Masifnya Deforestasi, Salah Satu Bukti Fasadnya Sistem Sekuler Kapitalisme

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Masifnya Deforestasi, Salah Satu Bukti Fasadnya Sistem Sekuler Kapitalisme

Enung Nurhayati

Kontributor Suara Inqilabi

 

Indonesia merupakan salah satu negara yang paling banyak kehilangan hutan primer tropis (humid tropical primary forest) dalam dua dekade terakhir. Hal ini tercatat dalam laporan Global Forest Review dari World Resources Institute (WRI). WRI mendefinisikan hutan primer tropis sebagai hutan berusia tua yang memiliki cadangan karbon besar dan kaya akan keragaman hayati.

Angka kehilangan hutan yang dicatat WRI ini mencakup area hutan primer tropis yang mengalami deforestasi serta degradasi. Adapun yang dimaksud deforestasi adalah perubahan lahan hutan menjadi non-hutan secara permanen, seperti menjadi perkebunan atau permukiman. Sedangkan degradasi adalah penurunan fungsi atau kerusakan ekosistem hutan, baik yang disebabkan aktivitas manusia maupun peristiwa alam.

Masifnya deforestasi ini akibat alih fungsi hutan yang terus terjadi dan mengakibatkan bencana dan kesulitan hidup rakyat. Selain dari hal tersebut , deforestasi juga terjadi akibat eksplorasi besar-besaran dari bahan bakar fosil dan pertambangan.

Dengan mengamati hal ini, terbukti sistem sekuler kapitalisme meniscayakan adanya kesenjangan antara kelestarian lingkungan dan pembangunan, apalagi keuntungan sebagai sesuatu yang sangat dominan akan menjadi tujuan. Kebijakan dalam sistem ini juga melahirkan kesalahan dalam tata kelola pemanfaatan hutan. Hutan dimanfaatkan secara eksploitatif, sehingga kehilangan keseimbangan alam atau natural equilibrium sistem. Di dalam sistem sekuler Kapitalisme juga melahirkan penguasa yang abai terhadap urusan umat, parahnya mereka tunduk pada para kapitalis. Salah satu bukti konkretnya yaitu dengan disahkannya undang-undang cipta kerja yang sarat dengan kepentingan pemilik modal. Salah satu dari dampak undang-undang ini adalah tidak adanya keberpihakan pada kondisi lingkungan.

Berbeda halnya dengan sistem Islam, ketika diterapkan secara kaaffah. Dalam Islam, hutan adalah milik umum, yang berarti negara wajib mengelola agar terjaga kelestariannya dan tetap dapat membawa manfaat untuk umat. Islam pun memiliki berbagai aturan untuk menjaga kepemilikan umum termasuk hutan. Islam melarang adanya monopoli pihak tertentu, seperti perusahaan asing, oligarki, dan pemilik modal. Namun demikian, karena hutan itu merupakan kepemilikan umum, maka umat boleh memanfaatkan seperlunya, tidak sampai merusak lingkungan apalagi membuat dhoror umat.

Penguasa dalam Islam mengelola hutan sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya, dan menyadari akan adanya pertanggungjawaban atas amanahnya ini. Dengan kesadaran tersebut, menyebabkan penguasa tidak gegabah dalam mengeluarkan satu kebijakan yang akan menyengsarakan rakyatnya. Penguasa dalam sistem Islam, merupakan pelayan dan perisai bagi umatnya, seperti yang disabdakan oleh Rasululloh Saw,

إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدْلٌ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ ، وَإِنْ يَأْمُرُ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ [رواه البخاري ومسلم]

“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” [Hr. Bukhari dan Muslim].

Jadi jelas, penguasa dalam Islam bukan hanya sekedar regulator, tetapi merupakan pelayan umat dan perisai yang senantiasa mengawasi terlaksananya regulasi, sehingga tidak terjadi pelanggaran hukum syara, karenaa regulasi dalam sistem Islam bersumber dari hukum syara.

Wallahu’alam Bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *