Tak Ada Lagi Endemi DBD

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tak Ada Lagi Endemi DBD

 Ida Yani

Kontributor Suara Inqilabi

Indonesia, sebagai negara endemik dengue, menghadapi tantangan yang sama setiap tahunnya. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ( Kemenkes RI ) hingga minggu ke – 52 tahun 2023 mencatat 98.071 kasus dengan 764 kematian. Demam berdarah dengue atau DBD adalah penyakit yang sangat urgen karena dapat menyebabkan kematian tanpa adanya pengobatan khusus. (Liputan6.com/4/2/24)

 

Menurut Prof Dr dr Nila Djuwita FA Moeloek SpM (K) selaku Ketua dan pendiri FNM Society, sinergi dan peran masyarakat diperlukan dalam menanggulangi DBD, berawal tingkat keluarga hingga nasional. Berjangkitnya DBD memberikan dampak signifikan baik sosial maupun ekonomi. (Liputan6.com/4/2/24)

Dari tahun ke tahun DBD selalu menyumbang angka korban kematian. Wabah yang satu ini cukup menakutkan saat berjangkit. Obatnya belum diketemukan. Meskipun monster satu ini selalu datang pada musim yang seolah sudah memiliki jadwal rutin, tapi belum ada penjaga yang siap sedia pada saatnya. Andai penjaganya bisa dijadwalkan seperti piket di sekolah – sekolah insyaallah angka kematian bisa ditekan.

DBD adalah penyakit endemi yang penyebabnya virus dengue, disebarkan oleh nyamuk aides aigepti. Maklumat ini sudah sering kita dengar. Namun masih saja jatuh korban setiap tahunnya. Masyarakat masih saja sembrono bahkan melupakan untuk menjaga kebersihan, terutama pada saat musim penghujan dimana nyamuk ini akan tinggal dan bertelur di kaleng yang ada genangan air, sampah berair, ban bekas, tempayan atau bak mandi terbuka, juga di baju yang tergantung.

Kalimat tiga M juga hanya jadi slogan tanpa perwujudan. Intinya kebersihan lingkungan luar dalam rumah tidak diperhatikan. Apalagi masih banyak rumah yang tidak layak huni baik di daerah terpercil hingga perkotaan. Biasanya foging dilakukan setelah ada laporan penderita di puskesmas. Jadi saat dilakukan rasanya sudah terlambat. Penderita sudah bertambah – tambah baru disemprot. Selain itu masyarakat sering kali terlambat membawa si sakit ke puskesmas sehingga terlambat juga penanganannya, maka jatuhlah korban meninggal berturut – turut. Astagfirullah sangat menyedihkan.

Di sisi lain penjagaan nutrisi agar rakyat tahan tidak terjangkit DBD pun gagal. Meskipun ada berbagai program bantuan pangan, warga miskin tetap tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi sehat untuk daya tahan tubuh mereka. Jangankan nutrisi sehat, bisa makan kenyang pun harus pandai bersiasat. Meskipun sudah ada KIS tidak bisa menjamin  masyarakat mampu menjangkau fasilitas kesehatan dengan mudah dan nyaman. Selain penyebaran KIS gratis tidak merata sehingga hanya yang mampu membayar saja yang berani berobat, kadang masyakat enggan berobat karena jauh, mengantri lama, padahal si sakit sudah sangat rewel terutama anak kecil.

Bak makan buah simalakama kondisi umat saat ini. Karena tatanan kehidupan yang tidak saling mendukung. Mulai dari edukasi dari pemerintah yang masih kurang sehingga masyarakat tidak paham, apalagi tanggap terhadap langkah pencegahan terhadap wabah DBD. Kondisi taraf perekenomian yang berada dibawah standar cukup sudah pasti mempengaruhi pola kehidupan mereka. Dari sisi lingkungan tinggal, pola makan dan pendidikan yang bisa diakses. Semua ini dampak dari penerapan sistem kapitalis yang diemban negeri ini.

Negara tidak menganggap rakyat sebagai amanah yang harus dijaga dan dipenuhi kebutuhannya. Tapi memperlakukan rakyat sebagai konsumen yang harus memberikan keuntungan kepada negara selaku pedagang. Dan kondisi ini akan terus berulang tanpa solusi jika tidak merubah total dasar dari seluruh tatanan kehidupan. Maka Daulah ala Rosulullah yang perlu kita jadikan contoh untuk membuat semua tatanan saling mendukung. Dimulai dari pengaturan kebutuhan pokok umat, yaitu sandang, pangan, papan, meliputi kesehatan, keamanan, dan pendidikan harus bisa diakses oleh seluruh rakyat.

Pertama – tama tempat tinggal. Negara akan menjamin semua warga memiliki tempat tinggal yang layak huni. Pembangunan perumahan akan dikelola oleh pemerintah, jika swasta ingin mengambil bagian, sebagai pembantu bukan pengelola pribadi. Tujuannya seluruh rakyat akan terpenuhi kebutuhan akan rumah sehat, dalam hal ini bagi yang tidak mampu akan dibantu dari dana Baitul mal.

Selanjutnya kebutuhan pangan. Negara akan menjamin setiap kepala rumah tangga terutama kaum pria untuk mendapatkan pekerjaan. Jika ada yang tidak mampu bekerja lalu tidak ada kerabat yang bisa menanggung beban kebutuhannya, maka negara mengambil alih memenuhi kebutuhannya. Sehingga tidak ada warna negara yang kelaparan hingga kekurangan gizi.

Sistem kesehatan dikelola langsung oleh negara. Fasilitas kesehatan akan disebar merata, sehingga bisa diakses dengan mudah oleh semua warga tanpa harus menempuh perjalanan jauh serta menunggu antrian panjang. Jika ada kasus segera bisa ditangani dengan cepat. Pasien DBD tidak akan terlambat mendapat penanganan dan selamat. Maka ketika roda pemerintahan dijalankan berdasarkan tata cara Islam, yang didapat adalah kemaslahatan umat. Semua pegawai akan memegang amanah layanan kepada umat.

Rakyat sendiri akan memiliki kesadaran untuk melakukan pencegahan dengan adanya dorongan edukasi yang dapat diterima dan dipahami dengan mudah. Yang tentu saja berdasarkan keimanan dimana Allah SWT menyerukan untuk menuntut ilmu, tentu saja ilmu agama. Baik pemegang kendali pemerintah maupun rakyat paham ilmu Islam yang akan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka semua kebutuhan terpenuhi, kemaslahatan dirasakan, kesejahteraan dapat dipertahankan. Tak ada lagi endemi DBD dengan diterapkannya tatanan kehidupan Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw.

Insyaallah

Wallahu’alam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *