Kesejahteraan, PR Besar yang Tak Kunjung Usai

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kesejahteraan, PR Besar yang Tak Kunjung Usai

Anisa Rahmi Tania

Kontributor Suara Inqilabi

 

Tunjangan hari raya (THR) menjadi salah satu yang dinanti masyarakat. Tentu saja, karena pada hari raya nanti masyarakat membutuhkan banyak biaya untuk pulang kampung. Juga kebutuhan hari raya lainnya.

Sayangnya, THR dari pemerintah tidak diberikan secara merata. Hanya mereka yang menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dinyatakan undang-undang berhak mendapatkan THR. Maka tidak heran jika setiap ada lowongan ASN, antrian pelamarnya mengular panjang.

Dilansir dari laman antaranews.com (15/3/2024), perangkat desa dan honorer dipastikan tidak mendapat THR. Hal ini dijelaskan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian bahwa kepala desa maupun perangkatnya tidak termasuk aparatur sipil negara (ASN). Sehingga negara tidak menganggarkan THR. Menurutnya dalam Undang-undang memang tidak termasuk dalam pemberian THR dari pemerintah, akan tetapi dari anggaran dari dana desa. Begitu pula dengan tenaga honorer. Padahal baik ASN maupun tenaga honorer atau perangkat desa sama-sama bekerja menjalankan tugasnya. Inilah potret ‘pilih kasih’ sistem saat ini. Sistem yang memiskinkan masyarakat demi melipatgandakan kepemilikan para pemodal.

Terkecoh dengan Sistem Kapitalisme

Sistem ekonomi hari ini menjadikan pemerintah Sebagai regulator. Artinya pemerintah memiliki wewenang dalam membuat aturan tanpa terlibat langsung dalam pengurusan. Termasuk dalam masalah kesejahteraan masyarakat. Dalam undang-undang no 11 tahun 2009, dinyatakan bahwa kesejahteraan diwujudkan oleh semua pihak atas dasar kekeluargaan. Sekilas isi undang-undang tersebut terlihat baik tanpa masalah. Namun implikasi darinya pemerintah seakan mengajak masyarakat untuk sama-sama terlibat dalam mewujudkan kesejahteraan tersebut. Tak heran jika pajak pun menjadi tumpuan utama pendapatan negara. Dengan dalih bagian dari kontribusi masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan.

Sementara di sisi lain, sumber daya alam yang pada dasarnya bisa mendatangkan pendapatan yang jauh lebih besar dibiarkan dimiliki para kapitalis. Ini menunjukkan berapa serakahnya mereka yang bermodal besar dan para pejabat duduk di kursi kekuasaan. Juga mereka yang telah banyak mengumpulkan pundi-pundi kekayaan. Sementara masyarakat seakan terkecoh dengan skema kekeluargaan dan semangat gotong royong yang digaungkan penguasa.

Sama halnya dengan THR. Pemberian THR oleh pemerintah tidak ubahnya seperti pemanis tambahan untuk menutupi keserakahan mereka. Selain THR kebijakan pilih kasih pemerintah, THR pun tidak akan menggantikan tanggung jawab pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, masyarakat seharusnya tidak merasa cukup dengan adanya THR. Karena hak-hak masyarakat telah jauh lebih banyak dilalaikan negara.

Islam Mewujudkan Kesejahteraan

Di masa kejayaan Islam, kesejahteraan tercipta dengan gemilang. Tentu sejarah tidak bisa bungkam saat masa Kekhilafahan Umar bin Abdul Aziz menunjukkan kesejahteraan tersebut meliputi wilayah daulah Islamiyah. Yakni saat tidak satu orang pun merasa menjadi salah satu golongan yang berhak menerima zakat.

Dunia terkesima dengan bentuk sistem yang diterapkan sehingga kesejahteraan berhasil diwujudkan. Islam mempunyai pos pendapatan yang banyak. Mulai dari pengelolaan sumber daya alam, zakat, ghanimah, kharaj, fa’i, dan lain-lain. Semuanya dikelola baitul maal.

Pengelolaan ini digunakan untuk fasilitas umum dan kesejahteraan masyarakat. Baik langsung maupun tidak langsung. Seperti pemberian pemenuhan kebutuhan bagi yang berhak atau dengan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk para laki-laki yang belum tersalurkan.

Tidak ada bentuk kerja sama investasi ataupun berbagai kepentingan asing dalam hal ini. Karena Daulah Khilafah adalah negara yang berdiri sendiri dengan asas akidah Islam yang menaunginya. Artinya kontrol penuh negara ada dalam AlQuran dan Assunah. Bukan pada diri para penguasa apalagi pada negara asing.

Islam menjamin hak-hak atas setiap warga negara Khilafah. Baik kebutuhan sebagai individu seperti hak sandang, pangan, papan. Maupun hak sebagai masyarakat IsIam, seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan.

Pemenuhan hak individu ini dilakukan dengan mekanisme-mekanisme tertentu. Misalnya dengan pembukaan lapangan pekerjaan. Sementara pemenuhan hak jamaah dilakukan dengan pelayanan di berbagai fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan masyarakat secara gratis.

Begitulah penguasa dalam sistem Islam melakukan tanggung jawabnya sebagai pengurus masyarakat. Pemerintahan Islam bukan hanya mengelola kekayaan tetapi juga wajib melakukan distribusi kekayaan dengan merata. Karena amanah akan dituntut di akhirat kelak. Termasuk amanah sebagai penguasa. Dialah yang bertanggungjawab atas kesejahteraan masyarakatnya.

Wallauhu’alam bish-showab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *