Predator Anak Merajalela, Di mana Peran Negara? 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Predator Anak Merajalela, Di mana Peran Negara? 

Oleh : Antika Rahmawati (Aktivis Dakwah)

 

Kasus pembunuhan serta pemerkosaan pada anak, nampaknya semakin sering terjadi. Seakan pelaku tindakan keji itu kian marak bermunculan, dan merusak para generasi penerus bangsa kita. Seperti yang disampaikan Arifah Choiri Fauzi, selaku Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) yang mengecam pelaku pembunuhan serta pemerkosaan yang dilakukan oleh DCN (7) di Banyuwangi, Jawa Timur.

 

Arifah memastikan bahwa dirinya dan pihak PPPA, akan kawal kasus ini sekaligus mendampingi keluarga korban. Dirinya mengecam tindakan kekerasan yang menimpa DCN sebagai korban, Arifah juga menyatakan telah membawa psikolog untuk mendampingi pihak korban. Dan pihak kepolisian tengah memproses kasus pembunuhan dan pemerkosaan tersebut, namun hingga kini masih di tahap penyelidikan. (nasional.kompas.com, 17-11)

 

Sementara itu, kejadian yang sama di wilayah Aceh Utara, telah tertangkap tiga pelaku pelecehan seksual terhadap A (14) warga Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara. Ketiganya melakukan aksi bejat tersebut pada tanggal 6 November 2024 lalu dan ketiganya diamankan di kantor Polres Aceh Utara pada Senin, 11 November 2024.

 

Kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual ini terungkap, saat ibu korban melaporkan ketiga tersangka berinisial MF (23), MS (17) dan NM (15). Kejadian asusila yang dilakukan pelaku MS, terjadi ketika pelaku dan korban pulang dari Lhoksukomawe, Aceh Utara. Pelaku melakukan tindakan kejinya saat berada di dalam mobil, diduga mobil dalam keadaan berjalan dan pintu mobil terkunci. (regional.kompas.com, 17-11)

 

Tindakan asusila dan kekerasan seksual pada anak di bawah umur, tidak pernah habis bermunculan. Masa depan generasi bangsa di era kapitalisme, terenggut begitu saja saat mereka menjadi sasaran empuk para predator seksual. Hal tersebut terus bermunculan bahkan di waktu yang sama, namun upaya yang dilakukan pihak berwajib dan para Komnas perlindungan anak masih belum mampu menekan kasus ini.

 

Ini disebabkan akibat dari penerapan sistem kehidupan, yang minim pemahaman agama. Dari mulai sistem pendidikan dalam keluarga maupun pendidikan di lembaga formal semua tidak bersandar pada aturan syariat. Akhirnya, banyak anak remaja dan anak usia dini yang tidak mampu mengontrol tindakan mereka dalam kehidupan sehari-hari.

 

Selain itu, media-media yang sudah tersisipi oleh banyak konten iklan yang tidak senonoh dan tidak pantas menjadi konsumsi publik masih lolos dalam pengawasan pemerintah. Bisa jadi, ada indikasi hubungan kerjasama antara lembaga pemerintah dan media untuk meluluskan konten pornografi untuk ditayangkan.

 

Sebab, tidak mungkin ketika berbagai video pornografi itu telah dihapus, namun masih banyak video lain masih muncul diberbagai media. Hal inilah yang akan sulit menekan hasrat siapa saja yang melihatnya, benteng pertahanan umat muslim hari ini satu persatu mulai lapuk akibat lemahnya iman individunya. Kapitalisme sudah mendominasi kehidupan sehingga dalam keseharian individunya, akibatnya sistem ini di nilai tidak mampu menekan angka kemaksiatan.

 

Kapitalisme hanya mengedepankan kemanfaatan, sehingga dalam memproses suatu masalah pada masyarakatnya harus di pandang ada manfaat atau tidak. Akibatnya hukum yang ditegakkan juga berdasarkan asas manfaat, artinya selama ada keuntungan di dalamnya maka hukum akan berjalan dan sebaliknya jika tidak ada manfaat maka tidak akan ditindak.

 

Kurangnya Edukasi Seksual Untuk Remaja Dan Anak-Anak

 

Negara yang menerapkan sekularisme sebagai asas, hanya menempatkan edukasi seksual untuk generasi itu sebagai urusan individu. Padahal, harusnya peran negara hadir memberikan edukasi yang gamblang soal cara mengajarkan anak soal area-area mana saja yang harus mereka jaga. Dan negara juga harus memberikan kebijakan soal sistem pergaulan, yakni batasan interaksi antara laki-laki dan perempuan, batasan aurat laki-laki dan perempuan serta memfasilitasi lingkungan yang aman bagi keduanya agar terjaga dari interaksi yang berlebihan.

 

Namun, kenyataannya pemerintah hanya memperdulikan nasib mereka sendiri tanpa menoleh keadaan masyarakatnya. Begitulah demokrasi, hanya mengejar rakyat jika mereka yang di atas membutuhkan suaranya ketika akan pemilihan. Tetapi mereka tidak peduli setelah berhasil menduduki kursi kepemimpinan, karena dalam kapitalisme, pemimpin negara adalah suatu profesi yang bekerja dan di gaji oleh negara.

 

Padahal jika ditelisik kembali, negara seharusnya menjalankan fungsinya sebagai perisai bagi rakyat, bukan hanya mengontrol keluhan rakyat namun tidak kunjung memberikan solusi. Nasib generasi akan semakin terpuruk jika sistem negaranya masih mengekor pada kapitalisme, jadi perlu adanya pergantian sistem yang tepat untuk mengatur seluruh urusan rakyat. Sehingga rakyat tidak lagi hidup dalam ketakutan dan kecemasan, sebab, dalam mendidik dan mengasuh generasi penerus harus dengan pemahaman yang benar.

 

Hanya Islam Solusi Berantas Predator Anak

 

Hal itu tentu berbeda dengan sistem yang berlandaskan syariat, negara turun tangan memberikan landasan hukum sesuai perintah Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian, negara yang menerapkan syariat akan senantiasa mengatur cara bergaul antara laki-laki dan perempuan. Yakni memisahkan lingkungan keduanya sehingga tidak menimbulkan khalwat (berdua-duaan), interaksi berlebihan serta memberikan sanksi tegas bagi yang melanggar aturan.

 

Dalam bidang pendidikan, juga difasilitasi untuk setiap pelajar melakukan bimbingan seperti mengkaji Islam secara intensif. Hal itu akan mempersiapkan para generasi muda, untuk mengatasi setiap permasalahan hidup mereka dengan sudut pandang Islam. Kemudian, dalam pelaksanaan belajar mengajar di sekolah juga memiliki ruangan yang terpisah antara pelajar laki-laki dan perempuan.

 

Sehingga, tidak ada campur baur dalam proses belajar mengajar di sekolah berbasis Islam dalam lingkungan Daulah Islam. Islam juga mengatur tontonan masyarakat dengan membatasi konten-konten tertentu, sehingga ada filter bagi media-media yang akan menayangkan konten negatif. Negara hanya akan memperbolehkan tayangan berbau Islam, sebagai cara memupuk keimanan individunya agar mereka selalu berada dalam koridor syariat.

 

Daulah Islam benar-benar berperan dalam hal mendidik para generasi muda, bukan dengan memisahkan ajaran Islam tetapi dengan menjadikan Islam satu-satunya landasan berpikir mereka. Dalam hal edukasi seksual, Islam tentu mengatur pakaian individunya, terutama bagi perempuan untuk senantiasa menjaga aurat mereka dari lawan jenis. Dengan begitu, lawan jenis tidak akan melihat area-area sensitif perempuan jika tubuh mereka telah tertutup sempurna.

 

Dan itu semua diatur oleh negara, dan masuk dalam aturan undang-undang negara juga sehingga hal itu akan diterapkan seluruh masyarakat. Sanksi yang berjalan juga ditetapkan dengan tegas, dalam Islam sanksi bagi pelaku kejahatan seksual yakni dengan di jilid yakni dikubur badannya hingga tersisa kepalanya saja kemudian dilempari batu sampai mati dan disaksikan oleh khalayak umum. Sehingga mereka yang melihat, akan berpikir ulang ketika akan melakukan tindakan yang sama.

 

Sungguh semuanya berbeda dengan sistem negara yang diterapkan hari ini, sanksi yang diterapkan kurang memberi efek jera. Sanksi bagi pelaku terlalu ringan, sehingga kasus pemerkosaan dan pembunuhan tidak mampu terselesaikan dengan tuntas. Padahal jika dalam Islam, membunuh saja sanksinya setara dengan tindakan pelaku tidak memandang usia, anak pejabat bahkan keluarga penguasa sekalipun.

 

Penguasa dalam Daulah Islam benar-benar bertindak sebagai pengurus rakyat, karena sudah berbekal pemahaman syariat dalam pemikiran serta perasaannya. Dia (Khalifah) memahami tugasnya sebagai penguasa, yakni melindungi hak setiap individunya dan menjadi garda terdepan jika rakyat mengalami keresahan, kecemasan dan kesusahan dalam menghadapi masalah hidupnya.

 

Sebagaimana sabda Nabi saw., Yakni “seorang imam (Khalifah) adalah perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung dari musuh karena kekuasaannya.” (HR. Mutafaqun ‘Alayh, dan yang lainnya)

 

Artinya, rakyat berlindung dalam kekuasaan pemimpin dan penguasa bertindak sebagai pengayom yang siap melayani rakyatnya. Sudah saatnya kapitalisme diganti dengan sistem yang lebih baik, yakni dengan negara yang berideologi Islam. Sebab, hanya dengan berhijrah sistem negara, maka akan dengan mudah mengatur tatanan masyarakatnya dari aspek apapun dalam kehidupan.

 

Hingga tidak akan ada lagi kerusakan yang mengorbankan generasi, dan akan berjalan dengan tuntunan Islam saja. Sehingga hidup jadi lebih berkah dengan Islam kafah, rakyat sejahtera, jauh dari kriminalitas sebab mereka telah dilindungi oleh negara secara menyeluruh di bawah kekuasaan seorang pemimpin yang paham akan penerapan hukum syariat.

Allahu a’lam bisshowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *