Khilafah Peradaban Mulia Mewujudkan Pemimpin Amanah

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh Siti Juni Mastiah, SE
(Aktivis Dakwah dan Anggota Penulis Muslimah Jambi)

 

Hiruk pikuk pilkada masih menuai pro dan kontra dikalangan masyarakat nusantara. Bagaimana tidak, di tengah situasi yang kritis dalam menghadapi pandemi Covid-19, pemerintah daerah masih bersikeras untuk menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada bulan Desember 2020 nanti.

Dalam pilkada biasanya pasangan calon akan mengumpulkan masa saat kampanye. Hal tersebut menurut banyak pihak akan menimbulkan klaster baru Covid-19, karena masih mewabahnya virus ini di Indonesia. Ketua MPR Bambang Soesatyo meminta agar Pemerintah Daerah dan Polda untuk menggunakan wewenangnya dalam melarang semua kegiatan pengerahan masa pada saat kampanye serentak, termasuk larangan memberikan izin konser di ruang publik. (Pangandaran.Com, 22/09/2020)

Miris sekali, jika pilkada berlangsung saat kondisi umat sedang berjuang dalam menghadapi situasi darurat Covid-19 yang banyak mengancam nyawa rakyat, bahkan tenaga kesehatan sudah mencapai 228 yang gugur, diantaranya 127 dokter, 9 dokter gigi, dan 92 perawat. Dari 127 dokter yang wafat, 66 diantaranya dokter umum dengan 4 dokter guru besar, 59 dokter spesialis dengan 4 diantaranya guru besar dan 2 orang residen. (Kompas.Com, 29/09/2020)

Selain itu, umat juga berjuang dalam menghadapi krisis ekonomi yang menimbulkan banyak pengangguran, berbagai perusahaan gulung tikar, daya beli masyarakat menurun, serta permasalahan lainnya yang banyak muncul baik dari sisi sosial kemasyarakatan seperti meningkatnya angka perceraian, maupun dari sisi keamanan masyarakat yakni semakin tinggi angka kriminalitas. Serta berbagai problem lainnya yang mendera umat seperti benang kusut yang tak mampu diuraikan dan tak kunjung usai.

Lalu apakah ada harapan munculnya pemimpin yang amanah dari hasil pilkada serentak nanti ? Sepertinya jauh panggang dari api. Sudah banyak bergiliran dan bergantian para pemimpin dari berbagai partai yang mengusung, dan faktanya terbukti sampai saat ini tak ada yang benar-benar lurus menepati janji. Permasalahan demi permasalahan terus terjadi yang menghantui diri umat yang sangat lirih menanti pemimpin adil, jujur, amanah, dan tepat janji.

Umat harus sadar bahwa harapan tersebut akan menjadi mimpi belaka. Tak ada harapan seperti yang diinginkan jika sistem aturan yang diterapkan masih berasal dari buatan manusia yang bersifat lemah dan terbatas. Sistem aturan buatan manusia yang sekuler kapitalis pasti akan menghasilkan pemimpin yang berharap pada kepentingan belaka, bukan tulus murni mengurusi urusan rakyat semata. Hal ini telah dibuktikan dari masa kepemimpinan Indonesia ketika dikatakan merdeka tahun 1945 sampai dengan saat ini masa kepemimpinan bapak Jokowi.

Kemudian apakah kita pasrah? Tentu tidak, wahai saudara saudaraku. Kita mempunyai kekuatan lisan dan tulisan untuk menyampaikan kebenaran dan janji Allah Swt akan hadirnya kembali kepemimpinan Islam yang taat pada syariat Ilahi, yakni kepemimpinan Islam dibawah naungan khilafah.

Insya Allah dibawah aturan sistem Islam yang berasal dari Allah Swt sebagai zat yang Maha Mengatur dan Maha Pencipta akan mampu mewujudkan pemimpin yang amanah sesuai harapan umat secara keseluruhan. Hal ini dibuktikan dengan fakta sejarah bahwa sistem khilafah Islamiyah telah menaungi dunia hingga 14 abad lamanya.

Bagaimana sistem Khilafah Islamiyah bisa mewujudkan pemimpin yang amanah? Jawabannya adalah karena sistem Islam dalam menetapkan dan memilih pemimpin berstandarkan dengan dalil syara’ yakni bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadist yang berasal dari wahyu Allah Swt untuk mengarahkan pada jalan yang benar.

Dalam Islam ketika ingin menjadi pemimpin tidak memerlukan biaya besar seperti halnya ingin menjadi pemimpin dalam sistem demokrasi saat ini. Sebelumnya, para calon pemimpin (khalifah) di suatu negara, mereka terlebih dahulu sudah dikenal keaktifannya ditengah-tengah masyarakat. Mereka sudah terbiasa menyibukkan diri dalam mengurusi urusan umat.

Maka tak perlu dana kampanye untuk membuat spanduk dimana-mana, membuat baju seragam untuk partai dan warga yang mendukung, dan sebagainya. Kampanye dalam Islam hanya memerlukan media cetak dan elektronik, baik audio maupun video, online maupun offline yang dijadikan sebagai perantara atau mediasi bagi para calon pemimpin untuk mengkampanyekan diri mereka masing-masing. Serta sarana atau cara lain yang diperbolehkan dalam Islam, karena kampanye hukumnya mubah atau boleh.

Selain itu, Islam telah menetapkan syarat-syarat yang wajib dipenuhi oleh para calon pemimpin (khalifah). Syarat tersebut terbagi menjadi 2 yaitu syarat in’iqad (syarat legal), dan yang kedua syarat afdhaliyah (syarat keutamaan).

Syarat in’iqad (legal) adalah syarat wajib yang harus dipenuhi oleh khalifah untuk menduduki jabatan kekhilafahan. Syarat tersebut ada tujuh, antara lain adalah sebagai berikut.

Pertama, khalifah harus muslim (beragama Islam). Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. An Nisa (4) ayat 141, yang artinya “Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang mukmin.”

Kedua, khalifah harus seorang laki-laki, tidak boleh seorang perempuan. Rasulullah Saw bersabda ketika sampai pada beliau berita tentang penduduk Persia yang mengangkat anak perempuan Kisra sebagai raja (pemimpin), yang artinya “tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada perempuan.” (HR. Al-Bukhari).

Ketiga, seorang khalifah harus baligh, yakni telah dewasa dan sadar akan wajib terikat pada hukum syara’. Dalam hadist riwayat Abu Dawud, Rasulullah Saw bersabda yang artinya “telah diangkat pena dari tiga golongan, yakni anak-anak hingga dia baligh, dari orang yang tidur hingga dia bangun, dan dari orang yang rusak akal (gila) hingga dia sembuh.”

Keempat, khalifah harus orang yang berakal, sebagaimana sabda Rasulullah Saw tersebut diatas.

Kelima, khalifah harus seorang yang adil, tidak fasik, tidak zolim, dan tidak munafik. Saat memutuskan suatu perkara khalifah wajib berstandarkan hukum syara’ bukan hawa nafsu.

Keenam, khalifah harus seorang yang merdeka, bukan budak (hamba sahaya) milik tuannya, atau bukan seseorang yang memiliki keterikatan pada penguasaan lain yang menjadikan khalifah tidak independen atau tidak bebas dalam menjalankan jabatan kepemimpinannya.

Terakhir ketujuh, khalifah haruslah seorang yang mampu, yakni memiliki kemampuan menjalankan amanah kepemimpinan dalam jabatannya sebagai khalifah yang dituntut saat bai’at untuk mengurusi urusan rakyat sesuai syariat Islam.

Kemudian syarat selanjutnya adalah syarat afdhaliyah (keutamaan) yang tidak dituntut harus dimiliki seorang khalifah. Seperti khalifah harus dari kalangan Quraisy, khalifah harus seorang mujtahid, khalifah harus ahli dalam menggunakan senjata, atau syarat-syarat lain yang tidak memiliki dalil yang tegas.

Islam juga memiliki metode pengangkatan khalifah, yakni dengan jalan baiat yang dilakukan oleh kaum muslimin untuk memilih khalifah dalam memerintah berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasulullah Saw.

Prosedur praktis dalam memilih, mengangkat, dan membaiat khalifah sesungguhnya telah dicontohkan pada masa Rasulullah Saw saat dibaiat pertama kali pada baiat Aqabah kedua, dan menegakkan negara Islam dan menerapkan hukum Islam pertama di Madinah. Kemudian diikuti oleh para sahabat Rasul yakni khulafaurrasyidin dan para khalifah setelahnya. (Sumber: Kitab Struktur Negara Khilafah, Pemrintahan dan Administrasi, Bab Khalifah, tahun 2011)

Maka jangan menunda lagi, saatnya kita memperjuangkan Islam aturan dari Sang Ilahi agar kembali diterapkan dalam sistem kehidupan kita saat ini. Hanya sistem Islamlah yang akan mampu melahrikan dan mewujudkan impian umat untuk memiliki pemimpin yang amanah. Hal itu akan terwujud dibawah peradaban mulia daulah khilafah Islamiyah. Insya Allah wallahu’alam.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *