May Day, Kesejahteraan Kaum Buruh Masih Tergadai
Oleh Sumiyah Umi Hanifah
Member AMK dan Pemerhati Kebijakan Publik
Hari Buruh Internasional atau yang dikenal dengan istilah ‘May Day’ kembali diperingati di banyak negara, termasuk di Indonesia. Tujuannya tidak lain adalah untuk merayakan dan menuntut hak-hak kaum buruh atau pekerja. Peringatan Hari Buruh sedunia ini nyaris dilakukan terus-menerus tanpa jeda. Namun sayangnya nasib kaum buruh masih saja jauh dari kata sejahtera. Bahkan terlihat makin sengsara. Lantas, seberapa besar pengaruh Perayaan May Day bagi para buruh di Indonesia?
Di Indonesia Hari Buruh dirayakan pertama kali pada tanggal 1 Mei 1920 M. Saat itu dipelopori oleh serikat-serikat buruh dan pekerja yang melakukan aksi demonstrasi dan mogok kerja. Sebagaimana para pendahulunya, aksi ini bertujuan memperjuangkan hak-hak kaum buruh yang makin tertindas. Lantaran Indonesia yang saat itu masih berada di bawah kekuasaan kaum penjajah Hindia Belanda. Mereka menjadikan rakyat Indonesia sebagai pekerja paksa dengan upah yang sangat minim. Bahkan sebagian besar buruh atau pekerja tidak dibayar gajinya sama sekali. (cnbcindonesia.co, Senin, 1/5/2023).
Peringatan Hari Buruh di Indonesia masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Para buruh yang datang dari berbagai penjuru tanah air, menggelar aksi mendatangi para wakil rakyat untuk menyampaikan aspirasinya.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Said Iqbal, Presiden Partai Buruh. Beliau mengatakan akan ada kurang lebih 50 ribu massa yang hadir dalam peringatan Hari Buruh Internasional tahun ini. Dalam orasinya mereka menuntut tujuh pasal. Diantaranya;
1. Cabut Undang-Undang (UU) Omnibus Law atau UU Cipta Kerja.
2. Cabut ambang batas parlemen sebesar 4% dan ambang batas presiden sebesar 20%, karena membahayakan demokrasi.
3. Sahkan RUU DPR dan perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).
4. Tolak RUU kesehatan.
5. Reformasi agraria dan kedaulatan pangan, diantaranya menolak bank tanah dan impor beras kedelai.
6. Pilih presiden yang pro buruh dan kelas pekerja.
Partai Buruh haram berkoalisi dengan partai yang mengesahkan UU Cipta Kerja.
7. Hapus ‘outsourcing’ dan tolak upah murah (HOSTUM). (nasional.tempo.co, Sabtu, 29/4/2023).
Demikianlah tujuh tuntutan yang mereka suarakan kepada pihak perusahaan dan pihak penguasa. Mereka sangat berharap agar kedua pihak yang dimaksud, bersedia memenuhi tuntutan mereka. Sebab pada dasarnya apa yang mereka tuntut adalah sesuatu yang wajar. Kaum buruh hanya menuntut agar hak-hak pokok mereka sebagai pekerja, ditunaikan oleh pihak perusahaan. Diantaranya yaitu; jaminan kesejahteraan, perbaikan tingkat upah, dan jaminan kesehatan.
Kaum buruh dan pekerja juga meminta kepada pihak pemerintah agar mau berpihak kepada rakyat kecil. Yakni; kaum buruh, petani, dan masyarakat golongan menengah ke bawah lainnya. Selama ini pihak penguasa dinilai masih berpihak kepada para pemilik modal. Kebijakan atau Undang-Undang Ketenagakerjaan yang ada saat ini dinilai sangat merugikan rakyat.
Persoalan kaum buruh di negeri ini tidak hanya sampai di sini, mereka juga harus rela menelan pil pahit kebijakan pemerintah yang dinilai tidak adil. Salah satunya adalah ditutupnya Pos Komando Satuan Tugas (Posko Satgas) Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan 2023 Kementerian Ketenagakerjaan, pada Jumat, 20 April 2023. Padahal, lembaga yang dipimpin menteri Ida Fauziyah ini telah menerima 2.369 aduan dari para buruh, yang hak tunjangannya dilanggar oleh perusahaan tempat kerjanya. (tirto.id, Minggu, 30/4/2023).
Fakta di atas menunjukkan bahwasanya masyarakat kecil, yang diantaranya adalah kaum buruh, kehidupannya masih belum sejahtera. Meskipun setiap tahun memperingati Hari Buruh Internasional. Berarti permasalahannya bukan pada memperingati Hari Buruh atau tidak. Namun penyebab utama kaum buruh tidak sejahtera adalah terletak pada kebijakan yang keluarkan oleh negara. Dengan kata lain, kesejahteraan, kedamaian, keadilan, dan keamanan suatu negara ditentukan oleh sistem pemerintahan yang diterapkan. Saat ini seluruh negara di dunia “dipaksa” mengikuti sistem kapitalisme-liberalisme yang sekuler. Sebuah sistem atau aturan hidup yang berasal dari hawa nafsu manusia, bukan berasal dari Allah Swt.
Dalam sistem kapitalisme, mekanisme upah buruh diatur dengan menggunakan upah minimum daerah (regional). Cara ini jelas tidak akan bisa menjamin kesejahteraan kaum buruh. Meskipun mereka bekerja keras secara maksimal, tetap hasilnya tidak akan mampu melampaui batas hidup yang ditentukan oleh perusahaan dan daerah tersebut. Buruh tidak mungkin mampu mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya, disebabkan karena minimnya upah yang diterima. Belum lagi, tuntutan kenaikan upah oleh kaum buruh kepada perusahaan itu, secara otomatis akan dimasukkan oleh perusahaan ke biaya produksi. Jika biaya produksi meningkat maka itu akan menaikkan harga jual barang. Sehingga nantinya akan terjadi inflasi, daya beli masyarakat akan semakin menurun dan imbasnya akan kembali kepada masyarakat dan kaum buruh itu sendiri. Sehingga kaum buruh yang hidup dalam sistem kapitalisme seperti sekarang ini, akan semakin kesulitan mencapai kesejahteraannya.
Faktanya para pemimpin perusahaan, yang notabene adalah para pemilik modal, selalu menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan materi sebanyak-banyaknya. Mereka menggunakan prinsip ekonomi, yaitu mengeluarkan modal sekecil-kecilnya dan ingin memperoleh keuntungan sebesar-besarnya, tanpa memperhatikan bagaimana nasib buruh atau pekerjanya. Pihak perusahaan pun banyak yang melanggar Undang-Undang. Namun sayangnya mereka seringkali lolos dari jerat hukum. Sudah bukan rahasia lagi, kongkalikong antara pihak penguasa dan pihak pengusaha sudah lama terendus oleh masyarakat umum.
Inilah kondisi masyarakat yang diatur dengan sistem kapitalisme. Berbeda dengan masyarakat yang diatur dengan sistem pemerintahan Islam. Hanya Islam yang memiliki konsep yang sahih (benar) dalam mengatur hubungan antara pekerja dan pengusaha. Aturan tersebut dinamakan “ijarah’ yang dikategorikan sebagai urusan sewa-menyewa. Sebab, pada dasarnya perusahaan atau pemilik modal menyewa atau menggunakan jasa (tenaga, pikiran, dan waktu) dari pekerja sesuai dengan kesepakatan, dan sebagai imbalannya pihak perusahaan memberikan gaji atau upah yang layak (sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak). Baik pihak perusahaan maupun pihak pekerja wajib mentaati kesepakatan yang telah mereka buat.
Pihak perusahaan atau pemilik modal haram hukumnya menunda-nunda atau mengulur-ulur waktu pembayaran upah pekerjanya.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadis kudsi.
Rasulullah saw bersabda,
“Kepada tiga orang ini, Aku yang akan menjadi musuhnya pada hari kiamat, yaitu orang yang berjanji dengan menyebut namaku lalu dia mengingkari janji, orang yang menjual orang merdeka lalu dia menikmati hasil penjualannya tersebut, dan orang yang mempekerjakan orang lain, namun setelah orang tersebut bekerja dengan baik, upahnya tidak kunjung dibayarkan”. (H.R. Bukhari (2227)
Dalam riwayat lain disebutkan.
Sabda Rasulullah saw,
“Orang yang menunda kewajiban halal kehormatannya dan pantas mendapatkan hukuman.” (HR Abu Dawud nomor 3628)
Dengan demikian hanya sistem pemerintahan Islam yang layak diterapkan di dunia. Sebab dengan sistem ini akan mengantarkan warga negaranya menuju kesejahteraan, keadilan, dan keamanan yang sempurna. Baldatun thoyyibatun warabbun ghafur.
Wallahu a’lam bishawab.