Ironi Hari Ibu, Pemberdayaan Perempuan Bukan Jalan Kemuliaan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Ironi Hari Ibu, Pemberdayaan Perempuan Bukan Jalan Kemuliaan

Fatmawati

Kontributor Suara Inqilabi

 

Hari Ibu Nasional diperingati pada 22 Desember setiap tahunnya. Peringatan tahunan ini sudah ada sejak 1928 dan tahun ini merupakan peringatan yang ke 95.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KemenPPPA) telah merilis tema Hari Ibu 2023 yaitu ‘Perempuan Berdaya, Indonesia Maju.’ Selain tema utama tersebut, juga ada tema-tema lain yang digunakan untuk perayaan hari ibu (CNN Indonesia 17-12-2023).

Sejarah dicetuskannya hari ibu di Indonesia merupakan tonggak perjuangan perempuan untuk terlibat didalam upaya kemerdekaan bangsa dan pergerakan perempuan Indonesia dari masa ke masa untuk memperjuangkan hak-haknya guna mendapatkan perlindungan dan mencapai kesetaraan dan kesejahteraan.

Tidak dapat dipungkiri hampir seluruh ekonomi dunia yang mengadopsi ideologi kapitalis dengan pondasi sekuler sebagai sistem ekonomi global mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi dan diikuti inflasi yang tinggi sehingga berkorelasi dengan tingginya kemiskinan dan ketidaksetaraan. Saat ini tiga perempat dari semua kekayaan berada ditangan hanya sepersepuluh dari populasi dunia. Pemerintah dari belahan dunia bekerja keras mencegah terjadinya ketimpangan yang semakin memburuk akibat menurunnya daya beli masyarakat.

Solusi yang kencang digagas ditengah situasi ini adalah memberdayakan perempuan secara ekonomi. Salah satunya dengan menjadikannya pembahasan utama dalam ajang G20 2022 lalu. Pertemuan ini mengangkat tema pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi yang merupakan titik awal dalam mengatasi berbagai permasalahan terkait perempuan dan anak.

Tentu kita tidak heran jika ide pemberdayaan perempuan lahir dari sisitem kapitalis yang memandang perempuan sebagai komoditas dan objek ekonomi sehingga partisipasi perempuan dalam berbagai bidang ekonomi adalah keniscayaan. Terlebih muslimah yang jumlahnya mayoritas di dunia ini diharapkan mampu menyelamatkan krisis ekonomi global. Hilary Clinton dalam sebuah konfrensi di peru mengatakan “Pembatasan partisipasi ekonomi perempuan membuat kita kehilangan banyak sekali pertumbuhan ekonomi dan pendapatan disetiap wilayah di dunia. Di Asia Pasifik lebih dari $40 miliar dari PDB yang hilang setiap tahun.

Berbagai program dan gagasan disusun untuk melaksanakan pemberdayaan ekonomi, seperti UMKM dan membuka lapangan kerja yang lebih luas bagi kaum perempuan atas dasar kebangkitan, kemajuan, kesetaraan bagi perempuan (ide feminisme) serta peningkatan kesejahteraan keluarga. Perempuan pun dipandang maju dan berdaya ketika berkontribusi langsung sebagai pelaku ekonomi dan menghasilkan pundi-pundi rupiah.

Perempuan kemudian berbondong-bondong aktif diranah publik bersaing dengan laki-laki untuk merebut posisi tertinggi dalam suatu pekerjaan. Peran sebagai seorang istri dan ibu pada akhirnya dianggap tidak berarti. Mereka justru keluar dari fitrahnya, waktu, pikiran dan tenaganya semua didedikasikan untuk pekerjaan akibatnya anak-anak kehilangan figur pengasuhan seorang ibu, anak-anak banyak yang terseret kedalam pergaulan bebas, kenakalan remaja, narkoba dan kerusakan moral akibat kehilangan kontrol orang tua. Hancurnya institusi keluarga akibat perceraian dan perselingkuhan. Ironisnya lagi negara dalam sistem sekuler kapitalis tidak memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan bagi perempuan ketika beraktivitas di ranah publik sehingga perempuan sangat rentan mendapatkan pelecehan seksual dan tindak kekerasan.

Belum lagi tuntutan pekerjaan yang melarang pakaian takwa dan eksploitatif serta gaya hidup yang konsumtif semua ini menjauhkan dari ketaatan, mereka sejatinya telah terjebak dalam lingkaran setan kapitalisme yang tidak memuliakan perempuan, slogan kebangkitan, pemberdayaan pemenuhan hak-hak perempuan semuanya semu, faktanya sekuler-kapitalis meningkatkan peran perempuan untuk mendorong laju perekonomian yang tengah kolaps.

Berbeda dengan pandangan sekuler kapitalis, islam sejak diturunkan Allah SWT telah mengatur posisi perempuan sedemikian indah, imbang dan mulia disamping laki-laki. Islam memandang perempuan adalah mahluk secara manusiawi sama dengan laki-laki dimana Allah menciptakan potensi keduanya sama, yaitu punya akal, naluri dan juga hajatul udhawiyah. Namun secara fisiologis organ dan fungsi tubuh perempuan dan laki-laki jelas berbeda. Inilah yang lantas membedakan peran secara kodratinya. Perempuan ditakdirkan hamil, menyusui, dan diberi tanggungjawab di wilayah domestik, sementara laki-laki diberi tanggungjawab di wilayah publik, mencari nafkah, mendidik istri dan anak-anak serta melindungi mereka.

Adanya perbedaan tugas ini bukan berarti membedakan kasta, martabat apalagi diskriminatif seperti pemahaman para kaum feminis. Tetapi justru ini penyeimbang yang saling melengkapi sehingga menciptakan harmonisasi di dunia.

Sungguh islam telah memberikan keistimewaan bagi perempuan ketika ia bisa menjalankan peran utamanya sebagai ummun wa rabbah al bayt dengan.maksimal maka kemuliaan bisa ia raih bahkan dari mereka lahirlah generasi-generasi cemerlang yang bertakwa. Asma binti Yazid pernah bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah bukankah Engkau diutus Allah untuk kaum laki-laki dan juga perempuan mengapa sejumlah syariah lebih berpihak pada laki-laki? Mereka diwajibkan jihad kami tidak, malah kami mengurus harta dan anak mereka dikala mereka berjihad. Mereka diwajibkan shalat jumat kami tidak, mereka diperintahkan mengantar jenazah sedangkan kami tidak.”

Rasulullah saw tertegun atas pertanyaan Asma’. Lalu Beliau berkata kepada para sahabat “Perhatikan betapa bagaimana pertanyaan perempuan ini”. Beliau melanjutkan “ Wahai Asma’! Sampaikan jawaban ini kepada seluruh perempuan di belakangmu, jika kalian bertanggungjawab dalam rumah tangga dan taat kepada suami, kalian dapatkan semua pahala kaum laki-laki itu.” (HR. Ibnu Abdil Bar).

Peran utama perempuan sebagai ummun wa rabbah al bayt tidak menghalangi perannya di tengah masyarakat, Allah SWT mewajibkan laki-laki dan perempuan dalam.melakukan amar makruf nahi munkar serta tolong-menolong dalam menegakkan aktivitas yang menjadi pilar kehidupan bermasyarakat. Syariat pun telah memberikan mekanisme yang mengatur sehingga perempuan dapat menjalankan perannya dalam keluarga maupun di masyarakat melalui seperangkat hukum-hukum yang bertujuan untuk menjaga dan melindungi kemuliaan perempuan, seperti shalat dirumah adalah lebih baik baginya, hukum jilbab, safar, larangan khalwat, tabaruj, hakikatnya adalah untuk melindungi perempuan dari berbagai fitnah ketika berada di luar rumah.

Dalam hal nafkah, islam telah menetapkan hukum perwalian laki-laki atas perempuan. Perwalian tidak saja untuk menikahkan namun para wali (laki-laki) berkewajiban melindungi, mendidik dan menafkahi perempuan dan anak dibawah perwaliannya. Perempuan yang belum menikah walinya yang utama adalah ayah ketika menikah perwaliannya diambil alih oleh suaminya, bahkan bila ayah atau suami, tidak ada maka perwalian berpindah kerabat laki-laki dari pihak ayah sesuai kedekatan hubungan kekerabatan. Negera juga wajib menanggung orang yang hidup tanpa sanak keluarga.

Islam juga memiliki kesempurnaan regulasi ekonomi dalam menggerakkan semua sektor produktif tanpa berbasis ribawi sehingga tersedia lapangan pekerjaan bagi laki-laki. Demikianlah mekanisme islam mengatasi krisis global.

Karena itu bagi seorang muslimah tidak memerlukan hari ibu. Apalagi jika hanya seremonial tiap tahun tanpa pernah bisa mengembalikan peran mulia ibu pada fitrahnya. Ini hanya bisa tercapai dalam sistem islam. Maka saatnya perempuan memperjuangkan penerapan sistem islam secara sempurna dengan tegaknya khilafah islamiyah.

Wallahu a’lam bishawab.

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *