Solusi Islami untuk Polusi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Solusi Islami untuk Polusi

 

Oleh Iffah Komalasari

 (Praktisi Pendidikan) 

 

Prihatin. Di balik gegap gempitanya perayaan 78 tahun kemerdekaan, ternyata negeri ini kembali berduka. Pasalnya, beberapa hari sebelum hari kemerdekaan 17 Agustus 2023 kemarin, tepatnya sejak Selasa (15/8/2023) pukul 08.00 WIB pagi, Ibukota negara Indonesia yakni Jakarta berdasarkan penilaian internasional telah ditetapkan sebagai kota dengan kualitas udara terburuk sedunia. Tingkat polusi di Jakarta hingga saat ini berada pada level tidak sehat. (liputan6.com, 15/8/2023)

Tentu saja akibat lanjutan dari polusi ini begitu besar, antara lain merebaknya penyakit asam bronkial, brokopneumonia, ISPA, pneumonia, jantung koroner, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), hingga kanker nasofaring. Riset KPBB pada 2019 lalu, menemukan tingginya prevalensi kondisi pernapasan penduduk Jakarta, yakni sebanyak 1,4 juta kasus asma, 200 ribu kasus bronkitis, dan sebagainya.

Akar Masalah Polusi

Banyak pihak berspekulasi seputar penyebab polusi ini. Salah satunya adalah dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menyatakan bahwa memburuknya kualitas udara Jakarta dan sekitarnya adalah imbas kontribusi debu. Selain itu, masifnya penggunaan kendaraan pribadi menjadi faktor yang memperburuk. KLHK malah membantah jika polusi udara Jakarta dan sekitarnya akibat kepungan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) bertenaga batu bara.

Sayangnya, klaim KLHK ini dibantah oleh Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Andry Satryo Nugroho. Ia menuturkan ada 16 PLTU batu bara yang mengepung Jakarta, yakni 10 di Banten dan 6 lainnya di Jawa Barat. Menurutnya, emisi PLTU turut menyumbang polusi udara di Jabodetabek, khususnya Jakarta. Ia menduga KLHK menutup-nutupi dampak nyata polusi PLTU terhadap buruknya kualitas udara Jakarta. (cnnindonesia.com, 15/08/2023).

Pernyataan Andry tersebut, senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh CREA, sebuah lembaga independen yang melakukan penelitian soal polusi udara. CREA melaporkan pencemaran lintas batas dari Provinsi Banten dan Jawa Barat merupakan kontributor utama pencemaran udara di Kota Jakarta. Pencemaran paling tinggi berasal dari sektor industri energi pembangkit listrik dan manufaktur.

Tercatat, hingga saat ini setidaknya ada 16 PLTU berbasis batubara yang berada tak jauh dari Jakarta. Sebarannya sebanyak 10 PLTU berlokasi di Banten, sedangkan enam lainnya di Jawa Barat. Sementara itu, industri manufaktur yang tercatat pada tahun 2019, total ada 418 fasilitas ditemukan dalam radius 100 kilometer dari daerah metropolitan Jakarta. (bbc.com, 14/08/2023)

Sebenarnya, masalah pencemaran udara sudah lama meresahkan warga Jakarta. Bahkan, dua tahun lalu, beberapa warga yang tergabung dalam Tim Advokasi Gerakan Ibu kota (Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta) menggugat sejumlah pihak, termasuk Presiden Jokowi, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Gubernur DKI Jakarta, berkaitan dengan penanganan polusi udara. Namun, pihak tergugat malah melayangkan kasasi terhadap gugatan tersebut.

Upaya Pemerintah Menangani Polusi

Pemerintah mengklaim bahwa pihaknya telah berusaha mencari solusi atas masalah ini. Mulai dari pembuatan transportasi massa berteknologi tinggi, penanaman pohon, pembuatan taman, kebijakan uji emisi kendaraan bermotor, kebijakan larangan membuang limbah beracun, kebijakan pajak karbon, hingga upaya pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan, semua tidak terlepas dari upaya menangani persoalan polusi. Namun masyarakat menilai, berbagai upaya tersebut nampak jalan di tempat. Selain implementasinya yang buruk, realitas polusi juga kian hari kian meningkat. Termasuk kebijakan terbaru WFH untuk mengurangi polusi pun diduga kuat akan bernasib sama.(Kompas, 17-8-2023)

Masyarakat melihat bahwa pemerintah (dianggap) kalah oleh swasta, bahkan kerap terlihat dikendalikan swasta. Bagaimana tidak demikian, faktanya pemerintah sering kali tidak bisa berbuat apa-apa jika ada pabrik “membandel” tidak mau mengikuti aturan yang ditetapkan.

Pun demikian dari berbagai kebijakan yang diberlakukan, implementasinya cenderung buruk. Kebijakan yang diterapkan pun senantiasa penuh kepentingan. Alih-alih menyelesaikan persoalan pencemaran udara, beberapa kebijakan malah sarat akan kepentingan pengusaha. Maka, berbagai upaya tadi jadinya mandul dalam menangani masalah polusi ini.

Sejatinya semua ini berpangkal dari kebijakan yang kapitalistik. Kebijakan kapitalistik ditandai dengan eratnya hubungan penguasa dan pengusaha sehingga seluruh kebijakannya cenderung pro pengusaha, bahkan seperti disetir pihak swasta. Buktinya, berbagai kebijakan yang pro pengusaha ditetapkan di tengah teriakan warga. UU Omnibus Law Cipta Kerja yang sangat menzalimi rakyat, terkait Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) yang dihilangkan, misalnya.

Oleh karena itu, telah jelas bahwa penyebab mendasar permasalahan polusi ini, sejatinya lahir dari kebijakan yang kapitalistik. Kebijakan yang hanya akan mengakomodasi segelintir elite pengusaha dengan negara hanya sebagai fasilitator. Berbeda secara diametral dengan sistem Islam yang menjadikan penguasa sebagai pihak sentral dalam mengurusi umat, termasuk penyelesaian masalah polusi.

Islam Solusi Masalah Polusi

Pandangan Islam terkait lingkungan tidak terlepas dari kedudukannya sebagai hamba Allah SWT. Sehingga cara pemanfaatannya pun harus dalam koridor syarak yang tercantum dalam Al-Qur’an dan As-Sunah. Di dalam keduanya inilah terdapat seperangkat aturan untuk mengatur manusia dan lingkungan hidupnya yang niscaya membawa maslahat bagi manusia dan alam semesta.

Dalam naungan sistem Islam, penguasa adalah pelayan bagi rakyat. Hal ini sebagaimana sabda Baginda Rasulullah Saw,

“Seorang pemimpin adalah penggembala dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Penguasa wajib mengarahkan rakyat untuk ikut menjaga lingkungan dari segala perkara yang dapat merusaknya, sebagaimana firman Allah SWT:

“Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.” (TQS. Al A’raf: 56).

Penguasa wajib menjadi benteng bagi rakyat dalam melarang individu/kelompok menguasai kepemilikan umum yang semestinya diperuntukkan demi sebesar-besarnya kepentingan rakyat. Haram bagi penguasa, menyerahkan tata kelola sumber daya alam yang menjadi harta kepemilikan umum kepada pihak swasta/asing.

Di bidang industri, penguasa wajib melakukan pengawasan untuk menjamin keberlangsungan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Pengawasan ini bertujuan agar industri yang ada tidak mencemari lingkungan. Seperti adanya kebijakan mengalokasikan kawasan industri yang menghasilkan polusi, jauh dari daerah pemukiman, dan mengendalikan fasilitas-fasilitas industri, pertanian dan sumber polusi lainnya, serta mengharuskan fasilitas-fasilitas dan sumber-sumber tersebut –baik bersifat milik pribadi atau publik– agar menggunakan metode dan sistem produksi yang bersih, yang ramah lingkungan, seperti penyediaan unit pengolahan limbah industri, dan tidak membiarkan kebocoran polutan ke lingkungan sekitarnya, di luar batas yang diperbolehkan. Penetapan batas-batas ini dilakukan oleh ilmuwan spesialis. Sehingga yang dibolehkan hanya emisi minimum, dan limbah yang tidak mempengaruhi keseimbangan ekologi.

Penguasa harus juga memperhatikan pendirian pabrik-pabrik untuk mendaur ulang limbah industri yang diizinkan, dan menggunakannya lagi sebagai bentuk baru bahan dan energi –yang disebut daur ulang– untuk mengurangi jumlah limbah industri. Sedangkan apa yang tersisa, dari limbah-limbah yang tidak dapat dieksploitasi atau didaur ulang, maka akan dibuang di tempat pembuangan sampah di daerah terpencil. Dan negara seharusnya membentuk tim ilmuwan untuk mempelajari dan mengembangkan cara-cara baru guna membersihkan limbah yang tidak dapat dieksploitasi atau didaur ulang, guna menghilangkan risiko dan bahayanya rakyat.

Negara akan mewajibkan setiap industri bisa mengelola limbah hasil industrinya sesuai standar baku yang ditetapkan oleh negara baik limbah cair, gas, maupun padat.

Penguasa seharusnya mendukung berbagai perkembangan sains dan teknologi dalam rangka pemanfaatan energi alternatif yang minim polusi. Di sisi lain, penggunaan kendaraan pribadi pun menjadi minim karena negara sukses menyelenggarakan layanan transportasi publik yang memadai, mudah diakses, aman, nyaman, dan murah bahkan gratis.

Dalam kaitannya dengan kampanye pelestarian lingkungan hidup global penguasa akan berusaha untuk mencegah negara-negara tetangga dari mencemari lingkungan, dan mencegahnya dari membuang limbah industri di wilayahnya, serta akan mendesak seluruh dunia untuk melakukan hal yang sama. Penguasa Islam akan melakukan upaya maksimal untuk memimpin dunia pada kebaikan dan keamanan, dengan izin Allah. Islam akan menjadi Rahmatan lil ‘Aalamiin hanya pada sistem Khilafah Islamiyyah. Semoga disegerakan.

Aamiin.

Wallahu a’lam bishshawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *