Oleh : Finanzi Raizah S.Pd
(Anggota Komunitas Penulis Peduli Umat)
SuaraInqilabi– Korupsi Pemberantasan Korupsi resmi menahan Miftahul Ulum asisten pribadi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrowi terkait kasus dugaan suap persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) ke Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat (nasional.sindonews / 11 september 2019).
Seorang anggota DPRD Bandung, Jawa Barat berinisial IH (59) ditahan polisi setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat-alat kesehatan (Alkes) di RSUD dr Rasidin Padang, Sumatera barat /regional.kompas.com/read/2019/09/15/
Hingga detik ini kasus korupsi makin menjadi-jadi di Indonesia, kasus diatas makin menambah daftar panjang kasus korupsi yang ada.
Korupsi seakan sudah menjadi hal yang biasa bagi sebagian masyarakat, dalam lokadata beritatagar.id dikatakan bahwa dalam kurun 19 tahun terakhir, kasus korupsi di pemerintahan menjalar ke semua sektor. Lokasi, modus operandi, dan pelakunya semakin meluas dan kompleks.
Adanya peran pembersihan dan pemberantasan kasus korupsi oleh KPK pun masih belum bisa membuat pelaku korupsi menjadi jera, bahkan seperti tambal sulam kasus, kasus korupsi makin menjadi, tak tanggung-tanggung bahkan pemimpin daerah pun terkena.
Alih-alih Belum usai KPK menyelesaikan tugasnya, kini terjadi kisruh di badan KPK sendiri, pemerintah menyetujui revisi uu komisi pemberantasan korupsi, pro dan kontra pun terjadi, bagi yang kontra mereka menganggap revisi uu ini hanya untuk melemahkan kinerja KPK saja, bahkan Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas dengan tegas menolak revisi UU KPK. Busyro pun menyebut Jokowi membodohi publik dengan revisi UU KPK ini.
“Ada kontinuitas. Revisi UU itu sejak zaman SBY, lalu Jokowi, ditunda. Kalau SBY disetop. Jokowi ditunda. Ditambah lagi revisi UU yang ekstrakilat. Presiden ini masih tega-teganya main-main seakan-akan membodohi publik. Seakan-akan publik itu bodoh. Ini cacat melekat pada seorang pemimpin,” kata Busyro kepada wartawan, Minggu (15/9/2019).detik.com
Busyro menilai revisi UU KPK ini merupakan upaya pembunuhan lembaga antirasuah itu. Dia pun khawatir revisi UU KPK ini sebagai bayaran Jokowi kepada pihak-pihak yang berjasa menghantarkannya ke kursi Presiden RI.
Jika kita berpikir mendalam terkait revisi UU KPK ini pasti bukan tanpa sebab, tapi ada kepentingan dibalik revisi ini. Dalam demokrasi apapun akan dilakukan demi meraih kekuasaan, dan dengan kekuasaan tersebut memiliki kewenangan untuk menetapkan undang-undang, hal ini karena sekularisme (Pemisahan agama dalam kehidupan) yang diterapkan, tidak ada lagi ketakutan kepada Allah atas amanah yang diemban maka tidak heran kita pun akan melihat bahwa pada sistem demokrasi pemberantasan korupsi hanya tinggal utopi dan mimpi saja.
Penerapan sistem demokrasi kapitalisme di Indonesia juga membuat kasus korupsi semakin menjadi, alih-alih menjadi wakil rakyat yang amanah, mereka malah memanfaatkan posisi strategisnya untuk mengeruk untung sebanyak-banyaknya. Mereka beranggapan untuk mengembalikan modal yang digunakan sebagai kampanye, sehingga tidak lagi fokus mengurusi ummat, mereka sibuk untuk memperkaya diri, maka tak heran, di beberapa kasus, bahkan hampir sebagian wakil rakyat beramai-ramai tertangkap KPK karena kasus korupsi berjama’ah.
Sudah banyak berbagai bukti yang terpampang nyata bahwa sistem kapitalis demokrasi hanya menjadikan jabatan sebagai sarana untuk mengumpulkan pundi-pundi memperkaya diri sendiri, dan keadaan rakyatnya yang semakin miris, karena diberbagai sektor harus merasakan efek kenaikan seperti sembako,pajak,listrik dll. Lalu masihkah kita berharap kemakmuran rakyat pada sistem kapitalis demokrasi?
Sungguh Islam punya jawaban atas permasalahan diatas karena Islam adalah agama yang secara sempurna paripurna terbukti mampu mengatur seluruh aspek kebutuhan manusia seperti perihal ibadah, makanan, pakaian, pergaulan, ekonomi bahkan pemerintahan. Islam mengatur bahwa pemerintahan harus dijalankan sesuai dengan hukum Allah Swt, dan bagi para penguasa maka mereka diberikan amanah untuk memimpin atau menjadi wakil rakyat karena kemampuannya melaksanakan amanah yang sesuai dengan al Qur’an dan al hadist.
Dalam islam kekuasaan bukan tujuan tapi hanya sebuah amanah yang harus dijalankan untuk menerapkan aturan-aturan dari Allah SWT, agar kehidupan manusia selalu diliputi dengan suasana keimanan. Jika ingin menjadi pemimpin tapi pijakan utamanya adalah sekularisme (Pemisahan agama dalam kehidupan) maka yang terjadi hanyalah sebuah kebinasaan. Karena bagi seorang pemimpin ketakwaan adalah mutlak bukan sekedar slogan.
Dalam proses pemilihannya pun tidak membutuhkan banyak biaya seperti yang terjadi saat ini, dan juga di dalam sistem pemerintahan Islam terdapat larangan tegas bagi para aparat atau pegawai negri atau wakil rakyat juga para pemimpin untuk tidak boleh menerima harta ghulul yaitu harta yang diperoleh dengan cara yang tidak syari seperti suap atau korupsi dll.
Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja yang kami (Negara) beri tugas untuk melakukan suatu pekerjaan dan kepadanya telah kami beri rezeki (upah/gaji), maka apa yang diambil olehnya selain (upah/gaji) itu adalah kecurangan. (HR. Abu Dawud).
Selain itu dalam sistem Islam pun akan diberi kan gaji yang cukup dan layak, Rasulullah SAW bersabda: “Siapapun yang menjadi pegawai kami hendaklah mengambil seorang istri, jika tidak memiliki pelayan , hendaklah mengambil seorang pelayan, jika tidak mempunyai tempat tinggal hendaknya mengambil rumah. (HR. Abu Dawud). Dengan terpenuhinya segala kebutuhan mereka, tentunya hal ini akan cukup menekan terjadinya tindakan korupsi, sehingga para pemegang kekuasaan pun tak lagi sibuk untuk mencari penghasilan tambahan, karena negara sudah mencukupi dan tugas mereka pun fokus mengurusi urusan ummat.
Selain itu di dalam Islam yang tak kalah penting memiliki tiga pilar dalam rangka memberantas dan mencegah korupsi ini, yang pertama yaitu pilar ketaqwaan individu dimana setiap individu merasa diawasi oleh Allah, sehingga membuat diri takut untuk berbuat hal yang dilarang oleh Allah, lalu ada pilar ke dua yaitu masyarakat yang saling menjaga, mengawasi dan juga mengingatkan serta mengontrol, lalu yang terakhir pilar negara yaitu negara yang menerapkan aturan kebaikan. Tentunya aturan kebaikan adalah aturan yang berasal dari yang Maha Baik yaitu Allah swt. Aturan kehidupan yang lengkap dan membawa kebaikan yang tercakup dalam syariat Islam. Dan juga meliputi sanksi atau hukuman yang membuat jera dan menjadi pencegah buat yang lain, dan semua ini jika diterapkan akan menentramkan tidak hanya untuk muslim tapi juga non muslim dan menjadi berkah bagi alam. [] Wa’allahu a’lam bi showab