Inflasi membuat Hipertensi Kaum Ibu Tinggi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Inflasi membuat Hipertensi Kaum Ibu Tinggi

Siti Aisah, S.Pd

Praktisi Pendidikan Kabupaten Subang

Kenaikan harga barang dan jasa, senantiasa bergulir dan bergilir. Namun jika keadaannya terus menerus dan bertahan dalam jangka waktu tertentu. Maka tak heran dalam sistem kapitalis akan menimbulkan dampak signifikan terhadap perkembangan ekonomi. Saat hal ini terjadi pada satu atau dua barang saja, tidak menimbulkan dampak apa-apa. Namun saat kenaikan harga melebar dan meluas sehingga mengakibatkan harga barang dan jasa yang lainnya terpengaruh, maka inilah yang disebut sebagai inflasi pasar.

Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya.Inflasi jenis biasa terjadi karena permintaan akan barang atau jasa lebih tinggi dari yang bisa dipenuhi oleh produsen. Kemudian cost push inflation terjadi karena adanya kenaikan biaya produksi sehingga harga penawaran barang naik.

Inflasi yang tinggi dapat menjadi masalah ekonomi karena dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, antara lain: Menurunkan daya beli masyarakat. Ketika harga barang dan jasa naik, maka masyarakat harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk membeli barang dan jasa yang sama.Bagi sebagian pihak akan merasa diuntungkan dengan adanya kondisi ini. Pihak yang diuntungkan dari inflasi adalah para pengusaha yang memiliki pendapatan lebih tinggi dibandingkan kenaikan harga barang. Jika harga barang naik maka produsen akan menaikkan tingkat produksi.

Pada Januari 2024 terjadi inflasi secara tahunan (year on year/YoY) Provinsi Jawa Barat sebesar 3,02 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 105,76. Inflasi tertinggi terjadi di Kabupaten Subang sebesar 4,90 persen dengan IHK sebesar 108,37 dan terendah terjadi di Kota Bandung sebesar 1,90 persen dengan IHK sebesar 105,00. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jabar Marsudijono dalam konferensi pers mengatakan, inflasi y on y terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya indeks kelompok pengeluaran, yaitu kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 6,51 persen; kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 1,26 persen; kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,30 persen; kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,98 persen. (https://www.tintahijau.com/ragam/kabupaten-subang-jadi-daerah-dengan-inflasi-tertinggi-di-jabar/)

Kenaikan harga BBM sebelumnya sudah mengakibatkan ekonomi rakyat kalang kabut. Sayangnya yang diperdebatkan adalah siapa penggunanya, apakah dari kaum berada atau tak berpunya. Lalu kenaikan harga gas LPG 3 kg. Dan biaya ini juga masih belum ditambah tarif listrik yang sudah lebih dulu melangit. Tapi yang jelas adalah cepat atau lambat, semua akan terkena imbasnya. Benarlah, menaikkan harga LPG, BBM, dan listrik, sama saja dengan meningkatkan tekanan darah alias bikin hipertensi.

Kenaikan harga ini akan meningkatkan inflasi dan sekaligus menurunkan daya beli masyarakat. Namun, jika tidak dilakukan penyesuaian harga BBM dan listrik, maka akan memberikan tekanan terhadap fiskal maupun keuangan BUMN. Sehingga menciptakan distorsi ekonomi yang berdampak negatif bagi perekonomian jangka panjang. Namun, pengumuman tinggal kenangan. Kenaikan harga BBM dan LPG, berikut jerit akibat kenaikan tarif listrik yang telah mendahului, kini sudah terjadi secara pasti. Adalah suatu kebutuhan, kaum ibu sang pengambil dan pelaksana kebijakan asap dapur, harus paham urusan kemasyarakatan. Karena toh kenaikan harga BBM dan LPG, pada akhirnya menjajah dapur mereka.

Kenaikan harga yang tak terkendali ini, tak lepas dari campur tangan pemerintah yang mengurangi bahkan mencabut subsidi. Subsidi sendiri adalah keterkaitan persoalan peran negara dalam ekonomi, terutama dalam pelayanan publik (public service). Dalam sistem kapitalisme pelayanan publik harus mengikuti mekanisme pasar, yaitu negara harus menggunakan prinsip untung-rugi dalam penyelenggaraan bisnis publik. Pelayanan publik murni seperti dalam bentuk subsidi dianggap pemborosan dan inefisiensi. Dari sinilah kita dapat memahami, mengapa pencabutan subsidi sangat dianjurkan dalam sistem ini, sebab subsidi dianggap sebagai bentuk intervensi pemerintah.

Dengan demikian, hegemoni kapitalisme inilah alasan prinsipil yang dapat menjelaskan mengapa Pemerintah sering mencabut subsidi berbagai barang kebutuhan masyarakat, seperti subsidi BBM dan listrik. Alasan ideologis inilah yang akhirnya melahirkan alasan-alasan lainnya yang bersifat teknis-ekonomis, misalnya alasan bahwa subsidi membebani negara, subsidi membuat rakyat tidak mandiri, subsidi mematikan persaingan ekonomi dan sebagainya. Ini semua bukan alasan prinsipil. Karena pada dasarnya alasan prinsipilnya adalah karena Pemerintah tunduk pada hegemoni neoliberalisme, atau telah mengadopsi neoliberalisme, yang berpandangan bahwa subsidi adalah bentuk intervensi pemerintah yang hanya akan mendistorsi mekanisme pasar.

Wallahu’alam bish-shawwab

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *