Peringatan Hari Anak Dunia, Pengkhianatan Nyata Dunia Atas Hak Hidup Anak-anak Palestina
(oleh : Eva Sanjaya)
Beberapa waktu lalu, telah diperingati World Children’s Day atau Hari Anak Sedunia pada tiap tanggal 20 November. Peringatan ini diinisiasi oleh lembaga internasional UNICEF di bawah naungan PBB. Momen penting ini bertujuan untuk merayakan hak-hak anak di seluruh dunia. Selain itu untuk meningkatkan kesadaran tentang kesejahteraan anak, serta mendorong tindakan global demi menciptakan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak.[dikutip detik.com, 13 Nov 2024] Peringatan kali ini mengangkat tema “Listen to the future, Stand up for children’s rights.” atau “Dengarkan masa depan, Dukung Hak-Hak Anak.” Dalam era modern saat ini, Hari Anak Sedunia tidak hanya sekadar perayaan seremonial semata, tetapi juga seruan untuk bertindak. Perlahan dan pasti akhir-akhir ini antara anak-anak dan orang dewasa telah menjadi saksi untuk saling berkolaborasi menyuarakan isu-isu kritis, seperti perubahan iklim, akses pendidikan yang merata, dan penghapusan diskriminasi. Di samping itu, mengajak memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk didengar, diberdayakan, dan berperan menciptakan masa depan yang diinginkan melalui media sosial, publikasi, dan acara global menjadi momentum meningkatkan perhatian terhadap tantangan yang dihadapi anak-anak, serta komitmen untuk mewujudkan hak-hak mereka. Momen Hari Anak Sedunia menjadi refleksi kemajuan yang telah dicapai dan langkah-langkah yang masih perlu diambil untuk melindungi generasi masa depan. Para orang tua, guru, pemerintahan, hingga aktivis dapat berperan penting dalam kampanye ini. Sayangnya, narasi yang digaungkan pada momen ini hanya sekedar teori semata. Karena faktanya, masih banyak anak-anak yang bernasib jauh dari harapan. Anak yang ceria, aktif, sehat, kreatif dll. Peringatan dengan dalih untuk menutupi ketidakpedulian mereka terhadap masa depan 2 milyar anak usia 0-15 tahun di seluruh dunia. Hal ini menggambarkan standar ganda Barat soal hak anak. Terlebih, pengkhianatan nyata tampak pada nasib anak-anak Palestina hari ini. Hak hidup layak, hak makan, hak pendidikan, hak kesehatan, hak sanitasi, dan hak perlindungan atas kekerasan saja tak mereka dapatkan. Anak-anak Palestina menjadi korban penjajahan, kebiadaban Zionis Yahudi, bahkan ketika mereka masih dalam kandungan. Keselamatan anak-anak kalah penting dengan agenda dan tujuan negara yang hari ini tegak atas sistem kapitalisme. Kepentingan ekonomi negara dan jabatan jauh juga lebih menjadi prioritas daripada nasib anak-anak di berbagai wilayah konflik lainnya. Sekat nasionalisme telah menghalangi para pemimpin muslim untuk melawan kedigdayaan penjajah yakni AS dan sekutunya. Inilah buah dari sistem kapitalisme sekularisme. Tema hari anak sedunia nyatanya hanya jargon kosong tak bermakna terutama bagi anak-anak Palestina. Kenyamanan hidup, perlindungan dan kebutuhan telah terabaikan. Kesehatan, pendidikan, keamanan, pangan yang seharusnya mereka dapatkan justru jauh dari angan-angan. Kehidupan anak-anak Palestina bak lonceng kematian. Lantas, apa yang diharapkan dari peringatan Hari Anak Sedunia ? Sejatinya, anak adalah amanah. Dan amanah kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah swt. Islam memandang bahwa anak merupakan calon generasi masa datang yang harus dijaga keselamatannya dan kesejahteraannya, juga hak-hak lainnya. Oleh karenanya, Islam dengan negaranya yakni khilafah akan menjamin pemenuhan kebutuhan dengan sangat baik sesuai tuntutan syariat Islam. Adapun prinsip-prinsip dalam Islam dalam memenuhi kebutuhan dan hak-hak anak diantaranya : Negara akan menjamin kesejahteraan dan keselamatan anak melalui sumber daya alam yang dimiliki, seperti hutan, lautan, minyak bumi, gas alam, batu bara, emas, dll dengan mengelola sebaik-baiknya untuk kesejahteraan dan keberlangsungan hidup generasi masa depan. Jadi tidak ada cerita anak-anak terlantar, terusir, terancam, ketakutan, kekurangan hingga berakibat hilangnya hak hidup mereka. Islam sangat menjamin pemenuhan hak anak yang hakiki, mulai dari hak hidup dan berkembang, hak nafkah, hak keamanan, hak pendidikan, hak mendapat makanan bergizi, hak memperloeh tempat tinggal layak, hak penjagaan nasab, dll. Di sisi lain, negara juga akan melindungi kehormatan kaum muslim di seluruh negeri Islam sehingga tidak ada lagi konflik antarmuslim atau penjajahan Barat atas negeri-negeri Islam. Kehadiran seorang pemimpin yaitu khalifah yang memimpin Negara Khilafah sebagai junnah (perisai) bagi kaum muslim akan mewujudkan persatuan hakiki. Nabi ﷺ bersabda, “Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai yang orang akan berperang di belakangnya dan digunakan sebagai tameng. Jika ia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, ia akan mendapatkan pahala. Namun, jika ia memerintahkan yang lain, ia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” (HR Bukhari dan Muslim). Hal ini hanya bisa diwujudkan ketika negara menerapkan syariat Islam secara kaffah dengan memperkuat fungsi keluarga, lingkungan masyarakat dan negara. Karena dalam Islam negara adalah rain dan junnah/pelindung yang meyelamtkan anak-anak dan generasi masa depan.
Wallaahua’lam bish showwab