Fenomena ‘Lambat Nikah Mudah Berpisah’ Menggerus Keluarga Muslim

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Fenomena ‘Lambat Nikah Mudah Berpisah’ Menggerus Keluarga Muslim

Oleh Khadijah, S. Si

(Pemerhati Sosial)

Istilah lambat nikah, mudah berpisah seolah menjadi tren kekinian sebagian masyarakat tanah air. Tren ini terlihat sejak tahun 2012 dan mengalami peningkatan hingga kini. Bahkah, pada tahun 2022 angka pernikahan menjadi titik terendah selama sepuluh tahun terakhir dengan jumlah 1,7 juta pernikahan saja sebagaimana data yang dirilis oleh BPS (databoks.katadata.co.id, 2/3/2023).

Banyak sebab yang menjadi pertimbangan kaum milenial dalam menunda pernikahan diantaranya ialah karir. Sebuah survey yang dilakukan oleh lembaga populix terhadap 1.087 laki-laki dan perempuan pada Februari 2023 yang didominasi oleh milenial dan gen-Z menemukan bahwa fokus berkarir (57%) menjadi hal utama dalam penundaan pernikahan tersebut. Selain itu, gaya hidup hedon yang berfokus kepada kepuasan dan kesenangan duniawi telah menjangkiti sebagian besar generasi muda saat ini.

Kasus perceraian atau perpisahan dalam rumah tangga pun demikian, terjadi peningkatan tiap tahunnya. Data yang diungkap oleh Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Prof. Dr. Kamaruddin Amin, menyebutkan terdapat 516 ribu pasangan bercerai per Mei 2022. Angka ini menjadi tertinggi dalam enam tahun terakhir (republika, 22 /9/2022).

Tingginya kasus perceraian ini menurut Pj Gubernur Sulawesi Selatan Bahtiar Baharuddin disebabkan karena kemiskinan ekstrem, ketidakmampuan mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari menjadi alasan perceraian. Sungguh kemiskinan yang mencapai 25,90 juta orang saat ini telah menggerus keharmonisan rumah tangga muslim.

Hal yang sama juga dipaparkan Kepala Kanwil Kementerian Agama Aceh, Drs Azhari. Di Aceh kasus perceraian juga tinggi, hal ini disebabkan karena banyaknya suami yang memiliki orientasi seksual menyimpang yakni menyukai sesama jenis atau homoseksual (tribunnews.com, 25/8/2023). Selain itu, gaya hidup dan kecanduan permainan judi online juga sebagai pemicu perceraian tinggi, sebagaimana yang lansir dalam pikiran.rakyat.com, kurun waktu Januari hingga akhir Agustus 2023 terdapat 3.070 perkara perceraian di Karawang. Data ini meningkat tiga kali lipat di tahun sebelumnya. Hal yang sama juga menimpa wilayah lain di tanah air dengan sebab yang beragam.

Berbagai fakta di atas sesungguhnya menunjukkan rapuhnya pondasi pernikahan dalam keluarga. Lemahnya visi keluarga muslim yang dilandasi keimanan dan akidah islam membuat pernikahan hanya sebatas penyaluran naluri seksual semata. Maka tak heran, kasus perselingkuhan dan kasus lain yang melibatkan anggota keluarga kian marak terjadi. Kehidupan sekularisme sesungguhnya telah menggerus makna pernikahan sebagai penyempurna separuh keimanan dan pemberi ketenangan dalam keluarga.

Selain itu, minimnya peran negara dapat terlihat dengan berbagai kebijakan yang seolah-olah tidak menunjukkan keberpihakannya kepada masyarakat. Kenaikan bahan bakar minyak terus terjadi dan kebijakan ekonomi lainnya menambah kesulitan hidup di alam kapitalisme ini. Tak pelak, judi sebagai jalan pintas yang diambil demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Berbagai persoalan inilah yang membuat fenomena lambat nikah mudah berpisah kian menjamur di masyarakat.

Islam sebagai agama sempurna sesungguhnya memandang pernikahan sebagai bagian dari syariat Islam. Berbagai ayat al quran dan hadis yang menerangkan terkait persoalan rumah tangga, diantaranya Allah swt. berfirman dalam surah An Nisa ayat 34 : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lani (wanita)”.

Ayat ini menjelaskan tentang kewajiban laki-laki sebagai pemimpin rumah tangga dan perempuan sebagai ibu bagi anak-anaknya. Amanah ini sesungguhnya sebagai konseksuensi keimanan kepada Allah. Kelalaiannya berarti pelanggaran terhadap syariat Allah.

Negara dalam pandangan Islam wajib melakukan pembinaan dan edukasi kepada masyarakat yang akan memasuki alam pernikahan dengan materi rumah tangga, hak dan kewajiban suami istri, pola asuh anak, manajemen rumah tangga dan sebagainya. Negara pun membuat berbagai kebijakan yang sifatnya memudahkan, adil, menyeluruh dan mensejahterakan dan sesuai syariat Islam. Sanksi hukum diberikan dengan tegas dan berefek jera. Berbagai aturan dan kebijakan ini sejatinya diperoleh ketika diterapkannya sistem Islam di masyarakat secara menyeluruh di seluruh aspek kehidupan.

Wallahu a’lam bishshawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *