Syari’at Islam bukan Prasmanan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Sekar Pratiwi

 

Masyarakat Indonesia lagi-lagi dikejutkan dengan pernyataan menteri keuangan yang meminta masyarakat untuk melakukan wakaf atau mewakafkan hartanya untuk Negara. Hal ini tentu menimbulkan polemik, melihat dalam jangka waktu tak berapa lama timbul pula peraturan pemerintah mengenai kebebasan berseragam dalam lembaga pendidikan. Baik muslim atau non muslim diberi kebebasan untuk memilih ingin berhijab atau tidak.

Dilansir dari REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA. Pemerintah menilai potensi wakaf di Indonesia masih cukup besar. Tercatat potensi wakaf secara nasional senilai Rp 217 triliun atau setara 3,4 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Wapres mengatakan bahwa “melalui gerakan ini saya yakin akan terkumpul suatu dana yang besar untuk mendukung pembangunan nasional serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat”. (Sabtu, 24 Oktober 2020 17:35 WIB).

Dilansir dari ANTARANEWS.COM. Pemerhati pendidikan dari Vox Institute Indonesia, Indra Charismadji, menyesalkan sikap Mendikbud yang hanya fokus pada sanksi pada pendidik. Indra menjelaskan jika Mendikbud memang peduli dengan kasus intoleran, mengapa kasus yang viral secara nasional yang ditanggapi. Bagaimana dengan kasus SMAN 58 Jakarta yang mana ada guru yang mengarahkan untuk memilih ketua OSIS berdasarkan agamanya, atau di SD Inpres 22 Wosi Manokwari dimana ada anak yang dilarag mengenakan jilbab. Semua itu berada pada masa kepemimpinan Mendikbud Nadiem Makarim. (Selasa, 26 Januari 2021 18:13 WIB).

Dari kedua kebijakan diatas dapat kita lihat bahwa tolok ukur pemerintah dalam menetapkan suatu kebijakan pada sistem saat ini ialah menggunakan asas kebermanfaatan semata. Seperti yang kita ketahui, kondisi muslim di Indonesia sangatlah terpuruk. Kebebasan berpendapat pun tak diberikan, menyebarkan ajaran Islam atau berdakwah pun sering kali mendapat hambatan dari pihak-pihak tertentu. Demokrasi yang katanya dari, oleh dan untuk rakyat hanya sekedar pengertian secara tekstual tanpa realisasi. Tiap warga yang mengkritik kinerja pemerintahan pun terancam, bahkan banyak yang sudah dipenjarakan dengan dalih menentang NKRI.
Indonesia merupakan Negara dengan mayoritas muslim, tetapi hak-hak muslim banyak terabaikan bahkan dipersekusi. Muslim seringkali dikatakan intoleran, aturan yang dibuat berdasar pada hukum Islam tidak mencakup secara keseluruhan, tak sedikit hukum yang dihiraukan sebab dirasa akan merugikan Negara.

Perintah wakaf yang baru-baru ini disampaikan pemerintah merupakan salah satu ajaran yang terdapat dalam syari’at Islam. Seiring dengan maraknya diskriminasi terhadap muslim oleh pemerintah, mereka justru membuat aturan dengan memanfaatkan salah satu hukum dalam agama Islam yang dirasa akan membawa keuntungan bagi Negara. Dengan mewakafkan harta yang masyarakat miliki kepada Negara diharapkan dapat membantu dalam melaksanakan pembangunan Negara juga menunjang kesejahteraan rakyat. Padahal dalam mewakafkan harta dalam Islam pun ada aturannya.
Disisi lain, Mendikbud mencabut aturan yang mewajibkan hijab untuk sekolah negeri. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi generasi selanjutnya, apalagi untuk mereka yang dari sekolah negeri sedikit mendapatkan pendidikan agama, tak sama dengan santri yang berada di pondok atau siswi dari madrasah yang mengutamakan pelajaran agama.

Jika aturan ini tak segera diubah kembali, kebebasan mengenakan atau membuka hijab akan memberi pengaruh bukan hanya kepada non muslim tetapi utamanya pada siswi muslim. Tidak menutup kemungkinan jika kemudian mereka akan seenaknya memutuskan sendiri untuk menggunakan atau melepas hijabnya tanpa memikirkan perintah Allah, yaitu kewajiban seorang muslimah menutup aurat apabila ia telah baligh.
Kedua kasus diatas merupakan satu dari sekian hukum Islam yang di pilah oleh pemerintah dalam membuat suatu aturan. Tak diragukan lagi, sistem kapitalis saat ini hanya akan menimbulkan ketidakadilan. Menetapkan aturan yang memberikan keuntungan bagi pihak-pihak tertentu tanpa memikirkan dampaknya bagi masyarakat.

Sebagai muslim kita diwajibkan untuk mematuhi segala peraturan, segala hukum yang Allah tetapkan dalam Al-qur’an dan hadis, tidak boleh memilah milah apalagi mengingkarinya. Seperti dalam firman Allah pada surah Al-Baqarah ayat 208 yang artinya :
“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu”.
(QS. Al-Baqarah: 208)

Mengambil sebagian dan meninggalkan sebagian syariat Allah, sama saja dengan ingkar dan kufur terhadap AlQur’an. Allah menciptakan manusia bersama dengan Al-qur’an sebagai penuntun dan pedoman hidup. Maka seadil-adil hokum ialah hukum Islam yang terdapat dalam Al-qur’an dan sebaik-baik aturan ialah aturan yang terdapat dalam Al-qur’an. Hukum Allah adalah hukum yang kuat tak seperti hukum yang dibuat manusia.

Manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah dengan melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya. Melaksanakan suatu hukum yang sesuai dengan diri kita dan meninggalkan sebagian yang lain karena dirasa memberatkan merupakan hal yang tidak seharusnya dilakukan seorang muslim. Penerapan aturan semacam ini, yaitu menerapkan aturan Islam secara menyeluruh hanya dapat terwujud apabila sistem kufur saat ini diganti dengan sistem Islam. Kekhilafahan adalah satu-satunya solusi atas segala problem masyarakayt saat ini, karena dengan sistem inilah segala hukum Islam dapat ditegakkan tanpa tapi.

Wallahu‘alam bi showab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *