BABY BLUES TINGGI, KRISIS MENTAL IBU GENERASI

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

BABY BLUES TINGGI, KRISIS MENTAL IBU GENERASI

 Yuniasri Lyanafitri

Kontributor Suara Inqilabi

 

Terungkap data penelitian skala nasional menunjukkan 50-70 persen ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues. Angka ini termasuk yang tertinggi ketiga di Asia. (https://ameera.republika.co.id/ 28/5/2023)

Menurut Ketua Komunitas Wanita Indonesia Keren (WIK) dan psikolog Dra. Maria Ekowati bahwa penelitian yang dilakukan di Lampung juga ada 25 persen ibu mengalami gangguan depresi setelah melahirkan. Awalnya mengalami baby blues, kemudian ketika tidak segera ditangani akan menjadi depresi. (https://health.detik.com/ 26/5/2023)

Maria pun menjelaskan kondisi baby blues dapat terjadi akibat dipengaruhi faktor hormonal dan hubungan rumah tangga yang tidak sehat, misalnya adanya KDRT atau pernikahan yang tidak harmonis atau akibat kondisi hamil yang tidak diinginkan. Sehingga seharusnya anggota keluarganya bisa terus menemani dan lebih memahami kondisi seorang ibu saat itu.

Lingkungan pun sebenarnya juga turut andil dalam kondisi ibu pasca melahirkan. Pasalnya, seringkali banyak dari tetangga atau dari pihak manapun baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan komentar yang menyinggung perasaan seorang ibu tersebut. Perilaku-perilaku yang tidak mendukung turut andil akan kondisi ibu pasca melahirkan, ibu menyusui atau ibu dengan anak usia dini.

Sebagaimana praktisi kedokteran komunitas dari Health Collaborative Center dan FKUI, Ray Wagiu Basrowi menegaskan pendekatan edukasi publik di tingkat komunitas sangat strategis. Penelitian pun menunjukkan 6 dari 10 ibu menyusui menyatakan tidak bahagia akibat kurang suportifnya sistem pendukung di keluarga dan masyarakat. (https://ameera.republika.co.id/ 28/5/2023)

Intervensi sistem pendukung dari keluarga dan masyarakat terbukti sangat berpengaruh pada kesehatan mental seorang ibu melahirkan, ibu menyusi, dan ibu dengan anak usia dini. Seorang ibu baru dituntut untuk siap menghadapi kondisi apapun seorang diri. Seolah-olah itulah kewajiban dan tugasnya sebagai seorang wanita yang sudah berstatus sebagai seorang ibu.

Akhirnya, hal ini menimbulkan berbagai masalah. Adanya tren chidfree, sebagai pertahanan seorang wanita untuk pencegahan terjadinya baby blues. Lalu fenomena baby blues sendiri yang tengah menjadi perbincangan utama akibat tingginya kasus yang terjadi.

Kedua dampak tersebut disebabkan oleh kurangnya kesiapan dan persiapan menjadi orang tua. Persiapan ini tidak hanya dilakukan secara mandiri oleh individu terkait tetapi juga dari negara yang memiliki kewajiban atas kesejahteraan hidup warganya, termasuk dalam menjaga kesehatan mental seorang ibu baru.

Karena sebenarnya seorang ibu merupakan tonggak peradaban yang mampu mencetak generasi cemerlang untuk kemajuan bangsa dan negara. Oleh sebab itu, peran negara juga sangat diperlukan dalam mempersiapkan individu-individu calon orang tua. Peran negara tersebut seperti dalam menyusun kurikulum pendidikan yang didalamnya juga terdapat kompetensi untuk kesiapan menjadi orang tua. Termasuk pendidikan agama yang juga sangat dibutuhkan sebagai pegangan dalam hidup.

Namun, faktanya pendidikan saat ini jauh dari agama apalagi terkandung kompetensi kesiapan menjadi orang tua. Malah menjadikan peserta didik semakin bebas tanpa ragu berbuat maksiat. Pergaulan bebas semakin merajalela. Tugas dan peran sebagai orang tua didapat hanya karena kecelakan atau mengikuti tren nikah muda. Maka suatu keniscayaan para ibu baru mengalami baby blues bahkan depresi hingga tega berbuat hal-hal yang amoral.

Semua hal tersebut, karena negara ini menerapkan sistem kapitalis liberal yang mendukung penuh perilaku kebebasan. Dengan hal itu, suporting system yang seharusnya ikut andil dalam kesehatan mental ibu baru, malah sibuk dengan urusannya sendiri. Karena menganggap tugas seorang ibu hanyalah hal sepele yang tidak menguntungkan.

Sistem kapitalis liberal berdasarkan atas asas sekuler yang memisahkan agama dengan urusan kehidupan. Sehingga dalam sistem pendidikannya, ajaran agama hanya diberi porsi kecil tanpa ada pendalaman untuk landasan dalam menjalani kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Maka wajar masyarakat saat ini begitu rapuh dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup. Mereka mudah untuk mengalami depresi atau mudah mengambil jalan pintas sebagai solusi dari masalahnya.

Sebagaimana yang dialami oleh para ibu baru, mereka kaget menghadapi kondisi yang sangat berbeda dari kondisi sebelumnya. Mereka tidak pernah membayangkan betapa repot dan melelahkannya perjuangan menjadi seorang ibu dan orang tua bagi anak-anaknya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pendidikan dan pengalaman, yang ada hanyalah tontonan yang memberikan gambaran-gambaran kesenangan tanpa adanya pembelajaran yang diberikan.

Ditambah, dari masyarakat yang tak acuh dengan kondisi orang lain. Masyarakat hanya bisa berkomentar tanpa memberikan kontrol sosial yang seharusnya ada sebagai makhluk sosial. Dari keluarga sendiri pun juga ikut berperan meningkatkan depresi ibu baru dengan banyaknya tuntutan yang diberikan.

Maka satu-satunya solusi menyeluruh hanyalah mencampakkan sistem saat ini dan menggantinya dengan Islam sebagai sebuah ideologi yang diemban oleh negara. Karena hanya dengan Islam kesejahteraan masyarakat akan terwujud dan terjamin.

Pertama, negara yang menerapkan sistem Islam akan menerapkan kurikulum pendidikan komprehensif yang sesuai dengan fitrah manusia. Sehingga mampu menyiapkan setiap individu mengemban peran mulia sebagai orang tua. Terlebih seorang ibu yang mampu menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya.

Kedua, Islam sebagai ideologi mampu menciptakan peradaban yang membangun masyarakatnya sebagai masyarakat tangguh. Karena susana keimanan akan selalu terbentuk yang menjadikan masyarakatnya saling peduli, beramar ma’ruf nahi mungkar. Sehingga supportyng system terwujud optimal untuk semua orang terutama ibu baru.

Ketiga, sebagai instansi negara yang memiliki kewenangan dan kekuasaan akan mengkondisikan segala sesuatu untuk menunjang kesiapan seorang ibu. Mulai dari fasilitas kesehatan fisik dan mental, pembelajaran, perhatian dari semua pihak, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya.

Begitulah Islam jika diterapkan oleh negara. Mampu mencakup seluruh lapisan sosial dan aspek kehidupan dengan pelayanan terbaik tanpa mengutamakan keuntungan pribadi yang menyengsarakan rakyat.

Sebagaimana yang telah dirasakan umat Islam dahulu selama 13 abad lamanya. Maka sekaranglah saatnya kita mengembalikan kejayaan Islam lagi.

 

Wallahu’alam bishshowwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *