Kesenjangan Akses Pelayanan Kesehatan, Akibat Kapitalisasi Bidang Kesehatan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kesenjangan Akses Pelayanan Kesehatan, Akibat Kapitalisasi Bidang Kesehatan

Tita Rahayu Sulaeman

Kontributor Suara Inqilabi 

 

Pelayanan Kesehatan Indonesia tengah jadi sorotan. Hal ini sebagai buntut dari cuitan presiden Indonesia Bapak Joko Widodo yang menyayangkan banyaknya warga negara Indonesia yang berobat ke Luar Negeri. “Hampir 2 juta orang Indonesia masih memilih berobat ke luar negeri setiap tahun. Kurang lebih 1 juta ke Malaysia, 750 ribu ke Singapura, sisanya ke Jepang, Amerika, Jerman, dll. Gara-gara ini, kita kehilangan devisa Rp165 triliun karena modal keluar.” Demikian cuitan beliau pada 6 Maret 2023.

Cuitan tersebut ramai ditanggapi warganet. Sebagian besar menceritakan pengalamannya dan alasannya mengapa berobat ke luar negeri. Ada yang beralasan berobat ke luar negeri karena ada perbedaan diagnosis. Seperti yang disampaikan akun Np@duljelani “Yaaa gimana enggak Pak. Bapak saya divonis harus pasang RING Jantung sama 3 RUMAH SAKIT. Pas dibawa ke Malaysia, sama dokternya diketawain. Katanya Bapak saya cuma kena GERD. Lambungnya udah kronis”.

Ada juga yang berobat ke luar negeri karena perbedaan dari segi biaya. Seperti yang disampaikan akun Mutikk@bucinkasoer “Mon maap ni pak. Bapak saya kalo mau bedah jantung di indo kudu keluarin minimal 1 milyar belom sama transport dan printilannya. Mana disuruh nunggu sekitar 3 bulan. Waktu di penang habisnya ganyampe 200 jt, langsung operasi dan opnamenya sekitar semingguan. Sisanya rawat jalan.”

Selain tentang perbedaan pelayanan dan biaya, warganet juga menyayangkan pernyataan presiden yang mengaitkan berobatnya warga negara Indonesia ke luar negeri dengan devisa. Akun Roxas@rizkijuanda mencuit “Bangun rumah sakit kok krn takut kehilangan devisa. 165 Triliun gak ada artinya kl nyawa ilang. Yg diperlukan itu standar pelayanan kesehatan yg baik yg bisa dijangkau semua lapisan masyarakat tnp diskriminasi, nakes yang kompeten dan berintegritas, bebas dari oknum jualan obat.”

Bagi warga negara yang memiliki kemampuan finasial, berobat ke luar negeri bisa menjadi pilihan. Lalu bagaimana dengan Sebagian warga lainnya yang tidak memiliki kemampuan finansial ? Bahkan untuk bisa dilayani di negeri sendiri pun mereka kesulitan.

Seperti yang terjadi pada seorang Ibu meninggal saat akan melahirkan. Korban ditolak ditangani oleh pihak RSUD Subang. Menurut keterangan suami korban, ia ditolak karena alasan administrasi. Pihak RSUD tidak bisa menangani karena belum ada surat rujukan dari puskesmas tempat korban tinggal. Karena tidak mendapatkan penanganan, suami korban memutuskan membawa istrinya ke rumah sakit di Bandung. Sayangnya, istrinya meninggal dalam perjalanan Bersama bayi yang dikandungnya (detik.com 7/03/2023).

Sungguh ironis. Ketika pelayanan Kesehatan masih perlu banyak dibenahi, mulai dari kompetensi tenaga medisnya, biayanya, pelayanannya, fasilitasnya, hingga aksesnya yang tidak merata bagi seluruh rakyat namun pemimpin negara berbicara masalah uang yang bisa didapatkan dari bidang Kesehatan. Pelayanan kesehatan adalah salah satu hak bagi rakyat yang harus dijamin oleh negara. Baik dari golongan mampu maupun tidak mampu. Tidak sepatutnya bidang Kesehatan yang menyangkut nyawa manusia kemudian dipandang bagai bisnis yang mampu menghasilkan uang.

Akibat Kapitalisme

Demikianlah Ketika sistem kapitalisme telah menjadi landasan dalam bernegara. Keuntungan jadi pertimbangan utama. Bidang Kesehatan dikomersialisasi agar menjadi sumber pendapatan negara. Negara yang semestinya memberikan jaminan Kesehatan secara gratis pada rakyat, justru mengambil keuntungan dari kepentingan rakyat.

Sistem kapitalisme memberikan kebebasan dalam segala aspek kehidupan. Dalam hal pelayanan Kesehatan, perusahaan atau swasta diberikan ruang untuk turut andil dalam menyelenggarakan pelayanan Kesehatan. Namun keberadaan swasa dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan menjadikan bidang Kesehatan ini sebagai ladang meraih keuntungan. Pelayanan yang optimal, fasilitas yang lengkap, dokter dan tenaga Kesehatan harus harus dibayar dengan harga yang tidak murah.

Di sisi lain, masyarakat kalangan menengah ke bawah dalam kemiskinannya tidak mampu membeli pelayanan Kesehatan terbaik dari pihak swasta. Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh negara masih jauh dari harapan. ‘Orang miskin dilarang sakit’. Agaknya peribahasa ini sudah menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat menengah ke bawah. Diskriminasi terhadap golongan tidak mampu masih sering terjadi di rumah sakit milik negara. Urusan administrasi masih sering menjadi kendala dalam alur proses pelayanannya. Keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan program jaminan Kesehatan tidak memberikan jaminan bagi mereka untuk mendapatkan pelayanan yang diharapkan.

Anggaran negara bidang Kesehatan yang kecil bisa menjadi alasan mengapa negara saat ini belum bisa memberikan pelayanan Kesehatan yang optimal bagi rakyatnya. Tentu saja negara tidak akan mampu memberikan pelayanan Kesehatan terbaik bila sumber kas negara hanya bertumpu pada pajak dan hutang. Beberapa negara maju mungkin saja mampu menyelenggarakan pelayanan Kesehatan yang lebih baik karena memiliki anggaran Kesehatan yang lebih tinggi. Namun kesenjangan akses kesehatan pasti masih terjadi. Karena masih menerapkan sistem kapitalisme, maka ketimpangan sosial, ekonomi dan Kesehatan pasti terjadi.

Jaminan Kesehatan dalam Islam

Islam merupakan agama yang sempurna mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Mulai dari masalah individu hingga urusan negara. Islam menetapkan pemimpin negara sebagai pengurus bagi rakyatnya. Rasulullah SAW bersabda,

“Seorang imam (pemimpin) adalah raa’in (pengurus pengurus rakyat) dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Hadist ini menjadi landasan bagi pemimpin dalam Islam dalam bernegara dan memperlakukan rakyatnya. Segala pelayanan terhadap urusan rakyat semata-mata bentuk tanggung jawabnya terhadap Allah SWT yang telah memberikannya Amanah kekuasaan.

Termasuk dalam urusan pelayanan Kesehatan, negara dalam pandangan Islam tidak boleh melakukan komersialisasi. Negara harus bertanggung jawab penuh terhadap pelayanan Kesehatan bagi rakyatnya. Mulai dari pengadaan bangunan, fasilitas, dokter, tenaga Kesehatan, hingga obat-obatan. Dalam kitab Nidzomul Islam karya Syaikh Taqiyyudin an Nabhani, beliau menjelaskan bahwa pelayanan Kesehatan terbaik merupakan salah satu hak rakyat yang harus diberikan oleh negara kepada warga negara secara Cuma-Cuma. Baik bagi kalangan mampu maupun kalangan tidak mampu. Baik kepada rakyat yang muslim maupun nonmuslim. Akses pelayanan Kesehatan harus merata bagi seluruh rakyat.

Anggaran Kesehatan yang tinggi ditopang oleh sistem ekonomi Islam. Dimana dalam Sistem ekonomi Islam, mengharamkan penguasaan swasta dalam eksplorasi sumber daya alam. Sumber kekayaan alam menjadi salah satu pemasukan kas negara yang selanjutnya bisa disalurkan diantaranya untuk bidang pendidikan dan Kesehatan. Negara tidak hanya bertanggung jawab memberikan jaminan Kesehatan pada rakyatnya yang sakit. Namun negara juga wajib menjamin kebutuhan pangan bisa didapatkan oleh rakyat dengan harga yang murah dalam upaya pemenuhan gizi hariannya untuk menjaga Kesehatan. Dalam sistem pendidikan, negara juga bertanggung jawab penuh dalam penyelenggaraan pendidikan terbaik. Tidak ada komersialisasi bidang pendidikan sehingga akses pendidikan untuk mencetak dokter-dokter kompeten bisa diakses rakyat dari berbagai kalangan.

Kesenjangan akses Kesehatan terjadi akibat penerapan sistem kapitalisme dalam berbagai aspek kehidupan. Padahal Allah SWT telah menurunkan Islam sebagai solusi atas segala permasalahan manusia. Kesenjangan akses Kesehatan hanya bisa diselesaikan dengan penerapan Islam secara kaffah.

“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 208)

Wallahu’alam bishshawaab.

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *