Eks Tambang Dijadikan Destinasi Wisata, Bahaya Mengintai Masyarakat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Eks Tambang Dijadikan Destinasi Wisata, Bahaya Mengintai Masyarakat

Rusda Syahrudin
(Aktivis Dakwah)

Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah dengan berbagai macam hasil buminya, salah satunya yaitu batubara yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Walaupun dapat meningkatkan pendapatan negara, namun sangat disayangkan tidak berbanding lurus dengan kehidupan masyarakatnya yang banyak hidup dibawah garis kemiskinan. Kegiatan pertambangan ini tidak luput dari dampak buruk.

Pemerintah seharusnya memberikan sanksi tegas terhadap perusahaan yang abai mereklamasi bekas galian.
Padahal aturan mengenai reklamasi pasca tambang telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomer 78 Tahun 2010. Dalam aturan tersebut, Pemerintah mewajibkan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IUP Khusus Eksplorasi untuk melakukan reklamasi.

Penanganan Lahan Pasca Tambang dan Dampaknya pada Lingkungan.

Kegiatan pertambangan yang menggunakan bahan kimia dan adanya aktivitas pengerukan tanah menimbulkan dampak buruk aktivitas pertambangan, yaitu pencemaran lingkungan dan merusak struktur tanah. Untuk mencegah kerusakan yang semakin parah, pemerintah mengeluarkan regulasi yang mewajibkan reklamasi bagi seluruh perusahaan tambang. Peraturan reklamasi tambang tertuang di dalam Pasal 161 B ayat (1) UU No. 3 Tahun 2020. Adanya undang-undang ini akan mewajibkan seluruh perusahaan menutup lubang-lubang bekas tambang yang tentu saja dapat mencegah timbulnya korban jiwa.

Reklamasi yang sudah dilakukan ini diharapkan dapat memberi nilai tambah bagi lingkungan bekas tambang yang biasanya menjadi lahan tidak produktif.

Reklamasi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan serta ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.

Eks galian tambang yang tidak direklamasi di wilayah kalimantan timur telah memakan korban jiwa hingga 45 orang meninggal. (Kaltim Today 14/08/2023).
Kematian ini menambah daftar hitam catatan industri tambang batubara di Kaltim. Eks galian tambang ini tentunya berbahaya tidak hanya bagi manusia namun juga alam sekitar, jika tidak segera dipulihkan akan berdampak buruk.

Melihat lubang eks galian tambang yang sudah menjadi danau dan airnya berwarna hijau toska ,sungguh indah dan sangat menarik, namun jika digunakan untuk mandi ataupun aktivitas sehari-hari tentunya sangat berbahaya.

Pemulihan bekas lahan tambang merupakan keharusan untuk mencegah dampak bahaya dan ancaman yang bisa ditimbulkan. Keterlibatan masyarakat pun dibutuhkan agar pengelolaan kawasan pemulihan tersebut bisa berkelanjutan.
Alasan pemerintah memberikan ijin untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat, hal ini tidak bisa dijadikan alasan.

Harus ada beberapa pertimbangan jika memang ingin menjadikan lahan bekas tambang sebagai tempat wisata. Hal itu juga tak bisa dilakukan secara sembarangan.

Jika lahan tersebut dijadikan kawasan wisata, sebaiknya ada regulasi yang jelas dalam peningkatan kualitas lingkungan, sosial budaya, serta ekonomi masyarakat dengan cara menyusun Rancangan Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (RIPPARDA).
Tentunya ini sangat menarik bagi masyarakat terutama dari sisi lapangan pekerjaan.

Dengan adanya pengesahan UU Minerba (Mineral dan batubara) tentunya akan memberikan keuntungan lebih besar kepada pengusaha pertambangan. Kebijakan yang tidak berorientasi dan berpihak pada hajat hidup orang banyak. Jika kita menyoroti hampir semua kepemilikan publik seperti tambang, hutan dan hak tanah masyarakat nyaris hilang karena dirampas oligarki dan pemilik modal.

Penguatan struktur oligarki yang ditandai dengan menumpuknya kepentingan politik dan bisnis akan secara alamiah menguatkan keleluasaan. Dengan demikian kebijakan akan sangat mudah diarahkan untuk memenuhi kepentingan bisnis.

Negara tidak tegas terhadap pengusaha tambang sehingga bekas galian tambang d jadikan destinasi wisata untuk cuci tangan dari kesalahan yang dilakukan pihak pengusaha tambang.

Watak kapitalis mencari keuntungan tanpa memikirkan keselamatan rakyat sangat nyata terlihat siapa pihak yang paling diuntungkan dan paling dirugikan.
Inilah akibat liberalisasi SDA yang pengelolaannya diserahkan kepada oligarki.

Pengaturan SDA Dalam Islam

Didalam aturan Islam pariwisata tidak dijadikan sumber pendapatan negara, namun pariwisata hanya sebagai wasilah untuk meningkatkan keimanan kita disaat kita menyaksikan alam yang indah serta memunculkan rasa kagum pada ciptaan Allah SWT, serta ketaatan pada sang pencipta. Tentang pariwisata dalam Islam tidak ada unsur bisnis apalah lagi dijadikan tempat maksiat.

Menurut Imam Taqiyuddin an-Nabhani, hutan dan bahan galian tambang yang tidak terbatas jumlahnya dan dan tidak mungkin dihabiskan adalah milik umum dan harus dikelola oleh negara. Hasilnya diperuntukan kepada rakyat dalam bentuk bahan yang murah berbentuk subsidi untuk berbagai kebutuhan primer masyarakat atau warga negara semisal pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum. Inilah pengaturan sistem Islam yang dapat menjadi solusi dari kerusakan pengelolaan tambang dari sistem kapitalisme yang saat ini diterapkan.

Dalam sistem Islam kepemilikan dibagi berdasarkan tiga bentuk. Pertama, kepemilikan individu( private property). Kedua, kepemilikan umum( collective property). Ketiga, kepemilikan negara (state property). Dari ketiga bentuk kepemilikan tersebut, bahan galian tambang adalah merupakan hak kepemilikan umum dan haram diserahkan kepemilikannya kepada individu/korporasi.

Dengan batasan kepemilikan seperti ini jelas tidak ada ruang bagi para oligarki dan kaum pemilik modal untuk merampas hak masyarakat umum atas sumber daya alam. Sekaligus cara menghilangkan ketimpangan kaya dan miskin akibat buruknya distribusi yang ditimbulkan diantaranya pengaturan pembagian hak kepemilikan secara adil. Keadilan ini mustahil didapat pada sistem rusak demokrasi yang sudah dikuasai para oligarki politik dan kapitalis.

Dari aturan Islam inilah negara diberi hak melakukan proteksi tentu karena pertimbangan kemaslahatan, misalnya menjaga dampak lingkungan, dan kemudaratan lainnya. Artinya negara mempunyai otoritas penuh untuk mengatur mengelola, termasuk mengijinkan atau tidak, individu atau kelompok untuk memanfaatkan tambang atau pertambangan ini. Pertimbangan negara melakukan proteksi bukan untuk kepentingan pribadi kepala negara, pejabat atau para wali, tetapi demi kemaslahatan publik.
Demikianlah pengelolaan tambang sesuai dengan syariat Islam.

Wallahu a’lam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *