Refleksi HARI GURU: Patutkah Merayakan Rusaknya Generasi Buah Merdeka Belajar

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Refleksi HARI GURU: Patutkah Merayakan Rusaknya Generasi Buah Merdeka Belajar

Fitriani, S.Pd

(Praktisi Pendidikan)

 

“Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru.” penggalan lirik lagu “Hymne Guru” ini senantiasa disenandungkan setiap acara peringatan Hari Guru Nasional sebagai bentuk apresiasi bagi semua guru hebat Indonesia. Guru adalah sosok yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, dengan perannya sebagai ujung tombak pendidikan sekaligus pencetus generasi bangsa.

Guru memiliki amanah yang sangat mulia yakni menanamkan nilai-nilai moral, pengetahuan, dan keterampilan kepada para siswa. Guru juga berperan sebagai pembimbing dan motivator bagi peserta didik, sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang cerdas, bermoral, dan mampu menggapai cita-citanya. Untuk menjadi guru yang berkualitas, diperlukan adanya komitmen dan dedikasi yang tinggi, mengingat pendidikan sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kekokohan suatu bangsa.

Hari guru nasional yang diperingati setiap tanggal 25 November merupakan momentum yang tepat untuk merenungkan kembali peran dan tanggung jawab guru dalam pembangunan bangsa. Tahun ini HGN 2023 mengangkat tema, “Bergerak Bersama Rayakan Merdeka Belajar”. Tema ini menyasar satuan pendidikan dan seluruh peserta didik untuk bergerak bersama menyerukan kurikulum merdeka sebagai kurikulum baru yang diharapkan dapat mewujudkan SDM Unggul Indonesia dengan menonjolkan karakter profil pelajar pancasila.

Sejauh ini kita melihat upaya pemerintah mewujudkan pendidikan yang berkualitas salah satunya dengan meningkatkan kualitas kurikulum. Sehingga tidak heran kalau terjadi perubahan kurikulum secara berkala. Pemerintah menganggap hal itu dapat memberikan kesempatan untuk melakukan perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan. Kurikulum yang baru dapat dirancang untuk lebih relevan, komprehensif, dan seimbang sesuai dengan perubahan zaman dan pada tahun ajaran 2022-2023 kurikulum merdeka mulai diimplementasikan secara bertahap.

Namun sangat disayangkan, penerapan kurikulum merdeka ini ternyata masih banyak dikeluhkan oleh bapak ibu guru. Secara fakta kurikulum ini terkesan membentuk karakter siswa yang semakin liberal. Kata “Merdeka” dimaknai dengan kondisi yang serba bebas. Diantara faktanya ada seorang murid menantang gurunya berkelahi di Barito Selatan, Kalimantan Tengah. Murid berinisial HK (16) tersebut tersinggung usai ditegur gurunya karena berpakaian tidak rapi (detikNews, Jumat 27/10/2023).

Ada lagi kasus seorang guru agama yang dituntut denda 50 juta karena sikap keras ke siswanya yang tidak mau sholat.

Banyak fakta generasi saat ini yang semakin bermasalah, mulai dari penganiayaan, pelaporan guru, kasus tawuran, begal, bahkan kasus bullying dan permasalahan mental yang rentang berujung pada bunuh diri. Semua peristiwa ini jelas mencoreng wajah pendidikan Indonesia. Di sisi lain guru seolah kehilangan jiwa patriot, merasa dilema dengan kondisi tidak menegur perilaku siswa semakin amoral, menegur malah dapat tantangan dan kecaman dari orang tua siswa.

Dapat disimpulkan bahwa pergantian kurikulum bukanlah menjadi solusi utama. Melihat implementasi kurikulum merdeka ternyata menciptakan kualitas generasi semakin rendah. Demikian fakta memprihatinkan dari dunia pendidikan saat ini yang diatur dengan sistem pendidikan sekuler kapitalis. Paham sekularisme memisahkan konsep agama dari kehidupan. Sehingga membatasi pelajaran agama dalam lingkup sekolah hanya 2 jam perminggu. Walhasil, peserta didik jauh dari pemahaman akidah dan ketakwaan.

Paham sekularisme juga melahirkan ide kapitalisme yang mendidik generasi fokus pada pencapaian materi semata. Sibuk mengejar prestasi secara akademik tanpa peduli dengan permasalahan yang lain. Anehnya dalam hal pengalokasian dana pada lingkup satuan pendidikan, sedikitpun tidak menyentuh ranah kegiatan keagamaan.

Jelas sistem pendidikan sekuler kapitalis telah gagal membentuk generasi cemerlang. Sebaliknya pendidikan Islam mampu mencetak generasi unggul dari segi ilmu pengetahuan, teknologi dan juga membentuk kepribadian Islam. Pembentukan kepribadian Islam dilakukan pada semua jenjang sesuai proporsinya. Materi pengajarannya berorientasi pada dua aspek yakni ilmu sains dan ilmu tentang hukum syara.

Pada masa baligh peserta didik akan diberikan materi lanjutan berupa pembentukan, peningkatan dan pematangan akidah. Sehingga ia mampu memahami dengan benar cara bertutur dan bersikap yang harus terikat dengan hukum syariat Islam dan mampu menghindari sikap amoral.

Dengan sistem pendidikan Islam akan terbentuk generasi yang mulia dan mendorong perkembangan ilmu pengetahuan hingga mewujudkan peradaban agung. Sebagaimana dalam sejarah Islam, pendidikan Islam mengalami kejayaan dan kegemilangan yang sangat pesat di masa Dinasti Abbasiyah. Tentunya keberhasilan pendidikan tidak terlepas dari sokongan tiga pilar utama.

Pertama, kondusifnya lingkungan keluarga sebagai madrasatul ula. Peran keluarga sebagai madrasah pertama dan utama, ayah dan ibu harus saling menguatkan dalam mendidik dan memberikan pengasuhan terhadap anak. Serta memenuhi kebutuhan gizi anak untuk menunjang proses berpikirnya.

Kedua, masyarakat juga sangat berperan sebagai pengontrol dalam pelaksanaan hukum syariah. Penerapan sistem sosial Islam mendorong masyarakat untuk saling mengingatkan dalam kebaikan, melakukan amar makruf nahi mungkar.

Ketiga, pilar negara sebagai pengurus dan pelindung umat. Dalam Islam, negara menjamin pembiayaan pendidikan baik gaji guru maupun biaya infrastruktur serta sarana dan prasarana pendidikan. Negara memenuhi kebutuhan pendidikan peserta didik dengan menyediakan fasilitas belajar yang lengkap, menciptakan suasana belajar yang nyaman dan kondusif. Dalam Islam pelayanan Pendidikan diberikan secara gratis, dengan sumber pembiayaan dari baitul mal.

Sejarah mencatat kisah kemenangan Sultan Muhammad Al Fatih sebagai pemimpin terbaik dan berhasil menaklukan Konstantinopel sebagai bukti bahwa adanya keberhasilan orang tua dalam mendidik anak, keberhasilan masyarakat dalam mengontrol interaksi anak, serta keberhasilan negara dalam membentuk generasi mulia dan semua itu hanya bisa terwujud ketika sistem Islam kembali berjaya di muka bumi.

Wallahu a’lam bishowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *