Transformasi Kesehatan, Dapatkah Menuntaskan Persoalan Kesehatan?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Transformasi Kesehatan, Dapatkah Menuntaskan Persoalan Kesehatan?

Oleh Bella Carmila, A.Md.Keb

(Praktisi Kesehatan)

 

Setiap tanggal 12 November diperingati Hari Kesehatan Nasional (HKN) dan tahun ini merupakan peringatan yang ke-59 dengan mengusung tema “Transformasi Kesehatan untuk Indonesia Maju”. Apakah tema kali ini dapat membawa kesehatan Indonesia lebih maju dan berkualitas?

Pada peringatan HKN tahun ini, Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani mengingatkan dalam postingan instagram-nya bahwa pandemi Covid-19 memberikan hikmah yang dapat dipetik oleh banyak negara yaitu memiliki arsitektur kesehatan yang kuat. Sri Mulyani mengatakan bahwa “Transformasi kesehatan menjadi kunci penting dan ini adalah sesuatu yang telah, sedang, dan akan terus kita upayakan agar Indonesia telah melangkah maju.” (Liputan6, 12/11/2023)

PT. Pertamina Bina Medika Indonesia Healthcare Corporation (IHC), holding rumah sakit (RS) BUMN menyiapkan langkah transformasi melalui pemanfaatan ekosistem digital untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia. “Pemanfaatan ekosistem digital dapat meningkatkan inovasi bisnis dan daya saing di bidang kesehatan. Menurutnya, ekosistem digital dapat memberikan solusi untuk mengatasi tantangan ini dengan cara menghubungkan dan mengoordinasikan sistem dan data perawatan kesehatan secara aman.” ujar Direktur Medis IHC dr.Lia Gardenia Partakusuma. (JPNN.com, 12/11/2023)

Peningkatan layanan kesehatan memang dibutuhkan karena masalah kesehatan di negeri ini sudah begitu pelik. Hanya saja, paradigma layanan kesehatan ala kapitalisme telah mengakar kuat di negeri ini. Melalui General Agreement on Tariffs and Trade WTO, sektor kesehatan salah satu dari 12 sektor untuk investasi. Dengan kata lain, layanan kesehatan saat ini adalah sektor komersil yang menjadi ladang bisnis. Akibatnya, proyeksi kesehatan akan semakin mahal dan tidak bisa dijangkau oleh semua masyarakat. Kesehatan yang seharusnya disediakan sebagai jaminan sosial, justru disediakan dengan prinsip untung dan rugi oleh sistem Kapitalisme.

Alhasil, peringatan HKN pun selayaknya memberikan banyak refleksi dan evaluasi agar transformasi kesehatan tidak terdengar sebagai slogan saja tanpa makna. Jangan sekedar narasi tanpa aksi, persoalan kesehatan yang belum tuntas saat ini masih menjadi PR besar negeri ini hingga saat ini.

Pertama, kuantitas dan kualitas SDM Indonesia. Saat ini, jumlah SDM kesehatan di Indonesia mencapai 1.182.024 orang, terdiri dari 73,13% tenaga kesehatan dan 26,87% tenaga penunjang kesehatan. Tentu saja jumlah ini masih jauh dari tersedianya kebutuhan tenaga kesehatan. Belum lagi jika kita dihadapkan dengan distribusi dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia yang belum merata hingga menjangkau pelosok desa.

Hal ini tidak memungkiri fakta bahwa biaya sekolah kesehatan memang dikenal mahal dan belum mampu terjangkau masyarakat secara luas. Belum lagi kemiskinan yang terus membayangi kehidupan ekonomi masyarakat. Mereka yang mmapu secara finansial dan mumpuni kecerdasannya, mungkin memiliki kesempatan menggapai pendidikan kesehatan hingga perguruan tinggi. Akan tetapi, bagaimana yang tidak memiliki kemampuan keduanya? Apakah mereka tidak memiliki hak yang sama? Inilah yang semestinya menjadi perhatian utama dalam membahas SDM kesehatan. Harusnya seluruh rakyat dapat mengenyam pendidikan secara merata. Sayangnya, sistem sistem pendidikan ala kapitalisme sulit mewujudkannya sebab sektor pendidikan sudah dikapitalisasi. Dan makin ke sini, biaya pendidikan kesehatan pun kian tinggi.

Kedua, transformasi kesehatan harusnya dimulai dari kualitas pelayanan kesehatan. Contoh indikator paling mudah dalam menilai layanan kesehatan hari ini adalah BPJS Kesehatan. Karut-marut mewarnai perjalanan BPJS Kesehatan sebagai lembaga yang mengomersialisasi kesehatan seperti bisnis. Masyarakat diharuskan membayar sejumlah premi, tetapi pelayanan yang diberikan sangat minimalis dan sebisanya atau ala kadarnya. Apa yang mau ditransformasi jika layanan kesehatan negeri ini masih menjadi hal langka dan sulit terjangkau? Layanan kesehatan seharusnya diberikan secara gratis atau setidaknya berbiaya murah.

Ketiga, transformasi kesehatan harusnya mengarah pada terselesaikannya persoalan dasar kesehatan, yakni jaminan kesehatan negara kepada rakyat, seperti infrastruktur memadai, layanan kesehatan gratis, serta pemenuhan kebutuhan pokok sehingga tidak ada masalah stunting, gizi buruk atau dampak negatif akibat ekonomi yang tidak sejahtera, bukan malah tersibukkan pada persoalan cabang seperti ekosistem digital kesehatan. Digitalisasi kesehatan memang penting pada era digital. Namun, alangkah baiknya negara memprioritaskan jaminan kesehatan dahulu sebelum membicarakan digitalisasi.

Sangat berbeda dengan prinsip dan realisasi layanan kesehatan di dalam negara Islam yakni Khilafah. Prinsip kesehatan dalam Islam adalah jaminan sosial publik. Sebab, pada faktanya setiap manusia membutuhkan layanan kesehatan. Sementara, layanan kesehatan memerlukan biaya yang besar, para ahli, dan teknologi yang canggih. Oleh karena itu, Khilafah menetapkan layanan kesehatan mulai dari pengadaannya, fasilitas, sampai hal teknis diselenggarakan oleh negara.

Dengan demikian, pembangunan berbagai rumah sakit, klinik, laboratorium, lembaga litbang kesehatan, dan berbagai sarana prasarana kesehatan dan pengobatan lainnya akan menjadi tanggung jawab Khilafah. Bahkan, Khilafah juga wajib menyelenggarakan institusi yang menghasilkan tenaga medis berkualitas, seperti sekolah kedokteran, apoteker, perawat, bidan, dan lainnya.

Totalitas layanan kesehatan yang diberikan Khilafah kepada warga negaranya diakui oleh seorang orientalis Barat, Will Durant dalam bukunya The Story of Civilization, beliau mengatakan “Islam telah menjamin seluruh dunia dalam menyiapkan berbagai rumah sakit yang layak sekaligus memenuhi keperluannya. Contohnya, Bimaristan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus tahun 1160 telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-orang sakit tanpa bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis. Para sejawaran berkata bahwa cahayanya tetap bersinar tidak pernah padam selama 267 tahun.”

Oleh karena itu, layanan kesehatan dalam Islam merupakan tanggung jawab negara dalam penyelenggaraannya. Semua tanggung jawab tersebut mudah dilakukan Khilafah karena Khilafah memiliki sumber dana yang kokoh yaitu berasal dari Baitul Maal pos kepemilikan negara dan pos kepemilikan umum. Alhasil, layanan kesehatan bisa didapatkan secara gratis oleh semua warga Khilafah, baik muslim maupun kafir dzimmi, kaya atau miskin, muda atau tua.

Wallahu a’lam bishshawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *