ODGJ Memilih, Emang Boleh?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

ODGJ Memilih, Emang Boleh?

Emmy Rina Subki

Kontributor Suara Inqilabi 

 

Jelang pemilu 2024 anggota Divisi Data dan Informasi KPU DKI Jakarta Fahmi Zikrillah, menyatakan akan memberi kesempatan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) untuk ikut dalam perhelatan akbar 2024 nanti. Sungguh aneh pernyataan ini pasalnya ODGJ nyatanya adalah orang yang jiwa maupun akalnya terganggu, yang tidak bisa dimintai pertanggung jawaban apapun. Sebagaimana dilansir dari laman Antara, Sabtu (16/12/2023) menyatakan bahwa KPU DKI Jakarta memberikan kesempatan kepada orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sebagai pemilih atau memiliki hak suara pada Pemilu 2024. Ribuan ODGJ di DKI Jakarta yang berhak mencoblos pada Pemilu 2024 akan didampingi KPU.

“Di DKI kami memberikan pelayanan terhadap ODGJ atau disabilitas mental untuk bisa memilih dalam Pemilu 2024,” kata Anggota Divisi Data dan Informasi KPU DKI Jakarta Fahmi Zikrillah.

Disamping itu Fahmi menuturkan ODGJ tetap diberikan kesempatan sebagai pemilih agar hak suaranya dapat diperhitungkan dalam Pemilu 2024. KPU DKI Jakarta memastikan nanti ada pendampingan kepada ODGJ saat mendatangi tempat pemungutan suara (TPS) pada hari pencoblosan. Pak Fahmi juga mencontohkan salah satunya di Jakarta Timur yang terdapat Panti Sosial Bina Laras sekaligus tercatat sebagai TPS Pemilu 2024.

Adapun terkait rincian jumlah pemilih di TPS Panti Sosial Bina Laras Jakarta Timur yakni nomor TPS 72 terdapat 280 pemilih laki-laki, nomor TPS 73 terdapat 118 laki-laki dan 158 perempuan. Adapun nomor TPS 91 terdapat 6 laki-laki dan 210 perempuan, serta nomor TPS 92 terdapat 155 perempuan.

Berdasarkan data dari KPU DKI Jakarta, tercatat DPT untuk Pemilu 2024 berjumlah 8.252.897 pemilih. Dari total kesemuanya yaitu 8,2 juta jumlah pemilih, 61.747 di antaranya merupakan penyandang disabilitas dan 22.871 disabilitas mental atau ODGJ.

Dari data diatas ternyata data ODGJ memang cukup tinggi dan sungguh suara mereka ini sangat menggiurkan bagi paslon partai politik yang bertarung.

Namun memberikan hak pilih kepada ODGJ ini sangat aneh dan tidak masuk akal. Memberi kesempatan pada ODGJ untuk ikut mencoblos di pemilu ini walaupun akan diberi pendampingan oleh anggota KPU. Jelas jelas tidak bisa dibenarkan.

Bagaimana mungkin orang yang sedang dalam perawatan mental ini bisa disuruh untuk ikut memilih dan menentukan masa depan bangsa, sedang dirinya sendiri tidak bisa menentukan nasibnya sendiri, sedang dia tidak mengenal dirinya sendiri.

Hak Pilih ODGJ Hanya Untuk Kepentingan Golongan Tertentu.

Patut kalau kita curiga, bahwa pendampingan yang diberikan oleh KPU, bisa di tunggangi yang mempunyai kepentingan. Karena bukan rahasia lagi dalam politik demokrasi kapitalis ini penuh intrik dan syarat kepentingan. Karena politik demokrasi ini menggelontorkan dana yang cukup besar. Sehingga para oligarki, konglomerat, dan kapitalislah sebenarnya yang bertarung dalam berebut kursi kekuasaan untuk melanggengkan kepentingan mereka.

Bisa kita lihat KPU tidak lagi menjadi lembaga yang independen dan bisa saja orang yang mendampingi ODGJ ini hanya mewakili pilihan sang pendamping. Jadi untuk keikutsertaan ODGJ dalam pemilu ini pastinya bukan mewakili pilihan mereka. Karena mereka tidak bisa menentukan pilihannya.

Disisi lain terdapat standar ganda terhadap ODGJ yaitu ODGJ diakui hak dan kewajibannya dalam hal hak politik dalam sistem demokrasi ini tentu saja ini aneh dan tidak bisa diterima akal sehat.

Namun kondisi berbeda ketika terjadi penistaan terhadap agama Islam dan kekerasan terhadap para ulama yang dianiaya ODGJ. Meskipun mengakibatkan kematian, ODGJ langsung dibebaskan. Tidak diberi sanksi apapun.

Dengan alasan orang yang sakit mental, depresi bahkan yang baru diduga ODGJ sekalipun tidak bisa mempertanggung jawabkan perbuatannya. Lalu mengapa di negeri ini ada perbedaan memandang ODGJ ini?

ODGJ Dalam Pandangan Islam

Islam memandang orang yang berada dalam kondisi gangguan jiwa adalah orang yang tidak berfungsi akal sehatnya. Sama seperti orang yang mabuk karena akalnya sedang terganggu. Dalam Islam orang gila tidak bisa diberi beban hukum apapun. Artinya ODGJ ini tidak mempunyai kewajiban untuk melaksanakan kewajiban apapun dan terbebas dari dosa karena orang gila ialah orang yang sedang terkena musibah gangguan jiwa dan akalnya terganggu. Sudah bisa dipastinya ia tidak bisa mengurus dirinya sendiri. Namun jika orang gila itu sudah sembuh maka ia menjadi seorang mukallaf (mendapat beban hukum). Sebagaimana hadis Rasulullah SAW :

“Pena pencatat amal dan dosa itu diangkat dari tiga golongan; orang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia bermimpi dan orang gila hingga ia berakal” [HR. Abu Dawud]

Didalam Islam akal berfungsi untuk bisa memahami kebenaran yang hakiki. Yaitu untuk bisa menemukan jalan hidup dengan akidah Islam. Dengan memikirkan dibalik alam, manusia dan kehidupan adanya sang pencipta Tuhan semesta alam sekaligus pengatur.

Adapun kewajiban muslim dan negara terhadap ODGJ adalah memberikan fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, memberi perlindungan terhadap jiwanya, serta mengawasi ODGJ agar tidak membahayakan masyarakat sekitar, tidak merusak lingkungan, ketertiban dan keamanan umum. Selain itu memberi bantuan materiil, makanan , minuman dan pakaian agar aurat mereka tetap terjaga. Bukan memberikan hak pilih dalam pemilu.

Islam memandang dalam memilih pemimpin sudah seharusnya diberikan kepada setiap muslim laki-laki dan perempuan. Dengan syarat muslim yang baligh dan berakal. Sedangkan metode untuk mengangkat pemimpin adalah dengan cara di baiat. Tidak memerlukan dana yang besar dan waktu yang lama. Karena di dalam Islam dalam memilih pemimpin negara ataupun pejabat daerah cukup mempunyai tujuh syarat yaitu, muslim, laki-laki, baligh, berakal, adil, mampu yang artinya punya kemampuan untuk melegalisasi hukum Islam dan merdeka. Pemimpin negara ataupun pejabat yang terpilih akan menjadi pemimpin dan pejabat yang amanah sebab mereka dipilih hanya untuk menerapkan perintah Allah SWT sesuai syariat Islam. Dan menjadi pelayan umat.

Hal ini hanya bisa terlaksana ketika politik Islam diterapkan dalam kehidupan. Tidak seperti politik demokrasi kapitalis yang tujuannya hanya politik kepentingan yang menghalalkan segala cara untuk meraih kemenangan segelintir orang.

Wallahu a’lam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *