Remaja Bunuh Satu Keluarga, Dekadensi Moral Sistem Sekuler

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Remaja Bunuh Satu Keluarga, Dekadensi Moral Sistem Sekuler

Annisa Al Maghfirah

(Pegiat Opini)

 

Kondisi remaja semakin hari semakin sedang tidak baik-baik saja. Di Desa Babulu, Kecamatan Babulu, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, Selasa, (6/2/2024) dini hari telah terjadi pembunuhan sadis satu keluarga oleh tetangganya sendiri yang masih berusia remaja. Sungguh sadis.

Motif Pembunuhan

Dirilis oleh media Kompas.com (7/2/2024) Kapolres PPU, AKBP Supriyanto mengatakan bahwa motif pembunuhan yakni karena sakit hati cinta ditolak dan dendam karena percekcokan antar tetangga sebelah, permasalahan ayam, kemudian juga korban meminjam helm belum dikembalikan selama tiga hari.

Sebelum menghabisi nyawa lima korbannya dengan parang tanpa gagang sepanjang 60 sentimeter pelaku J sempat meneguk miras.Pelaku juga bersetubuh dengan dua korban, ibu dan anak yang sudah tidak bernyawa. Pelaku dijerat dengan pasal 340 KUHP subs pasal 338 KUHP subs Pasal 365 KUHP Jo Pasal 80 Ayat (3) Jo Pasal 76 c UU Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup (Kompas.com,8/2/2024)

Buah Sistem Rusak

Pelaku yang masih berstatus pelajar SMK kelas 3 ini merupakan bukti Pendidikan Indonesia gagal mewujudkan siswa didik yang berkepribadian terpuji, namun tega melakukan perbuatan sadis nan keji. Kasus ini adalah kasus yang sekian kalinya remaja berbuat kriminalitas.

Perbuatan sadis yang dilakukan remaja sebab sistem pendidikan negeri ini sekuler (memisahkan agama dari kehidupan). Agama hanya sebatas membahas perkara ritual ibadah namun tidak masalah sosial bermasyarakat dan bernegara. Di sisi lain, menunjukkan efek buruk minuman keras, yang membahayakan manusia namun belum serius diberantas oleh negara.

Didikan keluarga, tontonan yang tidak mendidik, atau lingkungan sosial adalah pendukung minimnya akhlak anak. Sifatnya kompleks, tergantung latar belakang sosial. Namun, tidak cukup dengan melihat aspek itu saja. Ini karena, tindakan yang manusia lakukan pada dasarnya ditentukan oleh pandangannya mengenai kehidupan dan pemahamannya. Juga tentunya ditentukan oleh sistem peraturan yang diadopsi negara. Selama negara masih sekuler, selama itu moral generasi makin tergerus. Berganti kurikulum pendidikan tidak bisa menghasilkan peserta didik berakhlak baik sebab yang perlu dirubah adalah sistem peraturan hidupnya.

Kembalilah ke Islam

Untuk menyelesaikan hal ini, tentu butuh kerja sistemis. Selain berupaya menanamkan keimanan pada diri anak, memahamkan pada remaja tentang tujuan hidup, masyarakat juga berperan menciptakan lingkungan yang mendukung karakter remaja agar berakhlakul karimah. Orang terdekat bagi para remaja hadir memberi contoh dan masyarakat menghidupkan budaya saling kontrol dan mengingatkan, tidak individualis, apalagi cuek bebek. Dan yang terpenting adalah peran negara. Negara berperan besar melindungi remaja dari perilaku “sakit” bahkan sadis seperti saat ini. Dengan cara apa? Yakni terlibat langsung melakukan edukasi dan pemahaman agama.

Negara juga harus membersihkan segala hal yang bisa menyesatkan remaja. Misalnya, konten negatif di media sosial yang notabene sangat memengaruhi pembentukan karakter remaja. Sebab apa yang mereka tonton bisa menjadi tuntunan. Pun, miras harus dibasmi sebab ia adalah induk segala kejahatan.

Negara tidak boleh tinggal diam melihat generasi muda larut dalam berbagai perilaku rusak. Mengapa? Karena generasi muda adalah aset sebuah peradaban. Dan remaja akan terselamatkan jika kembali kepada aturan Allah. Kembali kepada sistem Islam solusi atas segala permasalahan umat.

Wallahu a’lam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *