Gaji ASN Naik Menjelang Pemilu, Benarkah Untuk Kesejahteraan?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Gaji ASN Naik Menjelang Pemilu, Benarkah Untuk Kesejahteraan?

 

Oleh Salma

(Relawan Opini Andoolo)

 

Kabar gembira bagi ASN, PNS, TNI, dan Polri, di mana menjelang pemilu gaji mereka akan dinaikkan sebesar 8%. Sehingga banyak yang bertanya-tanya, ada apa dengan kenaikan gaji ASN. Mengapa kebijakannya muncul saat isu kontestasi pemilu mulai memanas?

Sebagaimana dilansir cnbcindonesia.id, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menaikkan gaji aparatur sipil negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebesar 8% pada tahun depan. Selain kenaikan PNS, Presiden Jokowi juga mengusulkan kenaikan gaji untuk ASN pusat dan daerah/ TNI/ polri sebesar 8% dan kenaikan untuk pensiunan sebesar 12%, kenaikan gaji ini akan jauh lebih tinggi dibandingkan proyeksi inflasi untuk 2024. Dalam nota keuangan dan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2024, inflasi diperkirakan mencapai 2,8% (19/8/2023).

Hal ini terdengar cukup menggiurkan mengingat kenaikan gaji sebesar 8% untuk pegawai negeri dan 12% untuk pensiunan pada tahun 2024. Banyak pihak melihat kebijakan ini didorong oleh kepentingan politik praktis.

Adanya sejumlah alasan yang melatarbelakangi adanya kebijakan tersebut, antara lain membantu meningkatkan kesejahteraan para ASN sehingga berdampak positif terhadap daya beli dan pada akhirnya perekonomian masyarakat pun semakin meningkat. Selain itu, pemerintah juga melakukan kenaikan upah dengan tujuan untuk meningkatkan dan memperbaiki prestasi kerja. Apakah ini benar-benar terjadi?

Faktanya selama ini justru kenaikannya yang terlalu besar, selain menimbulkan gelombang inflasi yang merugikan perekonomian nasional, juga menimbulkan ketimpangan di masyarakat. Mengingat kenaikan gaji pegawai negeri sipil yang cukup tinggi yaitu sebesar 8%, maka laju kenaikan harga komoditas tidak bisa dikesampingkan, apalagi jika terdapat resiko perubahan iklim yang melanda masyarakat.

Jangan sampai gaji ASN dinaikkan, tapi harus mengurangi anggaran pertanian dan kesehatan, dengan alasan defisit anggaran. Banyak pihak yang menilai rencana ini kurang tepat dalam mengaloasikan anggaran negara untuk kesejahteraan rakyat. Masih banyak masyarakat miskin yang membutuhkan bantuan negara. Banyak pula tenaga honorer yang mengabdi pada negara tanpa mendapat kompensasi yang memadai.

Dengan seperti ini perbaikan kesejahteraan masyarakat yang  selalu digembor-gemborkan masih menjadi mimpi. Kenaikan gaji untuk meningkatkan kinerja dan keprofesinal dalam mejalankan tugas  juga masih mimpi di tengah etos kerja yang buruk. Dan ironisnya lagi  tradisi kenaikan gaji ASN menjelang pemilu menyiratkan adanya kemungkinan pemanfaatan kedudukan terhadap pemilu yang diselenggarakan.

Ini karena pendidikan politik yang dimaksudkan tidak berangkat dari pemahaman atau paradigma politik yang benar, melainkan lahir dari paradigma politik sekuler demokrasi kapitalisme neoliberal yang berlandaskan asas kemanfaatan. Terlebih, paradigma seperti ini memungkinkan bagi para pemain politik, menghalalkan segala cara demi memperpanjang umur kekuasaan.

Pemerintah memang boleh beralasan bahwa kenaikan gaji ASN adalah dalam rangka meningkatkan kinerja dan menggenjot reformasi birokrasi. Namun di balik itu kita tidak bisa melupakan bahwa 2024 adalah tahun pesta demokrasi. Artinya, peningkatan gaji ASN justru berpotensi sebagai wujud kampanye terselubung, bahkan bisa mengarah pada politik uang.

Paradigma Politik Islam

Islam menjadikan kesejahteraan rakyat individu per individu merupakan kewajiban negara, tak hanya insidental, apalagi pencitraan dan ada tujuan tersembunyi, namun merupakan kebijakan dasar atau tanggungjawab negara sebagai pengatur urusan rakyat.

Islam menetapkan negara menerapkan berbagai mekanisme yang sudah ditetapkan Allah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya, dan bukan hanya ASN saja. Islam juga memiliki mekanisme untuk menajdikan ASN memberikan kinerja terbaik sepanjang masa.

Sebagai seorang muslim, apalagi yang hidup di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam, sudah selayaknya kita menjadikan Islam (Al-Qur’an dan sunah) sebagai satu-satunya standar dalam menyikapi perilaku dan kebijakan pemerintah, juga dalam menetapkan calon pemimpin. Tentunya bukan menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan.

Wallahu’alam bishshawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *