Kisruh PPDB, Potret Lemahnya Negara Dalam Menyelenggarakan Pendidikan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kisruh PPDB, Potret Lemahnya Negara Dalam Menyelenggarakan Pendidikan

 

Oleh Hamsia (Pegiat Literasi)

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) telah dibuka pendaftarannya dan seperti bisa kekacauan dan ketidak adilan terus saja terjadi sejak awal tahun ajaran baru dimulai. Semua ini terjadi karena penetapan zonasi yang diberlakukan sejak 2017 lalu. Pemberlakuan sistem zonasi menuai banyak protes dari para orang tua siswa.

Pada tahun ini proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) di berbagai daerah mulai dari Bogor, Bekasi, hingga Kepulauan Riau diwarnai dengan berbagai kecurangan, berbagai modus dilakukan agar calon siswa diterima di sekolah favorit melalui jalur zonasi.

Dilansir Tempo.co, Kamis, 13 Juli 2023, praktik curang tersebut terangkum beberapa modus, pertama, jua beli kursi di Kerawang dan Bengkulu, untuk jalur ini salah seorang warga kecamatan Karawang Timur mengaku harus mengeluarkan uang sekitar Rp3 juta agar anaknya dapat diterima di SMP Negeri di wilayah Karawang Barat.

Kedua, pungutan liar di Karawang, salah satu SMP di Kecamatan Karawang Timur diduga menarik sejumlah uang kepada seluruh orang tua siswa dengan nominal Rp 1 juta. Ketiga, domisili yang tidak sesuai KK di Bogor. Keempat, memanipulasi dan pemalsuan KK di Bogor, Bekasi, dan Pekanbaru. Kelima, pejabat menitipkan calon siswa ke SMA tertentu di Kepulauan Riau.

Permasalahan yang terjadi setiap tahun dalam PPDB ini semakin membuktikan bahwa pemerintah tidak akan pernah mampu memberikan fasilitas pendidikan yang layak dan adil agar anak usia sekolah dapat tertampung di sekolah negeri yang berkualitas tanpa menghadap kekisruhan. Ditambah lagi, kebijakan yang diterapkan pun tak jauh demi kepentingan segelintir orang yang pada akhirnya rakyat menjadi tumbal pesakitan dan menuai derita.

Tetapi dengan sistem pendidikan yang terjadi berdasarkan sekularisme-kapitalisme, hanyalah dilihat dari perolehan nilai ijazah semata, untuk mendapatkan pekerjaan bergengsi sehingga menghasilkan materi berlimpah. Apalagi sampai mendorong masyarakat berbuat curang agar bisa masuk sekolah yang diinginkan. Inilah kegagalan sistem pendidikan sekularisme kapitalisme.

Sistem kehidupan sekularisme kapitalisme menjadikan standar keberhasilan sekolah diukur dari materi, bahwa sukses adalah mereka yang pintar dan kaya. Cara pandang seperti inilah yang memunculkan sekolah favorit dan sekolah pinggiran. Ditambah lagi negara setengah hati membangun negara infrastruktur hingga terjadi diskriminasi pendidikan. Oleh karena itu ada sekolah yang bagus dari segi fasilitas namun tidak sedikit sekolah yang hanya ala kadarnya.

Hal ini berbanding terbalik dengan sistem Islam. Dimana Islam mempunyai solusi atas seluruh permasalahan kehidupan masyarakat. Baik secara politik, dan spiritual, Islam memandang bahwa menuntut ilmu merupakan ibadah.

Pendidikan dalam Islam adalah tanggungjawab negara, dan berlaku adil untuk rakyat. Termasuk kewajiban negara menyediakan sarana pendidikan yang berkualitas, gratis dan mudah diakses oleh semua peserta didik.

Berbeda dengan sistem PPDB dalam sistem khilafah Sekolah adalah hak bagi setiap anak. Islam tidak memandang apakah anak berasal dari orang kaya atau miskin, muslim atau non muslim, karena sekolah yang merupakan sarana pendidikan yang wajib dijamin oleh khilafah.

Sebab pendidikan termasuk kebutuhan dasar publik. Dalilnya ialah perbuatan Rasulullah yang menetapkan kebijakan bahwa untuk sebagian tawanan yang tidak sanggup menebus pembebasannya diharuskan mengajari baca tulis kepada sepuluh anak-anak Madinah sebagai ganti tebusannya.

Jaminan secara langsung pendidikan oleh khilafah akan membuat sekolah-sekolah di dalam khilafah memiliki kualitas yang sama. Khilafah akan membangun infrastruktur dan fasilitas penunjang untuk kegiatan belajar dan mengajar di sekolah. Seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai penelitian, dan buku-buku pelajaran.

Khilafah menjamin tenaga pengajar dan administratif sekolah adalah orang yang amanah, kompeten, dan ahli di bidangnya. Sehingga atmosfer sekolah khidmat sebagai tempat mencari ilmu. Bahkan sekolah-sekolah disediakan gratis kepada seluruh warga khilafah tanpa memandang kelas sosial.

Dengan konsep seperti ini dapat membuang anggapan masyarakat mengenai adanya sekolah unggulan dan biasa sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalisme saat ini dan tidak perlu ada sistem zonasi. Selain itu kurikulum sekolah menjadikan akidah Islam sebagai asasnya. Dengan demikian dalam setiap proses pembelajaran anak didik senantiasa diingatkan akan keberadaannya sebagai hamba Allah, hal inilah yang menjamin kualitas hasil pendidikan.

Standar keberhasilan pendidikan dalam khilafah ketika anak-anak mempunyai pola pikir dan pola sikap mereka tunduk pada syariat Islam. Selanjutnya mereka juga dibekali dengan ilmu alat seperti sains, teknologi, demi menunjang kehidupan dunia mereka, sehingga kelak mereka memperdalam keilmuannya di jenjang pendidikan tinggi dan memanfaatkan ilmu untuk kemuliaan Islam dan kebaikan kaum muslimin.

Dengan demikian tidak ada sekolah unggulan atau biasa dalam khilafah, semua sekolah memiliki kualitas yang sama dan gratis untuk semua kalangan dan golongan selama mereka warga khilafah.

 

Wallahu a’lam bis shawwab

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *