Kilas Balik Ramadhan dan Idul Fitri 1442H

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ummu Taqizaki

 

Belum lama ini, kaum muslimin sedunia merayakan Idul Fitri, 1 Syawal 1442H. Idul Fitri merupakan hari besar bagi umat Islam, hari perayaan kemenangan, setelah selama sebulan penuh beribadah puasa Ramadhan.

Sebagai hari besar, perayaan Idul Fitri identik dengan kebahagiaan. Namun sayangnya, perayaan Idul Fitri tahun ini diwarnai duka yang mendalam, tersebab serangan Israel di Gaza. Rentetan serangan udara yang intens dilancarkan Israel di Gaza sejak matahari terbit pada Rabu (12/5/2021). Malam hari, jelang Idul Fitri, berubah malam itu. Jalanan Kota Gaza menyerupai kota hantu, orang-orang berkerumun di dalam ruangan. (kompas.com)

Dampak serangan tersebut, muncul berbagai demonstrasi di kota Berlin, Jerman, di Tokyo, Jepang dan Sydney, Australia, serta di sejumlah Negara bagian di Amerika Serikat yang mengecam kebrutalan Israel. (tribunnews.com)

Adapun sebelum Idul Fitri, pada bulan Ramadhan, terjadi peristiwa yang juga menimbulkan duka di hati umat Islam. Seorang Youtuber, dengan beraninya menista agama Islam, mengaku nabi ke-26 dan menghina Nabi Muhammad SAW. (aceh.tribunnews.com)

Selain penistaan oleh Youtuber tersebut, masih di bulan Ramadhan, viral unggahan yang membolehkan perempuan haid untuk puasa. Unggahan ini tentu menggegerkan masyarakat, sebab sejatinya perempuan haid dilarang berpuasa, dan hukum ini telah jamak dipahami oleh masyarakat.

Seluruh fakta-fakta tersebut di atas merupakan serangan-serangan terhadap Islam dan kaum muslimin.

Serangan Israel di Gaza (Palestina), merupakan serangan fisik yang jelas-jelas mengancam eksistensi muslim Palestina. Nabi SAW bersabda:  Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal kasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan demam. (HR. Muslim). Oleh karena itu kaum muslimin yang tersebar di berbagai daerah di dunia ini tidak boleh berdiam diri terhadap kebrutalan Isreal tersebut.

Penistaan terhadap Islam, dan Nabi Muhammad merupakan serangan terhadap kemuliaan agama Islam. Hal ini tidak dapat dibiarkan. Allah SWT berfirman: Jika mereka merusak sumpah (perjanjian damai)nya sesudah mereka berjanji dan mereka mencerca agama kalian, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar supaya mereka berhenti. (QS. At-Taubah [9]: 12). Dalam ayat ini Allah menyebutkan bahwa orang kafir yang menghina dan melecehkan agama Islam sebagai aimmatul kufri, yaitu pemimpin-pemimpin orang-orang kafir. Hukuman bagi orang yang menghina Islam dan mencaci maki Nabi shallallahu alaihi wa salam menurut ijma ulama adalah harus dibunuh.

Adapun unggahan tentang bolehnya perempuan haid berpuasa, merupakan serangan terhadap ajaran Islam. Serangan ini berusaha mengotak-atik hukum Allah, yaitu mengubah sesuatu yang haram menjadi boleh. Terkait hukum haramnya berpuasa, dalilnya adalah sebagai berikut: Aisyah RA, ia pernah bercerita: kami pernah menjalani masa haid pada zaman Rasulullah, maka kami diperintahkan mengqadha puasa dan tidak diperintahkan mengqadha shalat (HR. Muttafaqun Alaih). Berdasarkan hadist tersebut maka dapat dipahami dengan jelas bahwa perempuan yang haidh dilarang puasa sebab diperintahkan meng-qadha (mengganti) puasanya.

Lantas apakah solusi dari serangan-serangan tersebut?

Serangan Israel di Gaza melibatkan tentara dan militer Israel, karena itu untuk melawannya tidak dapat hanya dengan kecaman atau dengan bantuan bahan pangan dan obat-obatan, namun butuh kekuatan tentara dan militer juga.

Penistaan terhadap Islam dan Nabi Muhammad, akan terus-menerus terjadi di tengah kehidupan sekular saat ini yang mendewakan kebebasan berekspresi. Penistaan tersebut hanya dapat dihentikan jika hukum Islam ditegakkan.

Pengotak-atikan ajaran Islam pun dapat terus-menerus terjadi, jika kaum muslim tidak memiliki pemimpin (khalifah) yang menerapkan aturan Islam. Khalifah akan menjaga ajaran Islam dari segala penyimpangan sebagaimana telah dicontohkan oleh para Khalifah Rasulullah.

Seluruh solusi-solusi tersebut di atas menunjukkan bahwa kaum muslimin membutuhkan adanya pemimpin kaum muslimin yang akan menerapkan aturan Islam secara kaaffah (menyeluruh), sekaligus menjaga kehormatan kaum muslim.

Wallahua’lam bishawab.

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *