Kasus Bullying: Tren Generasi Sekularisme yang ‘Sakit’

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kasus Bullying: Tren Generasi Sekularisme yang ‘Sakit’

Oleh: Tini

(Aktivis Mahasiswa)

 

Permasalahan mengenai bullying di Indonesia sangatlah serius. Bullying yang terjadi di lingkungan pendidikan kini tengah kembali menjadi sorotan publik karena viral di media sosial dengan kasusnya semakin meningkat. Sepanjang 2022, KPAI mencatat ada kenaikan signifikan kasus perundungan, yakni sekitar 226 kasus atau meningkat empat kali dibandingkan 2021.

Dari data yang dirilis KPAI, 13 februari 2023 tercatat kenaikan angka kasus bullying sebanyak 1.138 kasus kekerasan fisik dan psikis yang disebabkan oleh bullying. Dikutip laman resmi Komnas Anak, Indonesia pada tahun 2018 menempati posisi ke 5 dari 78 negara dengan kasus bullying terbanyak. Fenomena bullying adalah fenomena yang sangat mengerikan pasalnya mayoritas pelakunya dari kalangan remaja bahkan anak-anak.

Seperti yang baru-baru ini terjadi seorang bocah berinisial MHD (9) kelas 2 di salah satu Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Jabar), meninggal dunia akibat dikeroyok oleh kakak kelasnya pada Senin (15/5/2023). Selain itu, kasus dugaan bullying atau perundungan juga menimpa salah seorang siswa SD di Kecamatan Pesanggaran Banyuwangi, mendapat perhatian khusus dari pihak kepolisian. Kasi Humas Polresta Banyuwangi Iptu Agus Winarno, membenarkan adanya peristiwa tersebut. “berdasarkan keterangan keluarga, korban selalu mengeluh sering diolok-olok temannya kalau anak yatim tidak punya bapak. Dan setiap pulang kerumah selalu menangis dan dongkol,” kata Iptu Agus Rabu (1/3/2023).

Melihat dari kasus-kasus diatas sungguh miris melihat generasi saat ini. Perilaku sadis dan bengis menambah catatan merah kerusakan generasi. Indonesia sudah darurat bullying! Perundungan makin jadi ancaman bagi anak-anak. Mengapa hal ini terus berulah? Dimana letak masalah utamanya? Padahal, perangkat kebijakan pendidikan untuk mengatasi maraknya perundungan di sekolah sudah dilakukan.

Kasus perundungan hanyalah sebagian dampak penerapan sistem kehidupan sekularisme yang makin menjauhkan generasi dari hakikat penciptaan manusia, yakni menjadi hamba Allah Taala yang taat dan terikat syariat. Banyak faktor yang mempengaruhi maraknya kasus perundungan. Pertama pola asuh pendidikan sekuler masih mewarnai pendidikan di keluarga. Akibat dari penerapan sistem sekularisme kapitalisme kehidupan keluarga yang harusnya menjadi madrasah pertama bagi telah gagal membentuk kepribadian cemerlang mereka. Tidak sedikit keluarga yang membiarkan anak –anak mereka tanpa aturan dan membiarkan anak bersikap semaunya hingga muncul sikap arogan pada anak.

Kebebasan berekspresi dan berperilaku kerap menjadi faktor pemicu anak-anak mudah mengakses tontonan berbau kekerasan dan konten porno. Beberapa kasus perundungan pada siswa SD tersinyalir karena pelaku mengakses konten pornografi dan kekerasan lewat ponsel. Faktor kebebasan ini pula yang menjadi model bagi orang tua dalam mendidik anak-anak mereka. Anak-anak mendapat banyak kemudahan dalam teknologi, tidak ada pengawasan, jadilah mereka mencontoh apapun yang terakses melalui dunia digital dan media sosial.

Kedua, kehidupan masyarakat yang individualistis makin mengikis kepedulian antar sesama. Masyarakat cenderung apatis ketika terjadi kriminalitas atau perbuatan yang mengarah ke perundungan jika yang dirundung bukan anak mereka. Masyarakat tumbuh menjadi manusia yang mudah kalap, tersulut emosi dan kemarahannya, lalu saling membalas perilaku dengan kekerasan. Terkadang, perilaku mencela dan menghina secara verbal masih dianggap wajar dan sekedar perilaku normal nakalnya anak-anak. Jika model masyarakat seperti ini terus berjalan, anak-anak kita juga yang akan terpengaruh dengan karakter masyarakat tempat mereka tumbuh dan berkembang.

Ketiga, negara sekularisme kapitalisme tidak benar-benar peduli dengan kualitas generasi. Kasus bullying dalam tataran darurat untuk diselesaikan dengan solusi pragmatis seperti membuat Sekolah Ramah Anak (SRA), himbauan anak tidak melakukan bullying, padahal akar masalah dari fenomena bullying adalah akibat dari penerapan sistem sekularisme kapitalisme dalam kehidupan. Umat harus memahami bahwa kehidupan yang diatur oleh sistem sekularisme kapitalisme akan gagal mencetak generasi berkepribadian Islam.

Tapi kita masih memiliki harapan untuk mewujudkan generasi yang berkepribadian Islam yaitu dengan cara mengupayakan penerapan syariat Islam dalam kehidupan, dimana syariat adalah sistem kehidupan yang shalih sistem inilah yang kita kenal dengan nama Khilafah. Khilafah merupakan wujud praktis penerapan hukum syariah yang lahir dari akidah Islam, ketika akidah Islam dijadikan sebagai standar berpikir dan syariat Islam dijadikan tolak ukur perbuatan dan sistem kehidupan maka berbagai kebaikan ditengan masyarakat akan hadir karena itulah sepanjang penerapan syariat Islam dalam institusi Khilafah sekitar 1.300 tahun kaum muslim berhasil mencetak generasi yang berkepribadian Islam dan menjadi mercusuar peradapan Islam.

Kehidupan dalam Khilafah sangat fokus pada kemajuan umat manusia dan upaya melakukan amar makruf nahi munkar, mereka berlomba-lomba mengerahkan semua potensi mereka miliki untuk kemuliaan Islam dan kaum muslimin disaat yang sama mereka mencegah terjadinya kemaksiatan untuk mewujudkan kehidupan tersebut Khilafah akan menerapkan beberapa mekanisme diantaranya Khilafah memastikan kelurga mendidika anak-anak mereka dengan aqidah Islam, Khilafah memastikan masyarakat melakukan amar ma’ruf nahi munkar, sebagai negara Khilafah menjalankan perannya secara optimal melalui sistem pendidikan Islam berbasis aqidah.

Khilafah akan memastikan setiap individu berkepribadian Islam yakni pola pikir dan pola sikap meraka yang sesuai dengan Islam hal ini bukan yang mustahil diwujudkan. Selain itu, media sumber informasi akan dipastikan hanya menyiarkan konten-konten edukatif dan tayangan yang mengkuatkan keimanaan kecintaan, dan keloyalan kepada Islam.

Konten-konten yang merusak seperti prank dan bullying jelas akan langsung dihambat oleh negara. Regulasi ini akan menutup celah pada hal-hal yang membuat pemahaman generasi menjadi rusak hal ini jelas akan menutup praktik bullying jangan membullying pikir merendahkan orang saja, tidak terbayang oleh generasi sebab Allah Ta’ala jelas melarang seseorang merendahkan orang lain. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam QS. Al Hujurat: 11

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”

Perundungan adalah penyakit sosial dari hasil peradapan sekuler Barat. Bukan hanya marak terjadi di Indonesia, tetapi juga di sekolah-sekolah luar Indonesia. Sistem sekularisme telah membawa generasi saat ini ke dalam jurang kerusakan yang sangat parah. Jika kita bercermin pada peradaban Islam, profil generasi yang dihasilkan sungguh sangat bertolak belakang. Dalam sistem Islam, akidah Islam adalah landasan dasar pendidikan. Tidak heran jika pada masa Islam tampil banyak individu berkepribadian mulia, berakhlak karimah, dan unggul dalam ilmu dunia.

Sejarah juga mencatat dalam peradapan Islam banyak sekali ditemukan pemuda-pemuda yang memiliki kepribadian Islam. Mereka berteman karena aqidah Islam tanpa memandang latar belakang sosialnya. Mereka saling menguatkan satu dengan yang lain, saling menghormati dan saling mengasihi. Seperti Abdullah bin Mas’ud sekalipun dia hanyalah pemuda yang berprofesi sebagai penggembala kambing namun sahabat yang lain tidak membullyi beliau disebabkan kekurangannya. Justru sebaliknya, sahabat yang lain sangat menghormati Abdullah bin Mas’ud. Dengan demikian terbukti tidak ada satu sistem pun yang berhasil membentuk generasi cemerlang berkepribadian Islam kecuali sistem Khilafah. Untuk itu, mari sama-sama kita perjuangkan tegaknya Khilafah. ALLAHHU AKBAR

Wallahu alam bishawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *