Gaza Terus Menjerit, Dunia Tetap Bungkam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Gaza Terus Menjerit, Dunia Tetap Bungkam

Anisa Rahmi Tania

Kontributor Suara Inqilabi

Ramadhan telah di pelupuk mata, kaum muslimin bersukacita menyambutnya. Namun, bagi kaum Muslim Gaza entah ini Ramadhan ke berapa yang harus mereka lewati dengan berat. Penderitaan warga Gaza semakin besar, pascaserangan yang dilancarkan Hammas ke Israel atas kezaliman mereka. Lantas Zionis Israel menyerang secara brutal yang berujung genosida. Gedung-gedung telah rata dengan tanah. Entah berapa korban yang yang tertimbun reruntuhan. Sementara korban jiwa yang syahid telah menembus puluhan ribu orang.

Dilansir dari laman Republika.co.id (28/02/2024), Agresi militer Zionis Israel ke tanah Gaza memasuki hari ke-144 telah menewaskan 29.878 orang. Dalam periode yang sama, 70.215 lainnya menderita luka-luka. Bahkan Kementerian mengungkapkan ada banyak orang yang masih terjebak di bawah reruntuhan yang sulit dijangkau tim penyelamat. Kini sekitar 85 persen warga Gaza telah mengungsi dan mereka menderita kerawanan pangan. Walaupun melalui Presiden Amerika, telah disetujui komitmen Israel untuk menghentikan aktivitas militernya selama bulan Ramadhan, namun apakah itu cukup? Lantas apa yang akan terjadi setelah Ramadhan?

Perangkap Nasionalisme

Kondisi Palestina hari ini bukanlah akibat dari serangan Oktober tahun lalu. Akan tetapi akibat perang yang tiada henti dengan Zionis Israel. Hammas sebagai kelompok pejuang di Gaza mencoba melakukan perlawanan setelah lama terkungkung dengan kezaliman Zionis Israel. Para Zionis tersebut merangsek masuk ke wilayah Palestina dan mengambil tanah kaum muslimin. Mereka mendirikan negara Israel di atas negara Palestina. Lantas PBB dengan mudahnya mengakui Negara Israel. Dengan dalih ‘perdamaian dunia’, two state menjadi solusi atas perang antara Palestina dan Israel. Namun apa yang terjadi, Zionis Israel tidak puas. Mereka terus menyudutkan penduduk Palestina hanya tersisa wilayah tepi Barat dan Gaza. Kondisinya seakan menjadi penjara karena akses yang sangat dibatasi. Kondisi tersebut menyulut pertempuran yang tidak pernah berhenti. Dari tahun ke tahun, dari Ramadhan ke Ramadhan. Gaza terus membara. Mereka nyatanya tidak pernah surut untuk mempertahankan apa yang menjadi milik kaum muslimin. Tanah yang diperjuangkan oleh para syuhada sebelumnya.

Kini, hingga detik ini, Gaza dalam kemelut panjang peperangan menghadapi kekejaman Zionis Israel. Mereka kekurangan pangan, air bersih, pakaian, tempat tinggal, obat-obatan, dan lainnya. Semua dunia mengetahuinya, namun kemana dunia saat laporan-laporan dari Kementerian atau lembaga PBB terus bergulir? Semua bungkam.

Para penguasa negeri-negeri muslim nyaris tak terlihat seringainya. Semuanya disibukkan dengan urusan dalam negerinya masing-masing. Jikapun memberi perhatian tidak lebih dari bantuan ataupun kecaman, seperti yang biasa dilakukan. Lagi dan lagi, selama bertahun-tahun hanya solusi itu yang mampu mereka ulurkan. Tidak ada satu pun dari mereka yang itikad baik mengirimkan pasukan. Hingga mengerahkan persediaan senjata, tank baja, dan sebagainya. Tidak ada pula langkah menghimpun kekuatan besar dengan merangkul penguasa lainnya. Inilah efek jangka panjang dari nasionalisme yang telah mengakar kuat.

Inilah salah satu keberhasilan para kafir penjajah setelah mereka menyekat-nyekat Daulah Khilafah. Mereka membentuk negara-negara kecil dan menempatkan para penguasa yang manut pada titahnya. Dari sinilah semua bisa berjalan dengan total kontrol sepenuhnya di tangan para kafir penjajah. Oleh karena itu, tidak heran jika langkah terjauh para penguasa muslim hari ini dalam membantu kaum Muslim di Gaza sebatas pada kecaman dan bantuan sosial. Tidak bisa lebih dan tidak akan bisa lebih selama sekat nasionalisme masih mengakar.

Merindu Sang Penyelamat

Sungguh telah sangat tergambar dengan nyata penderitaan yang dialami Muslim di Palestina. Sungguh kengerian terus membayangi saudara kita di sana. Upaya-upaya damai sudah tidak berarti lagi. Kaum Muslim Gaza butuh solusi yang mengakar. Artinya kaum Muslim harus menyadari kesalahan fatal dari paham Nasionalisme. Paham inilah yang harus dienyahkan dan menggantinya dengan paham yang menyatukan semua umat Islam di seluruh penjuru dunia. Yakni Islam sebagai sistem kehidupan.

Islam yang telah membuktikan diri bisa mengharmoniskan kehidupan tiga umat beragama di tanah Palestina. Islam pula yang telah memperlihatkan pada dunia, makna perdamaian yang hakiki dan keadilan bagi semua bangsa. Karena Islam membawa aturan-aturan yang berasal dari Rabb semesta alam. Penerapannya di bumi ini membawa rahmat. Sekaligus menjadi penyelamat bagi umatnya di dunia maupun di akhirat.

Wallahu’alam bish-shawwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *