masyarakatnya, agar sebelum menikah mempersiapkan secara mental, materi, visi masing-masing pasangan dan penyelesaian masalah rumah tangga.

Hukum Memberikan Efek Jera

Kekerasan dalam rumah tangga,sering terjadi akibat proses hukum yang sangat lama. Banyaknya syarat yang harus di penuhi oleh pelapor, hal ini terkesan betele-tele. Dan itu sangat menyulitkan dan memakan waktu yang lama, atau bahkan salah penetapan mana yang korban dan mana yang pelaku.

Hukum yang digali oleh pemerintahan saat ini, tidak menunjukkan solusi yang menyeluruh. Hukum di negeri kapitalisme ini, dirancang sesuai dengan ukuran akal manusia. Anggapan agama tidak boleh mencampuri urusan kehidupan, termasuk dalam membuat hukum dan ini hasil dari pemikiran sekuler yang mengakar.

Sehingga manusia, akhirnya tidak pernah merasa jera dengan hukum saat ini. Hukuman bagi pelaku KDRT, bahkan hari ini sampai menghilangkan nyawa anak-anak rasanya bukan hal yang adil jika hanya 15 tahun penjara. Karena menghilangkan nyawa tanpa alasan yang jelas, maka, seharusnya pelaku KDRT sekaligus pembunuhan mendapatkan penanganan sesuai dengan perbuatannya.

Pengaturan proses hukum dibuat dengan berbagai macam aturan, namun tidak membuahkan hasil yang maksimal dalam pemberian sanksi. Ukuran hukum kapitalisme hanyalah materi, tapi minim solusi akibatnya pelaku Kekerasan dalam lingkup keluarga kian tumbuh subur. Korban yang juga dari kalangan anak-anak bahkan balita, setiap waktu tidak mendapatkan rasa aman di tengah keluarganya sendiri.

Inilah imbas dari kesalahan sistem yang tidak melibatkan hukum yang sesuai, bukan efek jera yang didapatkan melainkan kasusnya yang kian bertambah. Semua tercipta karena tidak adanya perlindungan yang lebih dari negara, negara yang seharusnya menetapkan hukum yang tegas namun sebaliknya. Pelaku kekerasan makin leluasa berbuat keji, tidak perduli hal tersebut boleh atau tidak.

Islam Mencegah Kekerasan dan Solusi Hakiki

Dalam Islam keluarga merupakan aspek yang perlu dijaga, karena dari keluarga itulah akan melahirkan generasi yang ideologis dan beriman. Adapun Islam sudah memberikan contoh lewat utusan Allah yakni nabi dan rasul, dalam membina keluarga mereka pada masanya. Rasulullah Muhammad saw. misalnya, Rasulullah merupakan sosok suami sekaligus ayah bahkan pemimpin negara yang mampu mengayomi serta mengasihi seluruh keluarga maupun umatnya.

Sifat beliau yang mencerminkan kesempurnaan Islam lewat akhlak dan adabnya, menjadikannya manusia yang paling berpengaruh di dunia. Semua karena Islam menyertai hidupnya, dalam diri Rasulullah ada Al-Qur’an yang selalu menjadi standar perbuatannya dalam memecahkan setiap problem. Itu karena Islam bukan hanya sekedar menjalankan ibadah ritual seperti salat, puasa, dan lain sebagainya, tetapi mengatur berbagai aspek terutama dalam hal rumah tangga.

Dalam ranah kekeluargaan, di mana aspek pernikahan yang menjadi awal perjalanan rumah tangga itu akan diarungi. Konflik yang begitu kompleks, menjadikan Islam satu-satunya solusi setiap permasalahan termasuk dalam ranah pernikahan, pergaulan, interaksi antara laki-laki dan perempuan. Sehingga tidak akan terjadi kasus kekerasan dengan alasan cemburu, kemudian menyasar pula kepada anaknya sendiri.

Islam mengatur batasan interaksi antara laki-laki dan perempuan, mengatur apa saja yang harus dipersiapkan saat hendak menikah dan lain sebagainya. Dengan demikian, tercipta keluarga yang akan saling memperkuat satu sama lain, sebab peraturan yang ada pada masa Islam semua sudah dipelajari sebelum dua insan diikat dengan tali pernikahan. Islam melarang pergaulan tanpa batas, kecuali adanya kegiatan muamalah, kesehatan dan pendidikan di luar kegiatan tersebut maka haram hukumnya.

Islam memperhatikan semua masalah-masalah yang terjadi, termasuk mencegah adanya kekerasan dalam menyelesaikan konflik dalam rumah tangga. Di bawah kepemimpinan Islam, seluruh individu yang bernaung di institusi khilafah Islamiyyah akan mendapat pembinaan sebagai bekal ketika menghadapi berbagai permasalahan di kehidupan sehari-hari termasuk dalam rumah tangga.

Sang Khalifah akan menggali hukum ketika ada fakta baru, atau permasalahan yang masih belum pernah terjadi sebelumnya. Kemudian setelah itu, sang Khalifah lah yang akan memutuskan solusi yang adil ketika menjumpai rakyatnya tengah berkonflik dalam rumah tangganya apalagi jika ada seseorang yang berbuat kekerasan, maka, akan ditindak sesuai dengan apa yang diperbuatnya.

Lain halnya ketika sistem kehidupan dan negara masih mengekor pada kapitalisme, permasalahan justru bukan menghilang namun bertambah para pelaku kriminalitasnya. Sebab, hukum yang diadopsi pun bukan berasal dari wahyu Allah, melainkan hasil dari pemikiran batil para penguasa dan kapitalis. Hukum yang dijalankan oleh kapitalisme juga tidak menjadikan seseorang menjadi jera, sebab hukum yang berjalan di atas hegemoni kapitalisme hanya sebatas mengagungkan akal dan hawa nafsu manusia semata.

Islam mencintai kebaikan, juga ketika dalam suatu pernikahan suami wajib memberikan nasehat ketika istri melakukan kesalahan. Jikalau istri sudah mulai menaati suaminya kembali, maka Islam melarang seorang suami melakukan tindak kekerasan terhadap istri. Sebab, seorang suami adalah pemimpin sedangkan istri dan anak berlindung pada suaminya.

Hal ini disebutkan dalam Al-Qur’an surah An-nisa ayat 14,bahwa laki-laki adalah Qawwam (pemimpin) perempuan jadi sebagai seorang pemimpin, laki-laki wajib memberi perlindungan pada istrinya. Negara akan menindak dengan tegas bila ada seseorang yang berlaku zalim terhadap sesama, terutama pada istri dan anaknya. Sehingga, kasus kriminalitas sangat jarang terjadi pada saat Daulah Islam tegak.

Tidak ada harapan jika kita berharap dalam sistem rusak kapitalisme, sebab, kapitalisme lahir dari peraturan yang berasal dari akal lemah manusia. Sudah saatnya kapitalisme ditinggalkan, kita beralih ke sistem yang sudah pernah berdiri memimpin seluruh umat manusia dengan peraturan dari Allah langsung. Islam sudah Allah sempurnakan, seperti firman Allah swt.,”… Hari ini telah aku sempurnakan untukmu agamamu dan telah aku cukupkan nikmat-Ku bagimu,dan telah aku ridai Islam sebagai agama bagimu….” (TQS. Al-Maidah : 3). Ayat tersebut, menjelaskan bahwa Islam lah agama satu-satunya yang diakui oleh Allah bukan yang lain.

Dengan menerapkan kembali syariat Islam, semua permasalahan lini kehidupan akan tuntas tanpa menimbulkan masalah baru. Oleh karena itu, mari bersama kita satukan pemikiran dengan belajar Islam bersama jamaah ideologis. Agar, tidak ada lagi individu yang menjadi korban bengisnya kriminalitas yang terlahir dari sistem rusak kapitalisme hari ini.

Memperjuangkan syariat Islam, memang tidak semudah yang kita bayangkan. Kita butuh persatuan dan Istiqomah untuk mengarungi lika-liku ujian hidup ini, kita tidak bisa berjuang sendiri tetapi kita berjuang bersama demi tegaknya Daulah Islamiyyah. Posisikan kita di barisan para pejuang, karena Allah telah menjanjikan surga untuk kita yang mau berjuang untuk agama-Nya.

WAllahu a’lam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *