Mencoba Sekarang, Hancur Kemudian

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Mencoba Sekarang, Hancur Kemudian

Oleh Malinda

Aktivis Dakwah

Sejak maraknya zaman revolusi 4.0, semakin pesat berkembangnya teknologi yang kita pakai dalam kehidupan sehari-hari. Hampir semua manusia saat ini ditemani oleh teknologi digital untuk menyelesaikan problematika kehidupan yang dijalani, mereka merasa bahwa dengan adanya teknologi digital akan mempermudah dan membuat kehidupannya lebih praktis.

Salah satu teknologi digital yang sedang marak digunakan yaitu e-commerce (electronic comersial) yang merupakan aktivitas jual beli barang atau jasa secara online. Salah satu layanan yang disediakan oleh e-commerce saat ini yaitu adanya kredit online atau dikenal dengan nama paylater. Siapa yang tidak kenal dengan paylater? Mulai dari kaum remaja hingga kalangan ibu-ibu sudah tidak asing dengan istilah paylater. Dengan slogannya “Beli Sekarang Bayar Nanti atau Buy Now Pay Later” yang membuat semua kalangan tergiur dengan layanan tersebut.

Namun siapa sangka di balik kemudahan mengakses paylater, tidak sedikit pengguna layanan ini yang terjebak pada tunggakan yang akhirnya menguras seluruh pendapatan mereka. Menurut salah satu peneliti dari Institute for Development of Economic Studies (Indef) mengatakan bahwa pemahaman yang rendah soal risiko paylater, ditambah dengan mitigasi risiko gagal bayar yang lemah telah memicu fitur paylater menjadi jerat utang yang melilit.

Sementara itu, menurut data OJK tahun 2022 karakter pengguna yang kesulitan membayar tunggakan kredit menjadi semakin muda yang usianya di bawah 19 tahun. Melihat fakta yang terjadi saat ini sudah sangat menghawatirkan jika generasi muda sekarang ikut andil dalam tunggakan hutang yang melilitnya demi mengejar gaya hidup barat yang sedang trend saat ini.

Banyaknya kalangan yang terjebak dalam paylater ini menandakan bahwa mereka tidak dapat mengontrol diri mereka dari keinginan-keinginan yang terus bermunculan. Mereka sesungguhnya telah terjebak dengan penawaran dan kemudahan yang diberikan, padahal sebenarnya mereka adalah mangsa empuk bagi para rentenir gaya digital. Hal ini menyebabkan kehancuran di masa yang akan datang bagi penggunanya.

Merebaknya paylater ini juga tidak lepas dari peran pemerintah sistem sekuler yang membolehkan layanan paylater sebagai financial technology yang terdaftar dalam OJK dengan dalih sebagai inovasi teknologi untuk membantu masyarakat mengatasi kesulitannya dalam membeli barang yang diinginkannya dengan bunga yang rendah.

Pinjaman paylater sudah jelas-jelas termasuk ke dalam riba, hal ini bisa kita lihat dari bunga yang harus dibayar saat tenggat waktu tertentu meskipun bunga pinjamannya rendah dan terdapat biaya tambahan atau denda jika telat membayar. Di dalam Islam konsep pinjaman yang seperti ini jelas dilarang (haram).

Sistem Islam yang mengatur sistem ekonominya sesuai dengan syariat dan untuk kemaslahatan umat, seperti yang tercantum di dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 275 yang artinya ;

“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual-beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.”

Sebagai seorang muslim kita wajib memiliki pola pikir dan sikap yang sesuai dengan Islam serta menyandarkan segala sesuatu dengan Islam. Dengan kepribadian Islam maka kita akan terhindar dari pola hidup yang bebas dan konsumtif. Sehingga kita akan membeli sesuatu sesuai dengan kebutuhan bukan karena keinginan semata, termasuk saat bertransaksi pinjam-meminjam maka harus jelas tujuannya yang tidak melanggar syariat dan sesuai dengan hukum yang Allah SWT tetapkan.

Wallahu a’lam Bishawwab.

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *