LGBT Semakin Eksis di Era Demokrasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Salsabila Isfa Ayu K (Aktivis Mahasiswa)

 

Miris! kaum pelangi kini semakin berani menunjukkan jati dirinya sebagai penyuka sesama jenis, seolah bukan lagi sebagai suatu aib mereka justru tanpa malu mempertontokan dan menceritakan dirinya dan kehidupannya. Pasca disahkannya UU TPKS dan Permendikbud PPKS no 30/2021 seolah menjadi gerbang bagi mereka menunjukkan eksistensi mereka agar dapat diterima dan dihargai di tengah kehidupan masyarakat. Alih alih sebagai payung hokum bagi kasus kekerasan seksual, kedua regulasi tersebut justru membuka pintu legalisasi perilaku LGBT. Maka tak heran jika kampanye menyuarakan LGBT semakin keras terdengar dan semakin ramai diperbincangkan bahkan dari kalangan artis dan selebriti di tanah air.

Sebelumnya Unilever sejak tahun 2020 secara resmi telah menyatakan diri berkomitmen mendukung gerakan LGBT. Pernyataan tersebut di sampaikan melalui akun instagramnya, dengan menandatangi Declaration of Amsterdam untuk memastikan setiap orang memiliki akses secara inklusif ke tempat kerja. Unilever juga membuka kesempatan bisnis bagi LGBT sebagai bagian dari koalisi global. Bukan hanya Unilever yang berkomitmen mendukung gerakan LGBT, ada 20 perusahaan yang turut serta mendukung pro-kampanye gerakan LGBT di kancah global.

Para aktivis pejuang kesetraan pun semakin getol turut serta memberikan dukungannya lewat berbagai media sosial. Melalui narasi narasinya, mereka mengajak masyarakat untuk lebih open minded terhadap perilaku LGBT sebagai fenomena sosial yang wajar terjadi atau orientasi seksual yang lumrah. Di satu sisi mereka juga melabeli pihak pihak yang secara tegas menentang perilaku LGBT karena bertentangan dengan norma dan agama, sebagai kaum close minded yang cenderung enggan menerima ide ide baru. Dalihnya karena zaman semakin maju maka pemikiran dan perilaku tidak boleh dikengkang atau dibatasi oleh apapun.

Dalam islam, perilaku LGBT sama halnya dengan perilaku kaum nabi Luth AS yang dikenal sebagai penyuka sesama jenis (homoseksual) yang kisahnya diabadikan dalam Al-Qur’an:
“Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, kamu benar-benar kaum yang melampaui batas” (Q.S. al-A’raf [7]: 81).

“Dan kepada Luth, Kami telah berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami selamatkan dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan perbuatan-perbuatan keji. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik,” (Q.S. al-Anbiya’ [21]: 74).

“Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu, sedang kamu memperlihatkan(nya)?” (Q.S. al-Naml [27]: 54)

kata Fahisyah dalam ayat tersebut, menurut bahasa dapat menujukkan makna sesuatu yang amat buruk, keji dan dibenci oleh Allah. Sehingga jelas dalam Al-Qur’an menjelaskan bahwa perilaku tersebut adalah perilaku yang keji dan tergolong dosa yang amat besar. Namun ada juga dari umat muslim yang menafikkan firman Allah ini, menganggap perilaku LGBT adalah bentuk kebebasan berekspresi di negara demokrasi, selama tidak tidak melangar hukum. Selain itu, tidak sedikit umat muslim yang abai akan fenomena ini, memang tidak terang terangan mendukung tapi mereka memilih diam dan membiarkan.

Sungguh, tidak ada jaminan bahwa dukungan atas perilaku LGBT ini akan dapat dihentikan. Karena faktanya kehidupan saat ini berada dalam genggaman ideologi kapitalisme, dimana standar baik, buruk dan benar atau salah adalah manfaat atau kepentingan. Kebijakan atau regulasi yang diterapkannya pun berpijak pada sekulerisme, yakni memisahkan agama dengan kehidupan.

Jika sungguh sungguh ingin menghapusnya, kita hanya butuh peran negara yang menerapkan syariat islam sebagai sebagai satu-satunya tolok ukur, standar baik buruk, benar salah bagi pemikiran dan perilaku setiap individu dalam tatanan masyarakat. Dan ini hanya dapat terwujud dalam satu sistem kekhilafahan.

yakni, sistem kepemimpinan umum bagi seluruh umat Islam di dunia untuk menerapkan hukum-hukum syariah Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Dengan adanya negara khilafah, maka femonema perilaku LGBT dapat dengan mudah diberangus.

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *