Puluhan Juta Generasi Milenial Tak Memiliki Rumah, Benarkah Akibat Abainya Negara?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Puluhan Juta Generasi Milenial Tak Memiliki Rumah, Benarkah Akibat Abainya Negara?

Oleh Umi Kulsum

Kontributor Suara Inqilabi 

 

Presiden Joko Widodo memberikan instruksi kepada seluruh jajarannya untuk menggenjot pembangunan hunian vertikal melalui konsep Transit Oriented Development (TOD), tidak hanya di Jabodetabek, namun juga di kota-kota besar lainnya di seluruh Indonesia. Hal tersebut disampaikannya saat peresmian hunian milenial untuk Indonesia di Samesta Mahata Margonda, Depok, Jawa Barat, Kamis, 13 April 2023 (voaindonesia.com, 13/4/2023).

Menurutnya, dengan fasilitas pendukung yang ada seperti terintergrasi dengan transportasi publik seperti Stasiun Kereta api dan harga yang cukup terjangkau. Maka semakin besar kesempatan bagi generasi Milenial untuk membeli rumah tinggalnya sendiri. Dengan berdekatan stasiun kereta maka kita tidak tergantung pada kendaraan pribadi, seperti mobil yang dapat menimbulkan kemacetan terutama di daerah Jabodetabek.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir juga mengatakan konsep hunian TOD sudah dibangun dibeberapa lokasi seperti daerah Depok, Jakarta, Tangerang, Bogor dan Karawang dengan total pendanaan Rp5 triliun dan 8.348 unit sudah mencapai 65 persen pembelian nya yang kebanyakan kalangan milenials (voaindonesia.com 13/4/2023).

Beliau juga menyampaikan setidaknya sebanyak 81 juta penduduk Indonesia kelompok Milenial belum mempunyai rumah. Catatan ini berdasarkan data milik kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyak (PUPR). Hal ini disebabkan oleh banyak faktor antara lain padatnya ketersediaan lahan untuk pembangunan kawasan hunian di perkotaan. Selain itu proporsi jumlah penduduk di wilayah perkotaan dan pedesaan yang jauh berbeda (Liputan6.com 13/4/2023).

Sehingga untuk mengatasi problematika tersebut, Erick berkolaborasi bersama Kementerian PUPR dan mengkoordinir seluruh BUMN seperti Perumnas, BTN, PLN,PP, Adi Karya dan tentunya PT. Kereta Api yang punya lahan seperti kawasan hari ini, dimana hunian yang di bangun terhubung ke KRL Commuter Line. Hal itu disampaikan saat meresmikan Apartemen transit Oriented Development (TOD) di dekat Stasiun Pondok Cina, Depok, Jawa Barat (Liputan6.com 13/4/2023).

Erick Thohir juga menegaskan komitmen BUMN dalam menyediakan hunian bagi generasi Milenial yang terintegrasi dengan moda transportasi umum. Beliau juga menyoroti total penduduk di perkotaan yang mencapai 56,7 persen, sementara yang di pedesaan itu 43,3 persen. Hal inilah yang membuat padat penduduk di perkotaan. Selain di Depok, Jakarta, Tangerang, Bogor dan Kerawang, beliau menyebut hunian milenial terintegrasi juga akan kembali di luncurkan di Klender, Jakarta Timur, setelah Lebaran (cncbindonesia.com, 13/4/2023).

Rumah adalah salah satu kebutuhan dasar setiap orang, bukan hanya milenial saja. Penyebab belum terpenuhinya kebutuhan rumah ada banyak faktor yang mempengaruhi selain sempitnya lahan, kepadatan penduduk perkotaan serta salah satunya adalah harga rumah yang mahal. Sehingga tidak terjangkau oleh masyarakat lapisan bawah digaris kemiskinan.

Seharusnya kebutuhan akan rumah ini merupakan tanggung jawab negara yang di berikan kepada seluruh rakyatnya dengan harga yang sangat terjangkau. Dikarenakan negara masih memeluk erat faham kapitalis, sehingga kebutuhan rumah menjadi tanggung jawab individu. Bahkan banyak diserahkan kepada pihak asing atau swasta dalam menyediakan hunian tersebut.

Dengan adanya pihak asing atau swasta yang bekerja sama dengan bank-bank konvensional dalam penyediakan rumah tersebut. Walhasil harganya sangat mahal ditambah dengan bunga serta denda apabila terjadi keterlambatan dalam pembayaran.

Hal ini wajar jika dilihat dengan kacamata kapitalis yang memanfaatkan segala sesuatu untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan kerugian pada orang lain.

Dengan demikian banyak masyarakat yang belum memiliki rumah tidak hanya kaum milenial di bawah usia 40 tahun saja, tapi mereka yang sudah tua renta, yang masih hidup di pinggir bantaran kali, emperan jalan, di kolong jembatan yang tidak mendapat perhatian serius dari negara. Negara sangat abai atas kondisi rakyat yang lemah, miskin dan memprihatinkan Ini.

Tidak seperti dalam Islam, yang menganggap bahwa rumah adalah suatu kebutuhan yang pokok, selain sebagai tempat tinggal, tempat berteduh dari panas dan hujan, tempat berlindung dari ancaman kejahatan, keberadaan rumah juga sangat penting bagi keberlangsungan hidup sebuah keluarga. Sistem dan politik ekonomi Islam meniscayakan tersedianya rumah oleh negara. Hal ini sangat berbeda jauh dengan paham kapitalis yang diterapkan negara saat ini.

 

Solusi Terbaik Hanya Islam

Islam tidaklah sebagai agama saja yang aturan Syariat-nya diterapkan pada ibadah ritual tapi juga merupakan syariat yang mengikat kehidupan manusia dengan hukum yang berasal dari Sang Khaliq yaitu Allah SWT.

Pertama, meyakini bahwa tidak ada hukum yang terbaik Selain hukumnya Allah yang sesuai dengan fitrah dan akal manusia. Maka sudah sepantasnya Negara kita harus menetapkan aturan hukum ini tanpa alasan.

Semua problematika hidup muncul tatkala kita jauh dari hukum Islam. Maka kembali ke hukum Islam adalah yang utama dan terbaik. Setiap solusi diselesaikan dengan baik demi kemaslahatan umat.

Seperti firman Allah SWT pada Al-Qur’an surah An-nisa ayat 59 yang artinya

“Jika Kalian berselisih tentang suatu perkara, hendaklah kalian mengembalikan perkara itu kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunah) jika kalian benar-benar mengimani Allah dan hari akhir.”

Seperti yang pernah diterapkan pada masa kekhalifahan selama kurang lebih 1300 tahun lamanya, hingga Islam berjaya menguasai 2/3 dunia, Masya Allah.

Kedua, Negara harus bertanggung jawab penuh terhadap warganya dalam memberikan kebutuhan pokok baik sandang, pangan maupun papan. Negara harus menjamin hingga tidak ada lagi warga atau rakyat nya yang mengalami kemiskinan seperti sekarang ini. Kebutuhan makanan, pendidikan, pelayanan kesehatan, fasilitas publik serta penyediaan rumah bagi rakyatnya. Semua itu tidak hanya terintegrasi dengan moda transportasi publik tapi juga terintegrasi dengan fasilitas lengkap lainnya seperti tempat ibadah, kesehatan, pendidikan, pasar sehingga hunian tersebut dapat dikatakan perumahan yang layak dan ideal.

Hal ini menjadi sesuatu yang harus diperhatikan serius oleh negara tanpa melibatkan pihak asing dan swasta yang semata-mata hanya mengambil keuntungan saja. Seperti pada hadits ini yaitu Ibnu Majah telah meriwayatkan dari Abu Qatadah dan Al Khatib, dari Ibnu Abbas Ra.:

“Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka” (HR. Ibnu Majah).

Maksudnya adalah penguasa bertugas sebagai pelayan rakyat bukan untuk dibisniskan mencari keuntungan.

Ketiga, Negara sebagai perisai atau pelindung rakyatnya dari berbagai ancaman yang datang dari luar maupun dalam negeri. Sehingga rakyatnya merasa aman, nyaman dan sejahtera. Seperti pada sebuah hadits dimana Rasulullah SAW bersabda,

“Sungguh, Imam (Khalifah) itu adalah perisai. Umat diperangi dengan berlindung belakangnya dan akan dijaga oleh dirinya” (HR. Muslim).

Sehingga jika hal ini terwujud, maka Allah SWT akan senantiasa memberikan Rahmat dan keberkahan pada negara kita. Sayangnya negara kita masih memberlakukan hukum selain Islam yaitu kapitalis sekuler yang jelas-jelas sangat tidak adil, merugikan dan membuat rakyat semakin sengsara karena sistem ini tidak memihak pada kemaslahatan umat.

Sehingga apa yang terjadi pada kasus bahwa negara akan menyediaan rumah yang nyaman dan terjangkau bagi rakyatnya tak akan terealisasi dengan baik. Mengapa harus kaum milenial saja, bagaimana dengan kaum yang lainnya. Jelas ini tidaklah adil. Maka kembali pada syariat Islam adalah keputusan yang tepat bagi kemaslahatan umat.

 

Wallahu’alam bishshawaab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *