Thrifting Semakin Merebak, Tanggung Jawab Siapa?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Thrifting Semakin Merebak, Tanggung Jawab Siapa?

 

Oleh : Suhirnan, S.Pd

(Pemerhati Kebijakan Publik)

 

Thrifting atau dikenal dengan baju bekas impor luar Negeri kini menjadi sorotan di Negeri ini. Alasan masuknya _Thrifting_ adalah untuk memenuhi kebutuhan sandang masyarakat yang tidak terpenuhi, selain layak pakai harga yang ditawarkan juga sangat terjangkau.

Akan tetapi dibalik itu semua ternyata menimbulkan problem dalam Negeri. Pasalnya baju bekas tersebut ilegal dan tidak membayar bea cukai hingga merugikan Negara. Bahkan pemimpin di Negeri ini pun angkat bicara mengenai persoalan tersebut.

 

Dikutip dari news.republika.co.id (19/3/2023) bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) geram dengan adanya _Thrifting_ atau baju bekas karena mengganggu industri tekstil dalam Negeri. sehingga Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo turun tangan beserta seluruh jajarannya untuk mengusut tuntas permasalahan tersebut.

Namun pada faktanya, _Thrifting_ sangat digemari oleh masyarakat. Seperti yang diungkapkan salah satu pencinta baju bekas tersebut bahwa alasan membeli baju di pasar dikarenakan menyediakan berbagai model fashion yang menarik. Padahal pemerintah telah membuat kebijakan pelarangan _Thrifting_ atau baju bekas. (merdeka.com, 16/3/2023)

 

Tak bisa dipungkiri, walaupun persoalan ini telah dibuatkan kebijakan namun tetap saja terjadi pelanggaran. Aturan yang dibuat pun tidak menyelesaikan permasalah secara tuntas, alhasil menyebabkan pelanggaran bahkan ilegal.

Maraknya Impor barang bekas ini sebenarnya sudah ada sejak lama. Keadaan ini menunjukkan bahwa adanya kebutuhan masyarakat akan suplai pakaian untuk memenuhi kebutuhan pakaian bermerk dengan harga murah. Hal ini, membuktikan bahwasannya masyarakat telah teracuni dengan gaya hidup hedon dan branded mind.

Disamping itu juga, memperlihatkan bagaimana gambaran kemiskinan masyarakat di tengah masyarakat yang membutuhkan pakaian dengan harga rendah untuk mencukupi kebutuhan akan pakaian sehari-hari.

Jadi, sungguh aneh jika hari ini dipersoalkan bahkan oleh presiden. Apalagi ajakan ini mulai muncul ketika industri tekstil mati yang artinya bahwa sebelumnya tidak diperhatikan dengan baik. Terlebih lagi dengan alasan mengganggu Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Karena pada dasarnya UMKM hanya memperpanjang rantai produksi. Ada apa dibalik itu semua ? Apakah hal ini bentuk pembelaan terhadap para importir kain yang notabene hanya segelintir orang ? Apalagi yang dipersoalkan hanya yang masuk secara ilegal, yang berarti tidak memasukkan cukai impor.

 

Dalam sistem sekarang, sudah menjadi hal yang biasa terjadi. Permasalahan hari ini menunjukkan bahwa sejatinya tidak ada upaya untuk menyelesaikan problematika sampai ke akarnya. Yang terlihat justru pencitraan dan kebijakan yang membela para pengusaha. Inilah potret buram kapitalisme.

Sungguh berbeda dengan sistem Islam. Islam akan mengusut tuntas sampai ke akar-akarnya segala permasalahan yang ada. Apalagi sebagai pemimpin akan memenuhi kebutuhan hidup masyarakat serta membela raknyatnya untuk mensejahterakannya. Segalanya adalah tanggung jawab penguasa yang diangkat sebagai pemimpin. Sebab pemimpin berkewajiban mengurusi umat. Sesuai sabda Rasulullah SAW :

“Sesungguhnya kepemimpinan itu adalah amanah, dan di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan kecuali mereka yang mengambilnya dengan cara yang baik serta dapat memenuhi kewajibannya sebagai pemimpin dengan baik.” (HR. Muslim)

 

Oleh karena itu, sangat jelas bagaimana seharusnya khalifah (pemimpin) bertindak dan menyelesaikan masalah secara menyeluruh, segala tanggung jawab berada ditangan pemimpin. Namun pemimpin dalam sistem sekuler kapitalisme sudah sangat jauh dengan kewajibannya mengurusi umat. Maka Islam adalah solusi atas problematika umat. Karena dalam Islam pemimpin bertanggung jawab penuh terhadap permasalahan umat. Dalam Qs An-Nisa ayat 59 berbunyi :

 

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan Taatilah Rasul (Muhammad), dan Uli Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Wallahu a’lam bish shawab

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *