Mampukah Raperda Tuntaskan LGBT?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Mampukah Raperda Tuntaskan L98T?

Oleh Euis purnama Sari

Pegiat Literasi 

 

Pemerintah Kabupaten Bandung (Pemkab), Jawa Barat, tengah membuat rancangan Peraturan Daerah (Perda) terkait larangan adanya Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (L98T). Bupati Bandung Dadang Supriatna, dengan tegas telah menyatakan larangan komunitas tersebut berkembang di wilayahnya.

Untuk itu, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan tengah menunggu keputusan fatwa terkait untuk dijadikan rujukan dalam pembuatan Perda larangan L98T di Kabupaten Bandung. Kendati demikian, Bupati pun menegaskan bahwa rencana tersebut belum masuk DPRD, baru akan diusulkan. (Kompas.com. Minggu 30/7/2023).

Kepedulian Bupati Bandung patut diapresiasi. Mengingat fenomena L98T di saat ini sangat mengkhawatirkan. Terlebih Jawa Barat menduduki urutan pertama dengan jumlah terbanyak di Indonesia. Namun apakah Perda yang diterapkan di sebagian daerah akan mampu menekan penyebaran penyakit sosial ini? Mengapa pemerintah pusat tidak membuat kebijakan yang sama untuk menangani masalah ini?

L98T adalah bentuk penyimpangan orientasi seksual yang bermula dari kebebasan berekspresi dan berlindung di balik Hak Asasi Manusia (HAM), keberadaannya pun diduga dilindungi undang-undang. Hal ini terbukti dari tidak adanya UU yang mampu menyentuh penyimpangan seksual ini. Pun jika ada, keberadaannya seringkali tidak sejalan dengan Perda yang ada, daerah melarang namun pemerintah pusat justru membebaskan. Sehingga wajar jika aturan yang ada tidak mampu mencegah apalagi menghentikan penyebarannya.

Bagaimana tidak, L98T adalah buah dari penerapan sistem sekuler-liberal yang mengusung pilar-pilar kebebasan, salah satunya adalah kebebasan berekspresi. Penerapan sistem inilah yang menjadi akar permasalahannya, di mana aturan yang dibuat berasal dari akal manusia yang penuh keterbatasan. Begitu pula dalam hal penanganan permasalahan ini, jika dibiarkan dan tidak ditangani dengan serius maka akan merusak tatanan kehidupan manusia, mengancam kelestarian manusia dan merebaknya penyakit kelamin yang mematikan.

Inilah yang terjadi saat manusia memilih berpijak pada aturan kapitalisme, alih-alih tersolusikan, justru kerusakan semakin meluas. Maka untuk menghentikan penyebaran penyimpangan sosial ini harus dilakukan upaya pencegahan, berupa sanksi tegas bagi pelaku L98T yang ditetapkan oleh penguasa. Dalam hal ini Islam lah yang bisa diandalkan untuk memberi solusi. Dengan aturan yang berasal dari Allah Swt. seluruh aspek kehidupan ini telah jelas ketentuannya, termasuk dalam hal penyimpangan seksual ini

Islam telah memberi ketetapan rinci menyangkut LGBT ini. Terkait lesbianisme (ketertarikan antara sesama wanita), tidak ada khilafiah di kalangan fuqaha akan keharaman hukumnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam HR Thabrani:

“Lesbianisme adalah (bagaikan) zina di antara wanita.”

Hukuman untuk pelakunya adalah ta’zir, yaitu hukuman yang tidak dijelaskan secara khusus oleh nash. Jenis dan kadarnya diserahkan kepada qadi. Bisa berupa hukuman cambuk, penjara, publikasi, dan sebagainya.

Sementra homoseksual atau gay biasa dikenal dengan istilah liwath. Imam Ibnu Qudamah mengatakan bahwa telah sepakat seluruh ulama mengenai keharamannya, sebagaimana Sabda Nabi saw.:

“Allah telah mengutuk siapa saja berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth.” (HR Ahmad).

Hukuman untuk pelakunya adalah hukuman mati, tidak ada khilafiah di antara para fukaha, Sabda Nabi saw.,

“Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaumnya Nabi Luth, maka bunuhlah keduanya.” (HR Al Khamsah, kecuali An-Nasa’i).

Biseksual adalah perbuatan zina jika dilakukan dengan lain jenis. Jika dilakukan dengan sesama jenis, tergolong homoseksual jika dilakukan sesama laki-laki, dan tergolong lesbianisme jika sesama wanita. Hukumannya sesuai faktanya. Jika tergolong zina, hukumannya rajam jika pelakunya sudah menikah dan seratus kali cambuk jika belum pernah menikah. Jika tergolong homoseksual, hukumannya hukuman mati. Jika lesbianisme, hukumannya takzir.

Adapun transgender, yaitu perbuatan menyerupai lain jenis. Baik dalam berbicara, berbusana, maupun dalam berbuat, termasuk dalam aktivitas seksual. Islam dengan tegas telah mengharamkan perbuatan tersebut, sanksinya pun telah ditetapkan, berupa pengusiran dari dari pemukimannya. Namun hukuman tersebut tergantung fakta yang terjadi, jika terjadi hubungan seksual antara sesama lelaki maka dijatuhkan hukuman bagi kaum homoseksual, jika antar sesama wanita maka dikategorikan lesbian. Sementara jika dilakukan antar lawan jenis maka berlaku sanksi bagi pezina.

Telah sangat jelas bahwa L98T merupakan hal yang sangat menjijikan, melanggar fitrah manusia, dan lebih dari itu bertentangan dengan syariat Islam. Oleh karena itu, untuk menghentikannya tidak cukup hanya dengan seruan ataupun kecaman. Harus ada kekuatan politik dan hukum yang melindungi umat. Dialah yang akan menjadi perisai bagi umat dalam menahan gempuran arus kerusakan paham yang merusak. Yaitu dengan diterapkannya syariat Allah Swt.dalam naungan sebuah kepemimpinan Islam.

Wallahu a’lam bishawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *