Golden Visa, Hak Istimewa Buat Asing

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Golden Visa, Hak Istimewa Buat Asing

Wiwik Afrah

(Aktivis Muslimah)

Pemerintah resmi mengesahkan kebijakan golden visa. Para pemegang visa ini hanya diberikan kepada warga negara asing (WNA) berkualitas demi perkembangan ekonomi negara, salah satunya adalah penanam modal secara mandiri maupun korporasi.

“Golden visa adalah visa yang diberikan sebagai dasar pemberian izin tinggal dalam jangka waktu lima sampai sepuluh tahun dalam rangka mendukung perekonomian,” kata Direktur Jenderal Imigrasi, Silmy Karim, sebagaimana dikutip dari situs web Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Sabtu (2/9).

Syarat yang harus dipenuhi investor asing untuk mengamankan visa tersebut, menurut Silmy, adalah komitmen investasi mereka di Indonesia. Untuk dapat tinggal di Indonesia selama lima tahun, investor asing perorangan yang akan mendirikan perusahaan domestik diharuskan menginjeksikan modal sebesar $2,5 juta atau sekitar Rp 38 miliar. Sedangkan untuk masa tinggal 10 tahun, nilai investasi yang disyaratkan pemerintah mencapai dua kali lipat besarnya, yaitu $5 juta atau Rp 76 miliar.

Sementara itu bagi investor korporasi yang mendirikan perusahaan di Indonesia dan menanamkan investasi sebesar $25 juta atau sekitar Rp380 miliar, akan memperoleh golden visa dengan masa tinggal lima tahun bagi direksi dan komisarisnya. Pemerintah akan memberikan izin tinggal hingga sepuluh tahun jika nilai investasi yang ditanamkan investor mencapai $50 juta atau Rp760 miliar. (Voa Indonesia, 3/9/2023)

Pemberian golden visa merupakan kebijakan yang tidak adil dan diskriminatif karena orang yang memiliki banyak uang akan memperoleh hak istimewa untuk tinggal, bekerja, dan berusaha di Indonesia. Selain itu, pemberian fasilitas khusus melalui golden visa berisiko mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan izin tinggal dan berusaha, peningkatan kasus korupsi, pengemplangan pajak, dan pencucian uang. Beberapa negara Eropa yang pernah menerapkan golden visa, seperti Hongaria, Inggris, Bulgaria, dan Portugal, kini justru menghentikannya.

Terkait masuknya investasi asing ke Indonesia, hal tersebut tidak akan berdampak pada masyarakat luas. Selama ini, derasnya investasi tidak berkorelasi dengan penciptaan lapangan kerja bagi rakyat. Berdasarkan data Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi kuartal I-2023 mencapai Rp328,9 triliun, tetapi hanya menyerap tenaga kerja sebanyak 384.892. Jika kita runut, sejak 2019 penyerapan tenaga kerja dari realisasi investasi memang tidak pernah mencapai jutaan tenaga kerja. (CNBC Indonesia, 28-4-2023).

Data Kementerian Investasi/BKPM juga menunjukkan bahwa ada peningkatan investasi yang signifikan dari 2013 ke 2021, tetapi rasio serapan tenaga kerja justru menyusut (Kumparan, 10-1-2023). Dengan demikian, tampak bahwa golden visa adalah kebijakan yang hanya mengistimewakan dan menguntungkan orang asing, tetapi tidak memberikan kemaslahatan bagi rakyat Indonesia.

Dalam Islam investasi (istitsmar) merupakan aktivitas pengembangan harta yang secara pokok dibolehkan dalam Islam. Sebagaimana Allah Swt. berfirman: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada setiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 268).

Namun, kegiatan investasi yang dilakukan oleh seorang muslim wajib terikat pada syariat Islam. Negara di dalam Islam (Khilafah) bertanggung jawab untuk memastikan bahwa investasi berjalan sesuai hukum aturan Islam. Khilafah wajib menerapkan syariat Islam secara kaffah, termasuk dalam hal investasi. Selain itu, Khilafah juga wajib mengawasi pelaksanaan investasi tersebut. Rasulullah Saw dan khulafa telah mencontohkan untuk mengawasi kegiatan perdagangan di pasar.

Khilafah juga akan mengelola harta milik umum dan milik negara secara optimal dan amanah sehingga manfaatnya dirasakan sebesar-besarnya untuk rakyat. Harta milik umum dan milik negara haram diserahkan kepada swasta, termasuk swasta asing, meski dengan dalih investasi. Jika pengelolaan harta milik umum jatuh ke tangan swasta, termasuk investor asing, akan menyebabkan terjadinya berbagai bahaya, yaitu konsentrasi harta milik umum kepada korporasi bermodal besar, investor asing akan melakukan efisiensi dengan mengurangi jumlah tenaga kerja dan memangkas gaji mereka, dan peran negara dalam pemenuhan kebutuhan publik akan makin rendah.

Ada dua alat penjajahan ekonomi yang digunakan negara kapitalis, yaitu utang dan investasi. Melalui investasi, negara penjajah (AS, Eropa, Cina, dan lain-lain) mampu meraup keuntungan yang luar biasa besar dari pengelolaan SDA milik rakyat Indonesia. Oleh karenanya, negara tidak boleh memberi jalan bagi masuknya investasi asing di sektor milik umum.  Adapun investasi asing di sektor harta milik individu, akan didasarkan pada status kewarganegaraan pelaku investasi. Jika berasal dari negara yang tengah berperang dengan Khilafah (kafir muhariban fi’lan), tidak boleh ada hubungan dagang (investasi) dengan Khilafah. Adapun jika investor tersebut berasal dari negara yang tidak sedang berperang dengan Khilafah, dibolehkan berinvestasi sepanjang sesuai syariat Islam.

Islam membolehkan investasi dengan beberapa syarat. Pertama, investasi asing tidak boleh masuk dalam pengelolaan SDA milik umum, kebutuhan pokok rakyat, atau kebutuhan hidup orang banyak. Kedua, investasi asing tidak boleh mengandung riba. Ketiga, investasi asing tidak boleh menjadi jalan terciptanya penjajahan ekonomi dan monopoli ekonomi.Demikianlah pengaturan investasi dalam Khilafah sehingga menghasilkan kemaslahatan bagi seluruh rakyat.

Wallahu’alam bishshawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *