Akibat Tekanan Ekonomi, Ibu Tega Bunuh Anak Kandung Sendiri

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Akibat Tekanan Ekonomi, Ibu Tega Bunuh Anak Kandung Sendiri

Dinda Al-Qarni

(Member Pena Muslimah Cilacap)

 

Seorang ibu tega membunuh bayi yang baru dilahirkan karena faktor ekonomi. Dikutip dari kumparan,com.

Rohwana alias Wana (38 tahun), seorang ibu di Kabupaten Belitung, Bangka Belitung, ditangkap polisi karena terlibat pembunuhan. Perempuan yang kesehariannya bekerja sebagai buruh itu bmembunuh bayinya sendiri dengan cara Bumenenggelamkan ke ember berisi air setelah dilahirkan.

Bayi itu kemudian dibuang ke semak-semak dalam kebun milik warga sekitar.

“Pelaku bunuh anaknya sendiri lalu membuangnya ke kebun warga,” kata Kasat Reskrim Polres Belitung, AKP Deki Marizaldi, kepada kumparan, Rabu (24/1). Kepada polisi, Rohwana mengaku tega membunuh bayinya itu karena tidak menginginkan kelahirannya. Alasannya, karena tidak cukup biaya untuk membesarkan. Rohana memiliki suami yang bekerja sebagai buruh.

“Ibu ini ada dua anaknya, semua sudah besar. Dan anak ketiga ini (korban) dibunuh karena alasannya faktor ekonomi. Dia tidak kehendaki anak itu,” ujar Deki. (m.kumparan.com, 24/01/24)

Tingginya beban hidup telah mematikan fitrah keibuannya. Fitrahnya seorang ibu ialah sayang kepada anaknya dan sangat menantikan kehadirannya. Bukan palah anak dianggap sebagai beban hidup kedua orangtuanya. Tentu ada banyak faktor yang berpengaruh. Pertama, lemahnya ketahanan iman yang seharusnya menjadi pengerem segala tindak kejahatan. Mengapa iman sangatlah penting? Karena dengan adanya iman dan ilmu yang senantiasa ada didalam pemahaman dan pola pikir kita, maka kita akan lebih legowo dan senantiasa bertawakkal kepada-Nya, meskipun dengan segala keterbatasan yang ada. Dengan iman kita meyakini bahwasanya semua yang Allah SWT berikan itulah yang terbaik untuk kita. Misalnya, ketika kita diuji dengan kemiskinan, maka bersabar merupakan jalan yang layak ditempuh untuk bisa mendapat pahala dari-Nya. Dan ketika diuji kecukupan dan kelapangan rezeki, maka bersyukur merupakan jalan yang sudah sepatutnya diamalkan, dengan cara memberi sebagian rezeki kepada yang membutuhkan. Konsep rezeki sendiri sangat perlu diketahui oleh setiap muslim, bahwasanya rezeki itu datangnya dari Allah SWT, dan sudah tertakar tidak mungkin tertukar. Kita sebagai manusia hanya diperintahkan untuk berikhtiar semaksimal mungkin.

Yang kedua, tidak berfungsinya keluarga sehingga ibu juga terbebani pemenuhan ekonomi. Padahal tugas seorang ibu sangatlah mulia di dalam islam, dalam rumah tangga Allah Swt memuliakan wanita dengan memberi peran sebagai sebagai ibu dan pengatur rumah tangga (umm[un] wa rabat al-bayt) yang bertanggung jawab mengatur rumah tangganya di bawah kepemimpinan suami. Sebagai pemimpin rumah tangga suami wajib memimpin, melindungi, dan memberi nafkah kepada anggota keluarganya (Lihat: QS An-Nisa’ [4]: 34). “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya.”

Rasulullah saw. juga bersabda, “Wanita (istri) adalah penanggung jawab dalam rumah tangga suaminya dan anak-anaknya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Wanita yang mulia adalah yang paling bertakwa, yaitu wanita yang beraktivitas sesuai dengan syariat. Oleh karenanya, wanita yang bertakwa adalah yang mampu menjalankan perannya dengan baik, melaksanakan kewajibannya sebagai istri dan ibu sesuai dengan tuntunan syariat. Mereka mengatur rumah tangganya dengan baik hingga mampu menciptakan suasana kondusif bagi suami dan buah hatinya untuk menggapai kemuliaan, yaitu menjadi pemimpin orang-orang yang bertakwa (Lihat: QS Al-Furqan [25]: 74).

Ketiga, lemahnya kepedulian Masyarakat dan tidak adanya jaminan kesejahteraan negara atas rakyat individu per individu. Semua berkaitan erat dengan sistem yang diterapkan negara saat ini. Beginilah wajah asli sistem rusak dan merusak yang terjadi hari ini, menyebabkan keegoisan setiap individunya dan kesejahteraan hanya wacana belaka.

Islam mewajibkan negara menjamin kesejahteraan Ibu dan anak melalui berbagai mekanisme, baik jalur nafkah, dukungan masyarakat dan santunan negara. Islam menjamin kesejahteraan dan keselamatan ibu dan anak, tanpa mengharuskan ibu bekerja. Islam mewajibkan negara untuk menjaga peran strategis perempuan sebagai ibu, pengatur rumah tangga, dan ibu generasi. Meskipun Islam membolehkan perempuan bekerja, tetapi Islam tidak menjadikan perempuan sebagai penanggung nafkah dan penyangga pilar ekonomi negara. Jaminan Islam atas kesejahteraan dan perlindungan untuk Ibu dan anak hanya akan terwujud dalam Khilafah Islamiah yang menerapkan Islam secara kafah. Jaminan ini mustahil diwujudkan oleh negara bersistem kapitalisme manapun. Kalaulah seandainya ada yang bisa mewujudkan, pastilah tanpa keberkahan. Sebab, keberkahan hanya akan didapatkan ketika menerapkan aturan Allah secara kafah.

Untuk dapat mewujudkan kesejahteraan rakyatnya, negara bertanggung jawab atas layanan kesehatan dan pendidikan. Dengan sistem ekonomi Islam, negara akan memiliki kekayaan yang cukup untuk menjamin rakyatnya hidup sejahtera, termasuk menyediakan layanan kesehatan dan pendidikan secara murah bahkan gratis.

Di sisi lain, Islam memiliki mekanisme komprehensif untuk memastikan setiap individu rakyat terjamin kesejahteraan hidupnya. Negara akan menyantuni keluarga para janda dan keluarga yang terdapat laki-laki lemah atau tidak mampu bekerja karena keterbatasan fisik dan akalnya.

Wallahu’alam Bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *