Pencitraan Karhutla, Rakyat Tetap Terkena Dampaknya

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Pencitraan Karhutla, Rakyat Tetap Terkena Dampaknya

Apriani, S.Pd

(Praktisi Pendidikan)

Karhutla singkatan dari kebakaran hutan dan lahan adalah suatu peristiwa terbakarnya hutan atau lahan baik secara alami maupun oleh perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang menimbulkan kerugian ekologi, ekonomi, sosial budaya dan politik.

Karhutla merupakan problem sistemik dan terus berulang dari tahun ke tahun dan hal ini telah dilakukan beberapa pencegahan dan antisipasi oleh pemerintah. Namun masih saja terulang bahkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia kembali marak terjadi pada 2023.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sudah ada 526 kejadian karhutla di Indonesia sejak 1 Januari – 5 September 2023. Meski baru delapan bulan berjalan, kasus karhutla tersebut sudah melonjak 108,73% dibandingkan sepanjang tahun 2022 yang sebanyak 252 kejadian. Angkanya pun hampir menyamai jumlah kasus karhutla sepanjang 2021 yang sebanyak 579 kejadian. Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan, banyaknya kejadian karhutla dipengaruhi oleh fenomena El Nino.

Hingga saat ini, sudah ada enam provinsi prioritas yang menetapkan status tanggap darurat penanggulangan karhutla. Keenam provinsi tersebut adalah Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Adapun, dia menyebut El Nino diperkirakan berada di skala menengah hingga kuat pada 2024. Atas dasar itu, diharapkan pemerintah bisa melakukan antisipasi dampak potensi dari karhutla pada tahun depan.

Kepala Balai Besar Konservasi SDA Riau, Genman Hasibuan mengatakan bahwa, “Pemicu kebakaran karena adanya pembukaan lahan dengan cara membakar untuk pembangunan kebun kelapa sawit. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya bibit sawit di lokasi oleh tim di lapangan. Ungkap Genman. Pembukaan lahan dengan pembakaran lahan memang diperbolehkan jika memenuhi syarat yang ditetapkan UU. Di sisi lain negara juga gagal memberikan sanksi yang tegas pada para pelaku pembakaran hutan secara liar.

Bahaya karhutla dapat menyebabkan tersebarnya asap dan emisi gas karbondioksida dan gas-gas lain di udara akan berdampak pada pemanasan global dan perubahan iklim, selain itu infeksi saluran pernapasan pun mengintai masyarakat disekitar wilayah karhutla. Polusi udara di Singkawang, karhutla berdampak pada meningkatnya kasus infeksi saluran pernapasan (ISPA). Puncaknya terjadi pada Juli 2023 yaitu 3.017 kasus. (Media Center Singkawang,14/9/2029). Serta ancaman pemukiman warga, dan asap dari karhutla juga membahayakan jalur penerbangan yang beresiko untuk keselamatan penumpang.

Sejatinya pemerintah tidak perlu sibuk melakukan pencitraan di negara lain. Sebab apalah gunanya terlihat baik oleh tetangga, namun dibenci masyarakat sendiri akibat tidak mampu bertindak tegas pada pelaku Karhutla.

Namun tanggapan pencitraan dari Menko Erick Thohir justru memamerkan aksi nyata Indonesia dalam mengatasi masalah iklim, salah satunya soal kebakaran hutan.

“Kami melakukan yang terbaik dalam pencegahan kebakaran hutan. Saat ini, hampir seluruh luas kebakaran hutan (di Indonesia) sudah berkurang secara signifikan sebesar 82 persen dari 1,6 juta hektare pada 2019 menjadi 296 ribu hektare di 2020,” kata Erick dalam sambutannya di Expo City Dubai, UEA, Kamis (30/11).

Kendati Erick memamerkan aksi nyatanya dalam mengatasi masalah karhutla di Dubai, namun hal sebaliknya justru terjadi di berbagai wilayah dalam negeri. Sebagaimana yang diketahui bersama bahwa membakar hutan adalah salah satu cara untuk menghemat biaya pembukaan lahan perkebunan baru oleh perusahaan. Nah, disinilah negara dituntut mampu melindungi semua masyarakatnya bukan hanya melindungi kepentingan segelintir kelompok berduit. Maka benarlah slogan yang mengatakan, “Uang dapat membeli segalanya.” Ini real terjadi disekitar kita. Lewat media kita dapat menyaksikan bagaimana perselingkuhan antara pengusaha dan penguasa yang melahirkan penderitaan bagi rakyat kecil. Buktinya banyak pejabat atau kepala daerah yang terjerat kasus korupsi akibat penyalahgunaan wewenang dan keberpihakannya pada oligarki.

Kebakaran hutan diperparah dengan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap persoalan ini akibat gagalnya edukasi di tengah-tengah masyarakat. Semua ini tidak lepas dari penerapan sistem ekonomi kapitalis di negeri ini. Dalam sistem ekonomi kapitalis hutan dan lahan dipandang sebagai milik negara bukan milik rakyat karena itu negara dipandang berwenang menyerahkan kepemilikannya kepada pihak swasta atau korporasi dalam mengelola dan memanfaatkan hutan dan lahan yang ada, tentu saja mindset korporasi sebagai pemilik modal adalah untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya tanpa mengeluarkan modal yang besar, sementara aktivitas membakar hutan dalam pembukaan lahan adalah cara termudah dan sesuai target bisnis para korporat.

Mengapa karhutla terus terjadi seolah masalah ini tidak menemukan solusi serius dari pemerintah? Karena akar persoalannya adalah penerapan sistem kapitalisme yang telah membiarkan kaum kapitalis mengeruk untung dari pembakaran lahan. Sementara negara hanya bertindak sebagai regulator yang memuluskan penguasaan lahan oleh para korporat melalui kebijakan negara. Bencana kebakaran hutan dan lahan hanya bisa diakhiri secara tuntas dengan sistem Islam. Hutan memiliki fungsi ekologis dan hidrologis termasuk paru-paru dunia yang dibutuhkan oleh puluhan juta jiwa.

Rasulullah Saw. bersabda, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput/hutan, air, dan api.” (THR Abu Dawud).

Dengan demikian berserikatnya manusia dalam tiga hal berdasarkan hadis tersebut, bukan karena zatnya, tetapi karena sifatnya sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh orang banyak (komunitas). Jika tidak ada, maka mereka akan berselisih atau terjadi masalah dalam mencarinya. Oleh karena itu, Islam menetapkan negara adalah pihak paling bertanggung jawab menjaga kelestarian fungsi hutan.

Karhutla adalah ancaman. Oleh karena itu, jika pemerintah betul-betul serius dalam memberantas karhutla tentu bisa melihat bagaimana cara Islam memberantasnya. Diantara prinsip-prinsip Islam dalam mengatasi karhutla yaitu: Pertama, hutan gambut merupakan harta milik umum, dilarang untuk diperjualbelikan, apalagi ia termasuk dalam paru-paru dunia yang dibutuhan oleh puluhan juta manusia. Kedua, negara bertanggung jawab menjaga kelestarian fungsi hutan dan lahan gambut. Haram hukumnya negara menjadi regulator bagi kepentingan korporasi, seperti perkebunan kelapa sawit. Ketiga, karhutla merupakan bencana bagi jutaan orang termasuk anak-anak. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya, ”Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun membahayakan orang lain.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Pemimpin akan bertindak tegas dalam aspek pengaturan tata guna lahan dan pemanfaatan lahan, entah untuk tempat bermukim atau sebagai lahan pertanian. Jika terjadi masalah semisal kabut asap. Pemimpin akan segera mengambil porsi paling besar dalam menyolusikannya karena kewajiban melindungi rakyat ada padanya. Dengan demikian karhutla tidak akan terulang seperti saat ini.

WalLâhu a’lam bisshowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *