Kabel Semrawut Pembawa Maut

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kabel Semrawut Pembawa Maut

Oleh Rines Reso

(Pemerhati Masalah Sosial)

 

Argumentasi Indonesia sebagai negara gagal sudah mulai terasa dikalangan masyarakat. Hal ini bisa dilihat ketika banyaknya masalah di tengah-tengah masyarakat tetapi negara tidak memiliki kemauan atau kemampuan melindungi warga negara dari berbagai bentuk persoalan. Negara tidak dapat menjamin hak-hak warga negara di Tanah Air sendiri.

Pemerintah seakan-akan tidak lagi dapat menjaminkan keamanan dan keselamatan warganya. Kebutuhan pokok, seperti pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, penyediaan bahan kebutuhan pokok seperti gas yang terjadi belakangan ini, infrastruktur pun menjadi semakin tak karuan.

Hal ini menyebabkan korban pengendara motor terjebak kabel fiber optik terus berjatuhan di DKI Jakarta. Masih ramai kasus Sultan Rif’at Alfatih, mahasiswa Universitas Brawijaya Malang menjadi korban terjerat kabel fiber optik yang terjuntai di Jl. Pangeran Antasari, Jakarta Selatan.

Hingga kini keluarga korban masih gigih menuntut tanggung jawab perusahaan kabel optik. Kasus Terbaru, seorang pengemudi ojek online terjerat kabel fiber optik saat mengendarai motor di Jl. Brigjend Katamso, Palmerah, Jakarta Barat pada Sabtu dini 29 Juli 2023. Setelah 6 jam kejadian tersebut Fadih menghembuskan nafas terakhir pukul 05.30 WIB (Liputan6.com, 06/08/2023).

Kabel-kabel di Jakarta berantakannya tidak kira-kira, kasus warga berkendara terjerat kabel telah terjadi berulang kali, dan berakibat fatal, baik kecacatan maupun hilangnya nyawa. Pihak-pihak terkait saling lempar tanggungjawab. Kasus ini terjadi akibat aspek keselamatan kurang diperhatikan. Ada banyak faktor penyebab, di antaranya adalah tata kelola pengerjaan satu proyek yang diserahkan kepada pihak lain (swasta), sehingga pengontrolan kualitas menjadi lemah, dan aspek keselamatan diabaikan karena fokus pada mencari keuntungan. Tata kelola pembangunan dalam sistem kapitalis meniscayakan hal ini.

Lemahnya koordinasi antar pemangku kepentingan seringkali menyebabkan mundurnya pengambilan keputusan. Pada tahap penyiapan, terdapat masalah akibat lemahnya kualitas penyiapan proyek dan keterbatasan alokasi pembiayaan karena sering muncul masalah terkait tidak tersedianya dukungan pembiayaan dari Pemerintah akibat ketidaksesuaian atau ketidaksepakatan atas pembagian resiko antara Pemerintah dan Badan Usaha. Selanjutnya, proyek sering terkendala masalah pengadaan lahan yang berakibat pada tertundanya kesepakatan finansial untuk proyek KPBU. Hal ini terjadi akibat penerapan sistem yang rusak dan merusak yakni penerapan sistem ekonomi kapitalisme.

Berbeda dengan sistem Islam, sistem Islam memperhatikan kualitas pekerjaan dan keselamatan semua pihak dalam setiap pelaksanaan proyek pembangunan, karena semua ada pertanggungjawaban kepada Allah. Islam menetapkan semua pihak memiliki tanggungjawab masing-masing, dan negara adalah pihak paling bertanggung jawab atas semua resiiko yang terjadi, karena dalam Islam negara adalah pihak pengurus rakyat.

Infrastruktur, pendidikan, kesehatan, ekonomi, perdagangan, industri, pertanian, dan lain-lain yang menjadi tanggung jawab negara dalam pemenuhan fasilitas-fasilitas publik. Pendapat ini bersifat mengikat bagi khalifah dan wajib dipenuhi kebutuhan tersebut oleh khalifah dengan merujuk pada pertimbangan para wali dan majelis wilayah tempat pelaksanaan infrastruktur pembangunan.

Terkait proses pembangunan infrastruktur yang akan dibangun oleh negara, maka dalam hal ini kholifah akan meminta masukan kepada Majelis Umat atau Majelis Wilayah. Majelis Umat atau Majelis Wilayah yang anggotanya merupakan orang-orang yang menjadi representasi masyarakat atau orang yang mewakili aspirasi kaum muslim dan non muslim yang telah menjadi warga negara.

Majelis Umat atau Majelis Wilayah akan memberikan masukan kepada khalifah, berupa pendapat yang berkaitan dengan aktivitas dan masalah-masalah praktis yang tidak membutuhkan penelitian dan analisa. Majelis Umat atau Majelis Wilayah dapat mengajukan kebutuhan pembangunan infrastruktur demi terselenggaranya aktivitas pelayanan dan penyediaan sarana dan prasarana yang berhubungan dengan pemerintahan, pendidikan, kesehatan, ekonomi, perdagangan, industri, pertanian, dan lain-lain yang menjadi tanggung jawab negara dalam pemenuhan fasilitas-fasilitas publik. Pendapat ini bersifat mengikat bagi kholifah dan wajib dipenuhi kebutuhan tersebut oleh khalifah dengan merujuk pada pertimbangan para wali dan majelis wilayah tempat pelaksanaan infrastruktur pembangunan.

Demikianlah proses pembangunan yang akan diselenggarakan oleh negara Khilafah. Negara akan mempertimbangkan infrastruktur pembangunan berdasarkan urgensi kebutuhan masyarakat karena pembangunan infrastruktur dalam negara Khilafah semata-mata untuk kepentingan masyarakat agar kesejahteraan dapat tersebar di seluruh pelosok negeri serta mampu mewujudkan sistem Islam menjadi rahmat bagi alam semesta.

Wallahu a’lam bish-showab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *