Krisis Pangan Hantam Dunia, Wajib Terapkan Islam Kafah

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh Khaulah (Aktivis BMI Kota Kupang)

 

Dilansir dari www.msn.com, warga Suriah hanya bisa makan secuil roti akibat krisis pangan. Human Rights Watch melaporkan, konflik bersenjata selama satu dekade telah menyebabkan kekurangan gandum yang parah di Suriah akibat lahan-lahan pertanian semakin sedikit. Selain itu, banyak toko roti yang hancur dan tidak dapat beroperasi selama konflik.

Teranyar, harga roti meroket di samping adanya batasan pemerintah terkait pendistribusiannya. Pejabat Suriah mengatakan, yang diprioritaskan adalah memastikan setiap orang memiliki cukup roti, tetapi tindakannya bertolak belakang. “Jutaan orang kelaparan di Suriah, sebagian besar karena kegagalan pemerintah untuk mengatasi krisis roti yang ditimbulkannya,” ujar Sara Kayyali, peneliti Suriah di Human Rights Watch.

Di belahan bumi lain, Myanmar, ancaman krisis pangan dan kelaparan ekstrim berada di depan mata. Ekonomi dan sistem perbankan nasional negara itu telah lumpuh sejak adanya perebutan kekuasaan militer. Mata pencaharian telah hilang setelah pemogokan dan penutupan pabrik. Rakyat bahkan tak bisa membeli karena harga yang melangit. Apalagi, ditengah hantaman Covid-19, sungguh memperparah keadaan.(lenterasultra.com, Sabtu, 29 Mei 2021)

Sejatinya, krisis pangan telah lama menghantui dunia. Tetapi solusi yang ditawarkan tak menyentuh akar problemnya. Ya, bagaimana bisa menyelesaikan krisis kelaparan jikalau sistem yang digunakan masih kapitalisme? Tentu, tak akan bisa.

Sungguh, krisis pangan menjadi hal yang akan selalu “menghiasi” wajah-wajah negara di dunia, termasuk negeri muslim. Tak salah lagi, karena penerapan sistem kapitalisme. Watak merusak dari sistem ini tentu berakibat sangat buruk pada setiap lini kehidupan. Apalagi, sistem inilah yang mengendalikan kehidupan umat hari ini.

Watak eksploitatif dari sistem ini terlihat dari penjarahan terhadap kekayaan negeri-negeri kaum muslim. Mereka dengan pongahnya masuk, dengan rakusnya “mencuri”, dengan kejamnya membiarkan penduduknya kelaparan. Sungguh, watak manusia-manusia didikan sistem bobrok.

Kondisi ini diperparah akibat ketiadaan pelindung umat. Ya, setelah runtuhnya daulah, umat bak anak ayam yang kehilangan induknya. Pemimpin-pemimpin negeri tak mampu berbuat apa-apa, mereka justru tunduk pada penjarah. Maka, lihatlah umat berjalan sendirian hadapi krisis, bahkan meregang nyawa akhirnya.

Penerapan sistem kapitalisme yang berasas manfaat tentu pula merusak alam. Fokusnya pada “kekenyangan” yang diperoleh, biarlah limbah pabrik merusak lingkungan. Lubang-lubang bekas tambang tak diurus, lahan pertanian kian sempit.

Sistem kapitalisme juga melahirkan kesenjangan. Amat disayangkan, tatkala hampir semiliar penduduk dunia kurang pangan, bahkan mati dalam keadaan lapar, segelintir negara kapitalis justru kelebihan pangan. Di dunia yang menjadikan kapitalisme sebagai tumpuan, sebagai kompas kehidupan, kondisi bak porselen dan tanah liat tentu tak asing.

Sekali-kali, sungguh umat butuh perisai, butuh pemimpin yang melayani dengan tulus. Pemimpin yang bahkan dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab memikul sekarung gandum untuk rakyatnya yang tengah kelaparan. Pemimpin yang tidak hanya memenuhi hajat duniawi umat tetapi juga hajat ukhrawi. Pemimpin ini tentulah tak akan lahir dari sistem hari ini, melainkan dari rahim sistem Islam.

Sebagaimana yang telah dilisankan oleh Rasulullah saw., “Imam (Khalifah) raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

Maka dalam hal pangan, pemimpin bertanggung jawab memenuhinya mulai dari proses produksi, distribusi, bahkan hingga konsumsinya. Pemimpin tak hanya manis lisannya seperti di Suriah, yang katanya memastikan setiap orang memiliki cukup roti tetapi bertindak sebaliknya. Sungguh, tidak demikian.

Dari sini, umat harusnya sadar bahwa akar dari permasalahan krisis pangan ialah diterapkannya sistem bobrok kapitalisme. Dan tepat pula, bahwasanya jikalau hendak hengkang penderitaan akibat krisis pangan ini, perlu adanya perubahan secara keseluruhan. Yakni, melepas sistem kapitalisme dan menerapkan Islam kafah.

Wallahu a’lam bishshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *