Pemberdayaan Perempuan dalam Pusaran Kapitalisme

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Pemberdayaan Perempuan dalam Pusaran Kapitalisme

Suci Halimatussadiah 

Ibu Pemerhati Umat

 

Saat ini perempuan dianggap semakin berdaya seiring meningkatnya indeks pembangunan gender (republika.co.id, 6/1/2024). Dari data Indeks Pembangunan Gender, ternyata peranan perempuan dalam berbagai aspek meningkat.

Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), menurutnya dengan berdayanya perempuan akan menjadi landasan kuat dalam pembangunan bangsa.

Peningkatan pemberdayaan perempuan ini juga akan memberi sumbangan yang signifikan untuk keluarga dengan menduduki posisi strategis dalam dunia kerja dan terlibat dalam politik pembangunan serta menjadi perwakilan perempuan dalam lembaga legislatif.

Tak dapat dimungkiri, keterlibatan perempuan dalam banyak aspek semakin meningkat tatkala mereka turut melakukan pekerjaan yang membutuhkan tenaga ekstra ataupun menduduki jabatan tinggi dalam berbagai perusahaan.

Hal ini pun didukung dengan makin meningkatnya lapangan pekerjaan yang dikhususkan bagi perempuan tanpa memandang apakah mereka telah menikah dan memiliki anak. Sebab yang terpenting dari mereka adalah keterampilan, pendidikan, dan tekad yang kuat untuk melakukan berbagai pekerjaan, sekalipun menanggalkan peran dan kewajiban mereka dalam keluarga dan rumah tangga.

Saat ini, menjadi hal yang sangat menarik dan membanggakan bagi perempuan ketika tujuan pemberdayaan perempuan yakni menyetarakan posisi perempuan dengan laki-laki di segala bidang tercapai, baik pendidikan, pekerjaan, politik, maupun ibadah. Terkadang mereka pun menyoal tradisi patriarki agar dihapuskan karena menurut mereka, peran perempuan hanya ditempatkan di sumur, kasur, dan dapur.

Dahulu perempuan dipandang tidak perlu memiliki pendidikan tinggi karena setelah mereka menikah, hanya akan menjadi ibu rumah tangga dan melakukan pekerjaan rumah, seperti mengurus anak dan suami. Bahkan, di zaman kegelapan perempuan dipandang rendah karena mereka dapat diperjualbelikan dan dianggap sebagai pelayan bagi kaum laki-laki dengan imbalan uang.

Dari kondisi ini tercetus ide bahwa perempuan perlu untuk diberdayakan agar mempunyai kesetaraan hak dengan laki-laki, ide tersebut adalah feminisme. Feminisme kemudian melahirkan gerakan bagi perempuan untuk melakukan berbagai macam aktivitas di luar rumah. Dengan slogan perempuan yang berdaya dan berkarya turut digaungkan untuk menepis patriarki yang sudah ada di Indonesia sejak dahulu hingga kini. Gerakannya pun sudah berkembang tidak hanya sebagai komunitas, tetapi juga dalam ranah negara.

Inilah fakta yang terjadi saat ini. Feminisme yang kerap digaungkan sejatinya lahir dari rahim kapitalisme hingga tumbuh menjadi asas sekularisme yakni suatu paham yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga mendudukkan perempuan dalam posisi tidak terhormat, menempatkan perempuan pada level terendah dalam masyarakat, dan memperjuangkan hak-hak mereka yang dianggap tertindas.

Agama dicampakkan sehingga membuat perempuan jauh dari fitrahnya. Kelembutan dan kasih sayang yang ada dalam diri perempuan sebagai dasar pendidikan generasi akhirnya tercampakkan demi mendapatkan kesetaraan dengan kaum laki-laki. Perempuan yang berdaya dan berkarya pun turut digaungkan demi mengangkat harkat dan martabat perempuan yang menurut kaum feminisme telah tercabik dan terbelenggu.

Padahal sesungguhnya tercabiknya harkat dan martabat perempuan adalah dampak dari penerapan sistem kapitalisme. Manusia enggan menjadikan agama sebagai fondasi hidup dan mengatur kehidupan. Agama hanya digunakan dalam ibadah saja, tetapi tidak dalam hal pengaturan lainnya.

Tidak hanya di Indonesia, feminisme pun sangat populer di negara lain. Mereka begitu menjunjung tinggi kesetaraan perempuan dalam segala aspek, termasuk memimpin negara. Memaksa perempuan bekerja mencari penghasilan untuk membiayai hidupnya sendiri, anak-anak, bahkan keluarganya. Tentu ini berbeda dengan sistem Islam.

Islam menjunjung tinggi kehormatan perempuan. Peran perempuan dan laki-laki diatur sesuai dengan fitrah keduanya. Islam menjunjung tinggi harkat dan martabat perempuan dengan menjadikan mereka sosok yang mulia. Perempuan tidak wajib menafkahi dirinya melainkan dibebankan kepada laki-laki di sekitar mereka.

Saat belum menikah, tanggung jawab nafkah berada di tangan ayah dan setelah menikah, suaminya yang wajib memberikan nafkah. Apabila terjadi perceraian dalam pernikahan maka tanggung jawab nafkah akan kembali kepada ayah mereka.

Sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS. An-Nisa ayat 34,

“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya.”

Peran perempuan dalam Islam sangat mulia. Mereka adalah perantara lahirnya manusia ke dunia yakni melalui proses mengandung, melahirkan, dan mendidik generasi penerus bangsa. Islamlah yang mengubah perempuan yang dahulunya direndahkan dan tidak mempunyai hak merdeka menjadi mulia.

Islam juga yang menjadikan perempuan mempunyai kesetaraan yang sama dalam hal mendapatkan ilmu dan menekuni profesi sesuai dengan fitrahnya. Bahkan, bisa jadi kedudukan perempuan dalam Islam jauh lebih mulia daripada laki-laki.

Sebagaimana dalam sebuah hadis,

“Seseorang datang kepada Rasulullah saw. lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi saw. menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang itu kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi saw. menjawab, ‘Ibumu!’ Orang itu bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang itu bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi saw. menjawab, ‘Kemudian ayahmu. (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam hadis dijelaskan bahwa kecintaan dan bakti seorang anak kepada ibunya tiga kali lipat dibandingkan kepada ayah karena peran ibu yang sangat mulia dalam melahirkan dan mendidik generasi tentu saja bukan suatu hal yang mudah untuk dijalani oleh perempuan. Maka, Islam memberikan kehormatan bagi ibu lebih tinggi dari ayah.

Tugas perempuan dalam rumah tangga tidak patut pula dipandang sebelah mata. Melalui tangan perempuanlah dihasilkan generasi hebat penerus peradaban. Peran yang dianggap remeh oleh feminisme, nyatanya sangat mulia dalam Islam. Bahkan, janji Allah akan kemudahan surga bagi perempuan hanya dari bakti mereka kepada suaminya.

Rasulullah saw. bersabda,

“Apabila seorang perempuan (ibu) telah menjalankan salat lima kali, puasa bulan Ramadan, menjaga kehormatannya (kesucian dirinya) dan lagi taat kepada suaminya, maka masuklah ia ke surga.”

Bukan berarti dalam Islam perempuan tidak boleh bekerja. Dengan seabrek kewajibannya dalam rumah tangga, bekerja bagi perempuan adalah mubah. Apalagi jika laki-laki di sekitar mereka masih mampu untuk memberikan nafkah.

Oleh karena itu, sangat tidak tepat apa yang digemborkan oleh feminisme terkait pemberdayaan perempuan. Sebab, Islam memandang perempuan dengan sangat mulia. Hanya dalam sistem Islam perempuan akan mendapatkan kehormatannya dan tentu berdaya sesuai aturan syariat. Bahkan Allah janjikan meraih kenikmatan surga dengan cara yang mudah.

Maka, sudah sepatutnya kita meninggalkan sistem zalim saat ini dan mengganti dengan sistem Islam yang memiliki aturan hukum paripurna yang akan menjadi solusi komprehensif bagi segala problematika umat.

Wallahu’alam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *