Sekularisme Lahirkan Generasi Amoral

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Sekularisme Lahirkan Generasi Amoral

Oleh Normah Rosman

(Pemerhati Masalah Sosial) 

 

Miris, Seorang bocah Taman Kanak-Kanak (TK) di Mojokerto diduga telah menjadi korban pemerkosaan oleh tiga orang anak Sekolah Dasar (SD). Korban mendapat perlakuan tidak senonoh secara bergiliran. Diketahui kasus ini sudah mendapatkan penanganan dari kepolisian setempat. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Mojokerto, Ajun Komisaris Polisi Gondam Prienggondhani membenarkan kasus tersebut dan sementara dalam penyelidikan. Tidak adanya titik temu antara keluarga korban dan keluarga pelaku. Keluarga korban kemudian membuat visum dan melaporkannya ke Kepolisian Resor Mojokerto (liputan6.com, 20/01/2023).

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) berkomitmen akan mengawal dan memperhatikan pemenuhan hak-hak korban. Perbuatan para pelaku sudah berlangsung sejak tahun 2022 dan sekitar 5 kali. Nahar, sebagai Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat (kemenpppa.go.id, 20/01/2023).

Anak perempuan yang berusia 6 tahun mengalami trauma karena sudah beberapa kali mengalami kejadian serupa (diperkosa). Pelaku utama memperkosa korban kemudian menyuruh temannya untuk melakukan hal yang sama. Pelaku utama mengancam akan memukul dan tidak berteman lagi kepada kedua temannya agar mau melakukan hal yang sama. Korban mengaku, dua pelaku memperkosa dan satunya mencabuli. Pelaku adalah tetangga dekat korban. Hingga saat ini korban enggan sekolah karena malu (detik.com, 21/01/2023).

Kejahatan Seksual Meningkat

Kejahatan seksual semakin hari semakin brutal. Tak hanya menyambangi orang dewasa dan remaja, tapi kini sudah menyentuh anak-anak dengan usia sangat belia. Tak pelak pelaku pemerkosaan adalah siswa Sekolah Dasar (SD), sedangkan yang menjadi korbannya adalah anak sekolah Taman Kanak-Kanak (TK). Di mana pelaku yang seharusnya masih menikmati masa kecilnya dengan bermain tapi pemikirannya sudah rusak karena seks. Tentunya kejadian ini akan menambah beban pengawasan bagi orang tua.

Kekerasan seksual memang kerap kali terjadi. Semua ini tidak lepas dari pengaruh gadget dan tontonan yang merusak moral. Tidak adanya pengawasan dari orang tua terhadap tontonan yang dikomsumsi oleh anak. Sehingga membuat anak lepas kontrol dan ingin melakukan semua yang ia lihat, terlepas itu baik ataupun buruk. Bukan hanya peran orang tua dan masyarakat yang harus dipertanyakan. Tapi Negara sebagai pemegang kendali utama yang mempunyai kuasa untuk melarang dan memberikan sanksi kepada pelaku pembuat konten yang buruk dan menyebabkan terjadinya penyimpangan tidak melakukan tugasnya dengan baik, bahkan cenderung abai dengan masalah rakyatnya.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) seyogianya bercermin dari banyaknya kasus kekerasan seksual. Agar fokus mencarikan solusi hingga kejadian serupa tidak terjadi lagi. Bukan malah fokus mencarikan solusi setelah tindak kejahatan seksual sudah terjadi. Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sepanjang 2022 saja ada sekitar 834 kasus kejahatan seksual yang menimpa anak. 834 Kasus adalah kasus yang terdata, bagaimana dengan yang tidak terdata? Ini menunjukkan jika anak Indonesia sangat rentan menjadi korban kejahatan seksual dengan berbagai latar belakang, situasi dan kondisi anak di mana ia berada.

Anak Sekolah Dasar (SD) sudah menjadi pelaku pemerkosaan terhadap siswi Taman Kanak-Kanak (TK), sejatinya adalah sebuah kegagalan negara dalam mengurus rakyatnya dari berbagai aspek. Khususnya pada sistem pendidikan, ekonomi dan pengaturan media. Semua itu tidak lepas dari akar persoalan yang bersumber dari sekulerisme yang dijadikan sebagai asas negara. Pendidikan yang hanya berfokus pada nilai akademik tanpa memperhatikan akhlak para anak didik berpotensi akan melahirkan generasi yang tidak beradab. Sedangkan ekonomi yang bobrok juga banyak menyumbang kerusakan pada generasi muda. Di perparah dengan media yang bebas menyebarkan konten apa saja tanpa adanya filter.

Solusi Tuntas Yang Ditawarkan Islam

Solusi tuntas hanya dapat diperoleh dengan merubah asasnya, yaitu dengan menjadikan akidah islam sebagai asas. Islam memiliki aturan yang lengkap yang mampu mencegah dan menyelesaikan persoalan seperti ini. Solusi dari Islam mengutamakan pencegahan dengan ancaman hukuman yang pasti membuat jera kepada pelaku. Sehingga pelaku berpikir ulang untuk melakukan tindak kejahatan.

Adapun asas pendidikan Islam adalah aqidah Islam. Asas ini akan berpengaruh terhadap penyusunan kurikulum pendidikan. Sehingga dalam sistem pendidikan Islam, penguatan akidah dilakukan kepada semua peserta didik, baik dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga di bangku kuliah. Adapun tujuan pendidikan dalam Islam adalah untuk membentuk manusia yang berkarakter yang berkepribadian Islam, menguasai tsaqofah islam, dan juga menguasai ilmu kehidupan (sains teknologi dan keahlian) yang memadai. Pendidikan islam juga bukan hanya di lingkungan sekolah tapi di mulai dari keluarga.

Dalam Islam negara mempunyai seluruh otoritas yang diperlukan untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu, termasuk dalam menyiapkan dana yang diperlukan. Sehingga negara akan berperan sebagai tumpuan pada dua elemen sistem besar yaitu ekonomi dan politik. Politik akan melahirkan kebijakan-kebijakan, sementara itu ekonomi akan melahirkan pengelolaan sumber-sumber ekonomi dan dana.

Wallahu a’lam bishshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *