COVID-19 : Manusia Berubah Binatang

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Khodijah Ash-Shiddiq (Pengajar)

Pandemi covid-19 sejak hijrahnya dari China ke Indonesia pada Februari 2020 lalu, secara cepat dan pasti telah melukai kehidupan bangsa Indonesia. Baik level negara, masyarakat menengah atas apalagi menengah bawah. Tidak bisa dipungkiri, akibat virus yang paling viral tersebut telah memberikan dampak buruk ke segala aspek, khususnya aspek pendidikan. Mirisnya, problem-problem yang muncul telah menyeret anak-anak menjadi korban. Beberapa kasus yang terjadi adalah  sebagai berikut:

Pertama: Kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang Ibu (LH) terhadap anak perempuan kandungnya yang masih duduk di bangku kelas 1 SD di Tangerang (26/8/2020). LH tega menganiaya anak kandungnya sendiri yang masih berusia enam tahun akibat perasaan jengkel karena sang anak tidak mampu menguasai pembelajaran daring. Ini terjadi karena minimnya kemampuan dalam melakukan pendampingan anak belajar di rumah. LH tidak segan untuk memberikan hukuman fisik yang berakibat fatal kepada anaknya.

Kedua: Kasus serupa terjadi pada bocah yang tinggal di kawasan Pondok Gede, Kota Bekasi, Jawa Barat. Kanit Reskrim Polsek Pondok Gede Iptu Santri Dirga mengonfirmasi kasus tersebut. Kata Dirga, anak yang suaranya terdengar dalam video viral itu berusia tujuh tahun. Ia dipukuli oleh ayahnya karena tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR). “Akibat kekerasan fisik tersebut, sang bocah akhirnya harus menderita luka di bagian paha dan kaki,” ujar Dirga pada Jumat (4/12/2020).

Ketiga:. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti tindakan kekerasan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak berusia 8 tahun ketika mengalami kesulitan belajar jarak jauh secara daring (online). Menurut keterangan KPAI, anak mendapatkan beberapa pukulan, di antaranya menggunakan gagang sapu, saat belajar online hingga meninggal dunia. KPAI menyatakan sangat prihatin atas perbuatan kedua orangtua korban yang justru membawa jenazah korban dengan kardus ke Lebak dan dimakamkan sendiri secara diam-diam di TPU desa Cipalabuh.

Dari beberapa kasus di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

Pertama, Covid-19 telah menyebabkan psikis orang tua terguncang. Hal ini lantaran mental orang tua tidak kuat memikul beban akibat gejolak ekonomi. Faktanya, yang bekerja di kantor kena PHK, yang jualan tidak laku, begitupun pemberi layanan jasa, yang mana omset sangat menurun tajam. Sedangkan harga kebutuhan pokok kian meroket. Alhasil, orang tua semakin bingung untuk mencari solusi agar tetap bisa bertahan hidup di masa pandemi. Para orang tuapun akhirnya, mati-matian bekerja hingga tugas keluarga salah satunya mengurus anak terabaikan. Padahal, jika melihat fakta pembelajaran daring (online) peran orang tua sangatlah penting. Orang tua lah yang seharusnya melanjutkan materi pembelajaran ketika di rumah. Namun, karena banyaknya hal yang harus difikirkan terkait ekonomi tadi, akhirnya mental orang tua menjadi kacau. Alhasil, ketika anak tidak ada yang mengurus, sekolahnya pun menjadi kacau. Sehingga, anak-anak tidak paham materi karena keterbatasan waktu dan sarana, akhirnya mereka mulai bosan dan lari kepada hiburan-hiburan yang menghancurkan moral. Tugas sekolah tidak perlu dikerjakan dan orang tuapun kewalahan. Dari sinilah, akhirnya orang tua  yang pada awalnya memiliki harapan besar terhadap anak-anak nya, berharap mereka menjadi sukses dikemudian hari, justru malah semakin hawatir dengan kenyataan yang terjadi pada anaknya. Sehingga mereka berusaha menghentikannya termasuk dengan melakukan kekerasan bahkan sampai ada yang tega membunuh anak kandungnya. Sungguh sikap yang tidak sepantasnya dimiliki oleh orang tua, apalagi seorang ibu. Binatang yang tidak berakal saja tidak akan tega menyakiti bahkan membunuh anak kandungnya. Namun di era pandemi ini, manusia bisa berubah menjadi binatang bahkan lebih rendah daripada binatang.

Kedua, banyaknya anak yang menjadi korban dari gangguan psikis orang tua lantaran faktor ekonomi tersebut, menunjukkan bahwa negara telah gagal dalam melindungi anak bangsa dan orang tuanya. Karena negaralah yang seharusnya mengatasi gejolak ekonomi yang terjadi, dengan menjamin kebutuhan-kebutuhan pokok yang dibutuhkan keluarga. Sehingga orang tua tidak kebingungan dan bisa tenang mendampingi anak-anaknya ketika pembelajaran online. Negara tidak bisa mengatakan bahwa persediaan bantuan masih banyak, jika masih ada rakyatnya yang kebingungan dalam mencari biaya hidup. Karena tugas negara harus memastikan satu persatu kondisi rakyatnya, dengan mengerahkan seluruh petugasnya.

Ketiga, negara gagal dalam melindungi anak bangsa dan orang tuanya bukti bahwa sistem yang digunakan bukanlah sistem yang tepat. Sistem yang dipakai negara saat ini adalah sistem kapitalisme. Sebuah sistem yang berjalan berdasarkan asas manfaat. Jadi, apapun kebijakan yang akan diluncurkan harus membawa manfaat /keuntungan. Jika tidak, maka negara akan rugi. Kenyataannya, kebijakan dalam membiarkan sektor ekonomi terus berjalan, karena negara tidak mau rugi jika harus menghabiskan kas negara untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Fakta yang lain, mahalnya biaya pendidikan, masih berada pada level mahal bagi rakyat, tetap tidak mampu ditopang oleh negara. Padahal kondisi ekonomi rakyat sangat miris. Hal ini memang karena negara tidak mau rugi alias tidak ada manfaat yang bisa diperoleh negara.

Berdasarkan ketiga hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa di sistem kapitalisme manusia bisa berubah menjadi binatang. Bukan berubah wujud namun berubah sikap dan mental. Hal ini lantaran kebijakan dalam sistem kapitalisme berlandaskan keuntungan belaka. Berbeda halnya dengan sistem islam. Sistem yang terbukti mampu mengeksekusi wabah dalam jangka waktu kurang dari 3 bukan. Begitu cepat perbandingan waktu dengan penyelesaian covid-19 ini. Hal ini terjadi karena negara yang menetapkan sistem Islam pada saat kepemimpinan kholifah Umar saat itu, meluncurkan kebijakan berdasarkan tuntunan Rasulullah SAW. Tuntunan yang langsung bersumber dari Sang Pencipta wabah. Sehingga tuntunan solusinya pun solutif. Selain itu, kebijakan tersebut memang mengutamakan kemaslahatan ummat bukan atas dasar manfaat. Sehingga wabah cepat teratasi dan selama masa wabah , kebutuhan rakyat dijamin dan dipastikan satu persatu. Apapun dilakukan oleh negara walaupun pada akhirnya harus menghabiskan (baitul mal) kas negara untuk memenuhi kebutuhan rakyat.  Sehingga tidak ada ceritanya, orang tua sampai membunuh anaknya, atau anak membunuh orang tuanya karena terdesak kebutuhan atau sakitnya mental. Maka, sudah menjadi kebutuhan bagi kita untuk beralih pada sistem yang melindungi anak beserta orang tua yaitu sistem Islam.

Wallaahu a’lam bish-shawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *