Fenomena Harga Tiket Meningkat, Potret Kapitalisme Menjerat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Fenomena Harga Tiket Meningkat, Potret Kapitalisme Menjerat

Agustin Pratiwi

Kontributor Suara Inqilabi

 

Harga tiket pesawat melambung menjelang Lebaran 2024, dengan beberapa maskapai yang melayani rute ramai menaikkan tarif mereka secara signifikan. Contohnya, Tiket pesawat Jakarta-Denpasar yang semula terjangkau dengan harga Rp703 ribu di Tiket.com, tiba-tiba melejit hingga Rp1,51 juta menjelang Lebaran. Perbedaan harga tiket pesawat Jakarta-Denpasar tidak terlalu signifikan antara hari biasa dan H-1 Lebaran menurut Traveloka, dengan Garuda Indonesia menawarkan harga termahal hingga Rp1,92 juta. Untuk rute Jakarta-Kualanamu, harga tiket pesawat hari ini sebesar Rp1,26 juta dengan Citilink, namun pada 9 April 2024, harga tiketnya bisa mencapai Rp1,72 juta hingga Rp2,32 juta (cnnindonesia.com 18/3/2024).

Perbandingan harga tiket pada akhir Februari dengan harga tiket pada Lebaran 2024 menunjukkan tren kenaikan yang signifikan.
Masyarakat pengguna maskapai merasa terganggu dengan lonjakan harga tiket ini, bahkan, banyak masyarakat yang membandingkan penerbangan ke luar negeri jauh lebih murah daripada domestik.

Menparekraf Sandiaga Uno mengaku diteror masyarakat atas naiknya harga tiket, terutama untuk penerbangan ke wilayah Indonesia Bagian Timur (cnbcindoneisa 19/3/2024). Ia menyatakan bahwa kenaikan harga tiket pesawat domestik disebabkan oleh berkurangnya jumlah armada pesawat setelah pandemi, ini membuat Indonesia tertinggal dalam ketersediaan pesawat dibandingkan dengan negara lain (inews 26/3/2024).
Atas hal itu, Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan tren kenaikan harga tiket tersebut sudah mendekati tarif batas atas (TBA) yang dipatok pemerintah tapi belum mengidentifikasi adanya pelanggaran (cnnindonesia 25/3/2024). Disamping itu, Menteri Sandiaga Uno memberikan imbauan kepada masyarakat untuk pulang kampung sebelum terjadi kenaikan tarif tiket dan mendorong untuk menjalankan work from home (WFH) (deik.com 13/3/2024).

Sejatinya, kenaikan harga tiket pesawat bukan hanya menjadi masalah di Indonesia menjelang Lebaran, tapi juga secara global, menciptakan gelombang keluhan di seluruh dunia. Peningkatan tarif ini dipicu oleh naiknya tingkat inflasi dalam beberapa waktu terakhir, yang memicu tuntutan kenaikan gaji dari para karyawan, termasuk pilot, awak kabin, dan pekerja bandara. Mereka merasa perlu mendapatkan penghasilan yang lebih besar untuk menyesuaikan diri dengan biaya hidup yang semakin meningkat.

Biaya operasional di bandara juga diketahui naik, turut berkontribusi pada kenaikan harga tiket pesawat. Semua faktor ini terkait erat dengan prinsip ekonomi yang berlaku saat ini. Saat permintaan akan layanan jasa meningkat tanpa disertai dengan penawaran yang memadai, harga akan melonjak. Hal ini terjadi meskipun maskapai telah menyediakan kursi tambahan untuk menanggapi peningkatan permintaan.

Sebelum momen-momen spesial seperti Lebaran, maskapai sering kali menaikkan harga tiket sebagai strategi bisnis. Mereka melihat momen ini sebagai peluang untuk meraih keuntungan maksimal, mengingat penumpang cenderung lebih bersedia membayar dengan harga yang lebih tinggi. Namun, dalam konteks ini, kontrol atas harga tiket pesawat berada sepenuhnya di tangan pihak swasta, sementara keterlibatan pemerintah dalam mengatur harga terbatas pada peraturan-peraturan yang dikeluarkan.

Kasus inflasi yang terjadi juga merupakan akibat dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme secara luas. Tingginya praktik riba, atau suku bunga, menjadi salah satu pemicu utama inflasi yang merajalela di berbagai negara. Fenomena ini mengakibatkan kenaikan harga pada berbagai kebutuhan pokok, sehingga individu perlu mendapatkan penghasilan yang lebih besar untuk menjaga keseimbangan keuangan mereka.
Dalam pandangan banyak pihak, kenaikan harga tiket pesawat di tengah kenaikan inflasi dan biaya operasional yang meningkat di bandara dianggap sebagai solusi yang diperlukan agar maskapai dapat mempertahankan keberlangsungan usaha mereka dan tetap memperoleh keuntungan yang signifikan.

Situasi ini menimbulkan kesulitan bagi masyarakat, yang harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk menggunakan transportasi udara yang lebih cepat dan efisien. Ini merupa kan contoh nyata dari bagaimana sistem ekonomi yang memberikan kendali penuh kepada pasar dapat mengakibatkan ketidakadilan bagi masyarakat. Dalam kapitalisme, negara hanya membuat regulasi sementara praktik praktis diserahkan kepada sektor swasta. Prioritasnya adalah mencari keuntungan, tanpa memperhatikan kesulitan masyarakat.

Sedangkan dalam pandangan Islam, transportasi adalah kebutuhan pokok yang mendapat perhatian serius. Negara wajib menyediakan layanan transportasi yang murah, mudah, cepat, dan aman bagi semua warga. Sumber pendanaan transportasi tersebut berasal dari baitulmal, dana yang dikelola dari Sumber Daya Alam (SDA) dan sumber pendapatan lainnya, seperti jizyah, fai, kharaj dan ganimah. Tujuannya bukan hanya mencari keuntungan, tetapi melayani masyarakat.
Sistem ekonomi Islam yang melarang riba juga menjamin stabilitas ekonomi global. Tidak ada alasan untuk menaikkan harga tiket pesawat karena inflasi, sehingga masyarakat tetap bisa menikmati transportasi yang terjangkau dan berkualitas. Hanya sistem Islam yang dapat memberikan solusi untuk masalah transportasi yang dihadapi masyarakat. Dengan aturan yang lengkap dan sempurna, negara bisa mengendalikan ekonomi sehingga inflasi dapat dicegah.

Wallahu’alam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *